Stop Berteriak!

 

Sabar. Itulah kata yang sangat mudah diucapkan, tapi sulit sekali dipraktikkan sebagai orangtua. Acapkali jika sedang stres pada persoalan hidup, ditambah dengan tingkah laku anak yang membuat kepala Anda terasa ingin pecah, berteriak adalah ‘jalan keluar’ nya.

Sebenarnya banyak cara agar Anda tidak usah berteriak lagi kepada balita Anda jika ia membelot jadi anak manis. Para bunda dari komunitas ayahbunda ini, punya tips untuk Anda. 



“Saya membuat karton besar yang berisi sejumlah peraturan. Jika dia taat pada peraturan yang tertera di karton, maka akan diberikan tanda bintang pada karton. Apabila melanggar, bintangnya akan dikurangi. Dalam seminggu jika sudah terkumpul minimal 50 bintang, saya akan membuatkan kue atau jus yang ia inginkan. Ini sudah berjalan hampir setahun dan cukup efektif membuat Kayla berkomitmen sehingga saya tidak perlu lagi berteriak.”
Agustina Doharmawati Silaban, ibu dari Kayla (5)
 
Komentar Anna (Psikolog)
Trik keren ini kita sebut sebagai good behavior chart, yang divariasikan dengan bad behavior chart, sangat tepat dilakukan untuk anak 3 tahun ke atas. Teknik ini efektif karena anak mendapatkan pengalaman kongkrit yang menyenangkan - mendapat bintang - untuk tiap perbuatan baiknya. Agar lebih berhasil, orangtua mesti lebih perhatian terhadap perilakunya, juga perlu konsisten dalam melakukannya. Satu catatan, sebaiknya hadiah tak melulu makanan atau minuman, namun dapat divariasikan dengan barang atau kesempatan bermain, agar tak kemudian terbentuk kecenderungan emotional eating.

 



“Dzaky paling malas membereskan mainannya setelah bermain. Ia selalu beralasan capek dan malas. Daripada berteriak, saya langsung mengajaknya lomba membereskan mainan. Pemenangnya akan mendapatkan es krim. Biasanya ia akan buru-buru membereskan dan tidak ingin saya menang. Strategi saya berhasil!” 
Neneng Tarmudi, ibu dari M.Dzaky Fadhlurohman (5)
 
Komentar Anna (Psikolog)
Strategi ini memang paling pas untuk anak sekitar 3-6 tahun, tapi terkadang kurang efektif pada anak dengan usia di atasnya. Lagi-lagi, usahakan agar hadiahnya tak selalu berupa makanan. Cari tahu apa yang betul-betul ia sukai, hal itu yang bisa digunakan untuk memberi hadiah.

 



“Sebelumnya, kalau Abyan tidak mau mendengarkan saya, saya langsung berteriak. Bahkan saking kesalnya saya sampai nyubit dan menjewernya. Setelah itu biasanya saya menyesal. Saya pernah membaca di majalah ayahbunda kalau semakin kencang suara kita, semakin ia tidak mendengarkan. Akhirnya saya belajar menurunkan volume suara. Dengan begitu, emosi saya pun terkontrol. Apalagi sekarang ia sedang beradaptasi memiliki adik baru. Jadi ia sering mencari perhatian. Kalau tiba-tiba ia tidak mau menurut, saya peluk dan menanyakan kenapa ia tidak mendengarkan saya. Saya tatap matanya. Biasanya setelah itu emosi saya mereda dan emosinya pun mereda.”
Zuwerda Dwi Tya, ibu dari Abyan (2 tahun 6 bulan) dan Akhtar (3 bulan)
 
Komentar Anna (Psikolog)
Betul sekali, suara kencang tak efektif dalam mendisiplinkan anak karena sebetulnya memberikan stres tambahan kepada anak. Padahal anak yang stres lebih sulit mengendalikan perilakunya. Dengan tak mendengarkan suara kencang bunda, sebetulnya anak melindungi dirinya dari stres, padahal ketika anak tak mendengarkan kita, maka kita mungkin tambah gemas dan tambah marah kepadanya, dan akhirnya melakukan hal-hal yang kita sesali kemudian. Ketenangan dan kesabaran kita sebetulnya kunci yang lebih tepat untuk membuat anak lebih tenang dan mau menurut kepada kita.

 


 
“Kalau Devano mulai berulah dan tidak mau mendengarkan saya, saya beri ia hukuman berupa time out di pojokan. Itu cara paling ampuh daripada saya berteriak yang hanya akan membuatnya malah semakin membantah. Kalau sudah dihukum, biasanya ia menangis di pojokan tapi saya diamkan saja. Hasilnya, ia semakin paham aturan-aturan di rumah dan memenuhi jadwal yang sudah dibuat, dari bangun tidur di pagi hari sampai tidur kembali di malam hari.”
Chicie Purwanthy, ibu dari Devano (4)
 
Komentar Anna (Psikolog)
Time-out efektif karena memberikan kesempatan bagi anak untuk memikirkan perilakunya, lebih baik dilakukan pada anak di atas 3 tahun. Teknik ini akan lebih positif ketika kita sebut sebagai ‘waktu tenang’. Bagaimanapun ‘setrap’ bermakna hukuman, sehingga sering ditanggapi dengan marah, sementara ‘waktu tenang’ mengarahkan anak untuk menenangkan diri. Baik sekali kalau di rumah ada satu area yang disebut ‘pojok tenang’, siapapun - anak, ayah atau bunda - yang sedang marah bisa menenangkan diri di situ dan tak diganggu oleh yang lain.

 


“Akhir-akhir ini Farrel memang sering bertingkah sejak ia memiliki adik baru. Sepertinya ia ingin minta diperhatikan lebih dari biasanya. Kalau sudah begini, ia berulah. Biasanya kalau saya sedang kesal, yang saya lakukan adalah memanggil namanya dengan nama lengkap sedikit berteriak. Setelah itu saya ancam dia dengan pura-pura menelepon polisi. Anak saya paling takut dengan polisi. Saya tidak tahu apakah itu benar atau tidak, tapi cara itu sangat efektif sekali. Anak saya kembali menurut. Saya pikir tidak apa-apa sekali-kali dipakai cara seperti itu selama tidak ada kontak fisik seperti memukul.”
Irma Wahyuningtyas, ibu dari Farrel (3)

Komentar Anna (Psikolog)
Memang cara ini lebih positif dibandingkan pukulan, namun dalam jangka panjang efeknya cenderung negatif. Semakin besar anak akan semakin berulah, dan sesekali ia akan mencoba apakah ancaman tersebut betul dilakukan atau tidak. Apabila ancaman tak betul-betul dilakukan - mengatakan akan menelpon polisi padahal tidak - maka hilanglah kepercayaan terhadap bunda, anak pun belajar untuk berbohong. Jika sampai mengancam, katakan apa yang betul-betul akan dilakukan apabila anak tetap melakukan perilaku yang dilarang. Contohnya, “kalau kamu belum membereskan mainan ini, maka kamu belum boleh pergi bermain dengan Kevin.” Pelajari cara lain untuk melakukan disiplin ya. 

KONSULTASI : ANNA SURTI ARIANI, MPsi, psikolog keluarga di Klinik Terpadu Universitas Indonesia, Depok.

 

 



Artikel Rekomendasi