Kehamilan yang tidak direncanakan mendorong banyak wanita melakukan aborsi, yang menurut hukum di Indonesia, tergolong kejahatan yang dikenal dengan istilah
Abortus Provocatus Criminalis. Mereka yang akan terkena hukuman adalah ibu yang melakukan aborsi dan tenaga kesehatan yang membantunya.
Di luar hukuman, ibu yang melakukan aborsi, menurut beberapa studi, akan mengalami masasalah psikologis.
- Sekitar 38% dari 210 juta kehamilan di seluruh dunia adalah kehamilan yang tidak diinginkan. 22% diakhiri dengan tindak aborsi. Di negara berkembang, 49% dari 28 juta kehamilan yang terjadi setiap tahun, adalah kehamilan tidak direncanakan dan 36% berakhir dengan aborsi. (The Alan Guttmacher Institute, LSM kesehatan reproduski di Amerika Serikat).
- Sebuah studi yang dilakukan oleh David Fergusson, dengan mewawancarai 1 265 wanita yang lahir tahun 1970 an. Dari mereka diketahui, 41 % hamil di usia 25 tahun dan 14,9% di antaranya melakukan aborsi. Mereka yang melakukan aborsi mengalami depresi. 35% lebih tinggi dibanding wanita yang melanjutkan kehamilan. Wanita yang melakukan aborsi juga cenderung menjadi pencandu alkohol dibanding yang tidak melakukan aborsi.
- Sebuah studi yang dilakukan oleh Priscilla Coleman menyimpulkan bahwa perempuan yang melakukan aborsi memiliki 114% risiko melakukan kekerasan terhadap anaknya dibanding yang tidak. Ini karena perasaan bersalah yang mereka pendam berubah menjadi kemarahan.
- Aborsi juga berakibat pada kelahiran anak setelahnya. Sebuah studi di Prancis terhadap 2,837, menemukan bahwa perempuan yang pernah aborsi, 1,7 kali kemungkinan melahirkan bayi di usia kurang dari 28 minggu, anak yang dilahirkan meninggal atau mengalami masalah kesehatan yang serius. (me)
Baca juga: Risiko Tindakan Aborsi