20 'Pasal' Teknik Disiplinkan Balita

 

Menanam bibit yang baik sebaiknya sejak awal. Kelak kita akan bersyukur ketika memanen buah yang manis. Demikian pula dengan anak yang tidak terlahir dengan keterampilan sosial –kemampuan untuk bertingkah laku baik dan diterima masyarakat atau lingkungannya. Kita harus mengajari mereka, salah satunya disiplin. Ingat, tidak ada pohon yang tumbuh dalam semalam.
  1. Gunakan kalimat pendek. Perkataan singkat dan langsung ke pokok masalah ketika mendisiplinkan anak, seperti “Jangan pukul”, akan lebih efektif daripada, “Brenda, jangan begitu dong, masak temannya dipukul. Jangan pukul, ya,” karena ketika Anda tiba di bagian “jangan begitu dong”, perhatian anak pada Anda sudah hilang.
  2. Pilih-pilih ‘perang’. Berkata “tidak” atau “jangan” 20 kali sehari? Capek, ah. Selain itu, terlalu banyak larangan atau aturan akan mengurangi kekuatan dan efektivitas setiap larangan/aturan. Anjuran psikolog perkembangan, pilah kadar larangan/aturan dalam 3 kategori: “sangat penting”, “cukup penting” dan “tidak terlalu penting.” Misalnya, perilaku anak yang rewel setiap kali Anda menjawab telepon, bisa dimasukkan ke dalam kategori “tidak terlalu penting untuk dilarang/ditanggapi”. Tetapi aturan tidur malam setiap pukul 20.00 adalah aturan yang “sangat penting”. Dengan tidak terlalu menanggapi hal-hal yang sepele, anak juga akan belajar bahwa rengekan (baca: usahanya untuk menarik perhatian Bunda) tidak akan berhasil.
  3. Waspada masa peralihan. Sejumlah momen peralihan dapat memicu perilaku rewel dan buruk si kecil, antara lain, peralihan waktu bangun ke tidur, waktu main ke mandi, waktu main ke makan, atau waktu mandi ke saatnya pakai baju. Untuk antisipasi, siapkan anak. Beritahu bahwa sehabis A dia harus melakukan B. Tujuannya, agar anak lebih siap menghadapi apa yang akan terjadi. Misalnya katakan, “Sehabis menyusun balok jadi gedung tinggi, kita akan makan malam.” 
  4. Singkirkan godaan. Memang penting mengajarkan balita menaati aturan berdasarkan kesadarannya sendiri. Tetapi, bantulah dia dengan menciptakan rumah yang “ramah balita”. Maksudnya, jika Anda melarang balita bermain pernak-pernik kristal Anda, sebaiknya simpan saja dulu kristal berbentuk binatang di meja kopi yang rendah itu, karena akan terlalu menggoda balita untuk menjamahnya.
  5. Jangan menyerah untuk menghindari konflik. Oke, kita malas bila jadi perhatian “sejuta umat” dalam situasi konflik. Tetapi jangan hanya karena itu Anda lantas menjadi Bunda yang “lembek”. Misalnya, saat anak merengek minta permen di supermarket, kalau memang aturan Anda adalah “tidak boleh”, pertahankan dan biarkan anak menangis. Begitu juga bila dia tidak boleh menonton TV. Meski sedang ada Kakeknya -yang selalu membelanya-, pertahankan aturan itu dan siapkan “amunisi” untuk menghadapi rengekan balita –atau rengekan Kakeknya. Buah dari sikap konsisten itu kelak akan sangat berharga.
  6. Kenalkan konsekuensi. Anak perlu belajar tentang akibat dari perilakunya sendiri –hukum sebab dan akibat. Contohnya, kalau dia menunda-nunda waktu gosok gigi sebelum tidur, maka tidak cukup waktu bagi Bunda membacakan dongeng. Jadi lain kali, dia harus bersegera gosok gigi agar bisa mendengarkan Anda mendongeng.
  7. Antisipasi ulah mencari perhatian. Umumnya balita berulah manakala Anda harus berbagi perhatian antara dirinya dengan hal lain, misalnya, saat Anda berbicara dengan suami, menyiapkan makan malam atau menjawab telepon. Antisipasinya? Siapkan sesuatu yang menyibukkan balita saat itu, misalnya kertas gambar dan spidol atau finger food. Intinya, kalau dia tidak diberi kesibukan saat Anda sibuk, maka dia akan mencari kesibukan sendiri yang bikin Anda repot!
  8. Hadapi kegigihannya. Balita itu gigih, meski dilarang dia akan terus mencoba melanggarnya! Wow, bisa seharian Anda bolak-balik melarangnya, dong? Ya betul, dan jangan menyerah, Bunda. Kalau larangan Anda memang berkategori “sangat penting” (misalnya, tidak boleh main di dekat stop kontak) tetap cegah dia melakukannya. Bila dia melakukannya juga, hentikan larangan, dan dengan tenang pindahkan dia ke ruang lain.
