Belajar dari Teddy Bear

 




Teddy Bear alias boneka beruang adalah jenis boneka yang hampir pasti dimiliki oleh sebagian besar anak-anak, dari bayi hingga balita. Namun yang tak banyak diketahui adalah bahwa boneka favorit nan imut ini ternyata dapat berperan penting dalam mengoptimalisasi tumbuh kembang anak kita. Apa saja yang bisa  ditemukan dan dipelajari oleh anak balita dari temannya yang berbulu ini?

Eksperimen fisik

Anak Anda tiba-tiba mendorong boneka beruang kesayangannya dari kursi tinggi, dan lantas memerhatikan apa yang terjadi pada boneka tersebut. Ia juga akan mengira-ngira bagaimana wajah dan reaksi orang-orang di sekitarnya. Mengapa anak Anda begitu ingin tahu? Anda pun juga ingin tahu.

Melihat barang terjatuh, buat anak-anak usia 1 tahun merupakan kegiatan yang paling digemari di usianya. “Sang Peneliti” akan membiarkan bonekanya, juga bola dan mainan lain, jatuh ke lantai. Ia ceroboh? Bukan. Semua yang dilakukannya adalah sengaja dan merupakan bentuk eksperimen yang memberikan pengalaman baru dan membuatnya semakin banyak tahu.

Untuk melakukan kegiatan ini, otot tangannya harus dilemaskan dan setelahnya ia akan dapat memegang segala benda yang ditemuinya. Kemudian, serangkaian tes “sebab-akibat” pun akan ia lakukan. Dalam benaknya, ia selalu bertanya-tanya, “Benda apa yang dapat membentur keras?” atau “Apa ya, yang bisa melambung tinggi ke atas?” dan seterusnya. Kemudian setelah bereksplorasi dan mencoba menjatuhkan seluruh mainan, ia akan menemukan jawabannya.

Si peneliti kecil ini mengumpulkan jawaban-jawaban dari eksperimennya, yang berakibat kemampuan motorik halus dan motorik kasarnya terasah, begitu pula dengan daya ingat jangka pendek anak akan berkembang. Di usia 1 tahun, anak sudah mengetahui di mana letak boneka teddy miliknya meski ia sedang tidak memegang atau melihatnya. Anak akan sangat senang jika ada orang dewasa di sekitarnya yang mau bekerjasama dan memberi bantuan untuk membawakan kembali boneka teddy kesayangannya yang terjatuh di lantai.



Eksperimen Perasaan

Tanpa boneka beruang kesayangannya, anak Anda tidak mau beranjak ke manapun: tidak mau tidur, enggan ke rumah nenek –bahkan tidak mau keluar rumah. Penolakan demi penolakan diiringi dengan air mata dan teriakan histeris.

Di usia 2 tahun, boneka beruang adalah pendamping setianya dan di saat merasa terganggu, teddy bear berperan menjadi comforting object yang memiliki arti khusus bagi anak, karena dengan memeluk atau memegangnya, si kecil akan merasa aman dan nyaman. Apalagi di usia ini kemampuan sosialisasi anak belum berkembang sempurna sehingga boneka beruang juga menjadi obyek peralihan yang dapat mengalihkan perasaan kesepian terutama ketika bunda dan ayahnya sedang tak ada di dekatnya.

Teddy bear digunakan pula oleh anak sebagai usahanya untuk menghilangkan perasaan cemas dan tertekan ketika akan berpisah dari orangtua yang harus berangkat bekerja, atau saat ia berada di tempat yang asing baginya.
Mengungkapkan perasaan anak juga dapar dilakukan dengan boeka beruangnya ini. Akibat perkembangan bahasa yang terbatas, anak menggunakan sarana benda kesayangan untuk menumpahkan emosi anak seperti memarahi bahkan bercanda dengan boneka beruangnya.

Punya comforting object bukanlah tanda bahwa anak memiliki pribadi yang lemah. Sejalan dengan bertambahnya usia dan meningkatnya keterampilan sosial-emosi, anak akan meninggalkan benda kesayangan. Dengan memiliki benda kesayangan, sesungguhnya dapat untuk melatih anak menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kasih sayang. Namun jika kebutuhan kasih sayang, rasa aman dan nyaman anak sudah terpenuhi oleh kedua orangtua, tak perlu memberikan benda untuk dijadikan comforting object. Bila hal tersebut berlangsung terus-menerus, tentu saja akan berubah menjadi sebuah kebiasaan dan  ketergantungan.




Teman Bersosialisasi


“Kamu ngantuk? Aku selimuti dan temani tidur, ya!” ujar Matcha (3) kepada boneka beruang kesayangannya. Anda tak perlu terkejut bila anak “ngobrol sendiri” dengan boneka kesayangannya. Sesungguhnya, sejak 2 tahun, balita sudah bisa mengembangkan imajinasi untuk bermain pura-pura.

Kemampuan ini semakin mantap di usia 3 hingga 4 tahun, karena di usia ini anak sudah bisa berinteraksi dengan baik. Dengan penuh kasih sayang, ia akan bermain “ibu-ibuan” dengan boneka teddy kesayangannya. Bukan hanya sibuk menjelajahi dunia luar, balita kini tengah asyik menjelajahi alam pikirannya sendiri. Inilah saatnya dia bermain dengan imajinasi.

Bermain  pura-pura adalah bagian penting dalam perkembangan sosial anak. Permainan ini membantu anak mengembangkan kemampuan sosialisasi dengan teman sebaya. Kemampuan anak memerankan sesuatu yang bukan dirinya –misalnya saat main “ibu-ibuan” –  juga menandakan ia mengerti bahwa dirinya adalah pribadi yang terpisah dan berbeda dengan bunda.

Permainan imajinatif membantu mengasah kemampuan anak memerkirakan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan orang lain. Juga, meningkatkan pemahaman anak akan dunia di sekitarnya. Di dalam benaknya, anak berusaha membangun kembali apa yang mereka dengar dan lihat di dunia nyata. Selain mengembangkan imajinasi, dengan bermain pura-pura kemampuan berbahasa si kecil pun berkembang.

KONSULTASI: DRA. MAYKE TEDJASAPUTRA, M.SI., PSIKOLOG PERKEMBANGAN ANAK DAN TERAPIS BERMAIN, UNIVERSITAS INDONESIA.

 



Artikel Rekomendasi