Chart Pertumbuhan Versi Anak Indonesia

 

Balita tidak pernah memenuhi standar pertumbuhan yang sesuai grafik? Cobalah menggunakan growth chart berdasarkan survei populasi Indonesia
 
Urusan mengukur berat dan tinggi badan menjadi sesuatu yang krusial bagi orang tua. Terutama di tahun masa bayi dan balita. Selama ini, Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dibuat berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 1966 dan 1971 menjadi pegangan para praktisi dan orang tua, di samping grafik pertumbuhan terbaru dari WHO keluaran 2005 silam. Meskipun belum disahkan oleh lembaga berwenang, namun survei untuk menyusun grafik pertumbuhan dengan “standar” Indonesia sudah dibuat.      

Sesuai populasi Indonesia. Jangan berkecil hati apabila anak Anda “terlalu” pendek jika diplot pada grafik atau diagram pertumbuhan terbaru yang dikeluarkan badan kesehatan dunia, WHO (World Health Organization) di tahun 2005. Bagi Anda yang memiliki riwayat tinggi badan yang tak terlalu tinggi, juga tak perlu terlalu bersedih apabila balital Anda ada di bawah garis normal kurva grafik pertumbuhan tersebut.

“Akan lebih akurat apabila anak-anak Indonesia diukur dan diplot dengan grafik pertumbuhan yang dibuat berdasarkan survei terhadap populasi Indonesia. Saat menilai seorang anak, ada banyak faktor yang harus dilihat. Sebaiknya tidak buru-buru memvonis anak yang perawakan pendek sebagai anak yang bermasalah dalam pertumbuhan, misalnya. Faktor yang mempengaruhi potensi pertumbuhan, selain genetik dan jenis kelamin adalah ras atau etnik,“ tegas dr. Jose Rizal Latief Batubara, Sp.A(K), Ph.D.

Ketidakpuasan terhadap grafik pertumbuhan yang selama ini tidak mewakili populasi Indonesia, merupakan salah satu faktor yang mendorong dokter anak ahli endokrinologi yang pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Jakarta ini menyusun grafik pertumbuhan dengan sampel data anak-anak dari berbagai daerah dan etnis di Indonesia.

Menghimpun data dari 7 propinsi yang mewakili Indonesia Barat, Tengah, Timur, dan pulau Jawa (yang jumlah penduduknya banyak), dr. Jose dan tim mengambil data dari 34800 anak-anak yang berusia 0 – 18 tahun. Sebelum melakukan survei nasional, tim peneliti melakukan pengambilan data awal di Jakarta pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2005 dilakukanlah survei nasional untuk menyusun grafik berat dan tinggi badan, skala BMI (body mass index), serta lingkar kepala anak-anak Indonesia,  

10 tahun sekali. Temuan menarik yang mengemuka dari hasil survei yang menjadi bahan disertasi dr. Jose yang menyelesaikan studi S3 pada de Vrije Universiteit Amsterdam ini adalah perbedaan yang cukup signifikan pada beberapa tinggi, berat badan, lingkar kepala dan lingkar tubuh. Sebut saja untuk si 0 – 1 tahun, perbedaan tinggi badan grafik pertumbuhan WHO dengan versi Indonesia mencapai 1 cm. Untuk si 3 tahun, perbedaan mencapai 3 cm, sedangkan si 10 dan 18 tahun, 7 cm dan 9 cm. Berdasarkan studi ini juga ditemukan, rata-rata anak Indonesia apabila diplot pada grafik NCHS atau WHO berada di persentil 3. Atau, dengan kata lain, termasuk berperawakan pendek.

“Kehadiran grafik ini penting bagi praktisi dan orang tua. Kesalahan diagnosis dan penanganan akibat salah menilai anak bisa dihindari,“ demikian dr. Jose. Bagi dokter anak, growth chart anak Indonesia ini bisa diperoleh antara lain dari jurnal kedokteran “Paediatrica Indonesiana” Vol. 46, Mei – Juni 2006. “Tentu perlu dilakukan survei semacam ini secara berkala, setiap 10 tahun. Karena ada kecenderungan, dalam 10 tahun terdapat perubahan pola pertumbuhan akibat perubahan kualitas hidup, lingkungan, juga tingkat kemakmuran,” lanjutnya.  
 

 



Artikel Rekomendasi