Biarkan Imajinasi Balita Melambung

 

Hari ini balita Anda jadi pemadam kebakaran, besok jadi dokter. Biarkan saja. Selain menyenangkan, permainan ini mendatangkan berbagai manfaat.

Bermain pura-pura, demikian kegiatan ini dinamakan, merupakan permainan yang dimulai ketika anak menginjak usia sekitar 12 atau 13 bulan. Walau tampak aneh bagi orang dewasa, permainan ini merupakan kegiatan yang wajar bahkan penuh manfaat bagi anak.

Saat imajinasi makin berkembang. Memasuki tahun kedua usianya, anak mulai dapat mengkombinasikan beberapa kata. Ia mulai memahami kalimat-kalimat sederhana. Balita pun mulai asyik meniru perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya dengan cara bermain. Ketika balita melihat bagaimana ibu menyuapinya, ia pun meniru dengan cara menyuapi bonekanya. Ketika melihat ayah ke kantor, dokter memeriksa pasien, guru mengajar, ibu memasak, dengan bebas anak-anak meniru dalam bentuk suatu permainan.

Kathleen Kirby , periset dari Amerika Serikat yang meneliti perilaku anak-anak di beberapa tempat penitipan anak, menemukan bahwa anak-anak antara usia dua hingga empat tahun melewatkan 45 - 50 persen waktu luang mereka untuk bermain pura-pura. Hampir dua kali lipat banyaknya dari waktu yang mereka lakukan untuk kegiatan lain. Apa yang terjadi di saat-saat ini?

Permainan imajinasi dan kata-kata. Ketika bermain pura-pura, balita biasanya menggunakan imajinasi dan kata-kata untuk menggantikan objek atau situasi sesungguhnya. Imajinasi anak dapat mengubah benda maupun orang-orang yang terlibat dalam permainannya. Misalnya, tongkat dalam alam pikiran anak bisa saja tetap menjadi tongkat, namun juga dapat menjadi alat pancing atau sapu terbang.

Semakin bertambah usia anak, permainan pura-pura semakin canggih dan kompleks. Awalnya, balita hanya meniru menyuapi boneka beruangnya. Dengan semakin meningkat kemampuannya berimajinasi, ia akan memanfaatkan berbagai benda yang ditemuinya untuk membantu memainkan suatu lakon tertentu dalam satu rentang waktu.

Misalnya, anak mulai menggunakan bantal, kursi, meja, buku-buku yang disusunnya menjadi sebuah kapal perang ketika ia menjadi kaptennya dan deretan botol-botol kosong menjadi anak buahnya. Kegiatan bermain pura-pura akan mereda ketika balita memasuki usia sekolah. Saat itu anak mulai menggunakan rasionya.

Menyenangkan dan bermanfaat. Dengan permainan ini balita dapat berperilaku melebihi kapasitas perilaku anak-anak seusianya. Ia pun merasa lebih dari biasanya; merasa lebih tinggi, lebih kuat, lebih pintar, lebih dewasa dan lebih segalanya.

Perasaan inilah yang membuat anak lebih bebas berkreasi, mencoba mempelajari berbagai hal tanpa perlu merasa takut salah atau ditegur orang lain. Dengan begitu, anak pun meningkatkan kemampuannya berbahasa, berkomunikasi dengan kata-kata atau dengan bahasa tubuh serta mempelajari berbagai peraturan sosial, nilai-nilai serta berbagai pengalaman yang menyertainya dengan cara menyenangkan.

Belajar keterampilan sosial. Ketika anak-anak memainkan peran yang ingin dimainkannya, mereka juga belajar berbagai keterampilan sosial. Ia lebih mudah berempati serta bertoleransi, terutama setelah ia merasakan bagaimana tidak enaknya memainkan peran menjadi orang buta, misalnya. Keberhasilannya dalam memainkan berbagai peran meningkatkan rasa percaya dirinya serta membuatnya merasa mampu melakukan apa pun.

Bukankah tidak mudah menjadi anak kecil yang lemah? Karenanya, jangan heran, ketika melihat anak gemar berpura-pura menjadi hero, ia dapat sejenak melepaskan perasaan kecil dan lemahnya.

Hal ini menunjukkan bermain pura-pura dapat membantu anak mengekspresikan perasaannya seperti marah, kesal atau bahkan dari berbagai pengalaman traumatis. Coba lihat ketika ia memarahi bonekanya, mungkin saja ketika itu ia sedang berusaha melepaskan perasaan kesalnya setelah Anda mengomelinya.

Permainan sederhana ini juga dapat membantu anak melatih keterampilan motoriknya. Segala lompatan dan jungkir baliknya itu sangat membantu.

 



Artikel Rekomendasi