  9. Fokus pada ulahnya, bukan anak. Selalu katakan bahwa sikapnya itu yang buruk, bukan dirinya. Misalnya, ”Debby, meludah selagi marah itu nakal sekali!” Bukan, “Debby, kamu nakal sekali!” 
  10. Beri pilihan. Ini akan membuatnya merasa punya otoritas dan menaikkan egonya. Hanya saja, jangan beri dia terlalu banyak pilihan dan semua pilihan harus bisa Anda terima. Contoh, katakan, ”Ini pilihan kamu, Nak. Kamu mau pakai sepatu atau jaket dulu?”
  11. Jangan berteriak. Suara Anda saat mendisiplinkan balita memang harus sedikit diubah, tetapi bukan volumenya, melainkan nadanya. Tegas, tidak sama dengan berteriak.
  12. Puji kelakuan baiknya. Kalau Anda sigap memujinya saat dia berkelakuan baik, dia akan melakukan perbuatan baik itu lebih sering. Pada saat yang sama, dia akan mengurangi upaya menarik perhatian Anda lewat kelakuan buruk.
  13. Segera! Jangan tunda mendisiplinkan balita, karena dia cepat lupa. Begitu menemukan ulahnya yang tidak baik, segera koreksi. Jangan tunda sampai beberapa jam, bahkan menit sekalipun.
  14. Jadi teladan. Kalau Anda tetap kalem saat ada masalah, Si Kecil akan melihatnya sebagai petunjuk. Tetapi kalau Anda mengamuk selagi marah, lihat saja, dia akan berulah sama. Dia menduplikasi Anda, percaya deh!
  15. Jangan perlakukan dia seperti orang dewasa. Dia tidak mau mendengar ceramah Anda, lagipula dia belum mengerti benar isinya. Jadi ketika dia menyemburkan makanan dari mulutnya, tidak perlu meceramahinya panjang lebar mengapa itu tidak boleh dan lain-lain. Tenang, dan pindahkan dia dari meja makan.
  16. Gunakan teknik “time out” –bahkan di usia ini. Sebutlah “kursi nakal” atau apa pun, gunakan sebagai tempat pengasingan bagi anak bila dia nakal. Perintahkan dia tetap duduk di kursi itu (selama 1 menit untuk setiap tahun usia anak) dan abaikan dia.  Mengabaikannya, efektif untuk membuat pesan Anda sampai. Realitanya, anak di bawah usia 2 tahun biasanya tidak mau duduk di    “kursi nakal”. Boleh saja kalau dia menggelosor di lantai sambil  menendang-nendang atau berteriak (pastikan saja dia tetap aman). Gunakan teknik time out untuk mengatasi perilaku buruk yang keterlaluan, misalnya, setiap kali dia menggigit tangan orang dan terapkan secara konsisten setiap perilaku itu muncul.
  17. Jangan bernegosiasi dan memberi janji. Mendisiplinkan balita tidak sama dengan kampanye caleg (calon legislatif). Hindari kata-kata seperti, “Kalau kamu baik, nanti Bunda belikan boneka.” Karena, bila itu yang terjadi, lama-lama Anda menciptakan anak umur 3 tahun yang sikap disiplinnya harus selalu dibarengi imbalan.
  18. Sesuaikan strategi dengan usianya. Bersikap dinamis ya, Bunda. Strategi yang berhasil diterapkan di saat anak berusia 15 bulan, mungkin tidak mempan lagi ketika usianya 2 tahun.
  19. Jangan pukul. Meski Anda sangat tergoda melakukannya, ingat Anda adalah orang dewasa, jangan bertindak seolah-olah Anda anak kecil. Ada banyak cara membuat pesan Anda diterima anak. Memukul anak gara-gara dia menendang atau menjambak Anda, misalnya, hanya akan memberinya contoh bahwa kekerasan boleh digunakan sebagai jalan keluar. Jika anak sangat menjengkelkan dan kesabaran Anda hampir habis, mundur atau menyingkirlah sejenak. Dengan menjauh dari anak, ide segar atau pendekatan yang lebih efektif untuk mengatasi masalah, akan muncul.
  20. “Bunda sayang kamu.”  Sudahi pembicaraan tentang disiplin dengan komentar yang positif. Akan sangat baik bila isinya menekankan betapa sayangnya Anda pada Si Kecil. Hal itu akan menunjukkan pada anak bahwa Anda tidak mau lagi berdebat dan bagaimanapun, aturan tetap harus ditegakkan. Juga memberinya kesan, aturan itu dibuat karena Anda menyanginya.



 



Artikel Rekomendasi