Menangani Radang Telinga Tengah

 

Penyakit ini menduduki peringkat ke-2 penyakit  yang paling sering diderita anak usia balita, setelah batuk dan pilek. 

Sekitar 50% anak usia balita, paling tidak pernah satu kali terserang radang telinga tengah (otitis media), dalam rentang satu tahun pertamanya. Ya, bahkan di Amerika Serikat, menurut dr. Barbara P. Homeier dalam artikelnya “Middle Ear Infections”  di situs www.kidshealth.com edisi Januari 2005, 3 dari 4 anak balita, yang berarti 75%, pernah menderita radang telinga tengah sebelum dia berumur 3 tahun. Malah mungkin saja, sampai balita memasuki usia sekolah, dia masih rentan terhadap gangguan pada telinga ini.

Mengapa sering menyerang anak balita? Salah satu faktor penyebabnya adalah karena saluran penghubung antara telinga tengah dengan atap tenggorok yang berdekatan dengan lubang hidung bagian belakang (Eustachius) pada anak balita, yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, belum sempurna. Yakni, lebih pendek, lebih sempit dan lebih mendatar dibandingkan orang dewasa. Akibatnya, saluran ini dengan mudah dapat tersumbat, misalnya karena terjadinya infeksi atau alergi.

Nah, adanya cairan atau pembengkakan selaput lendir di dalam saluran Eustachius yang tersumbat itu dapat berlanjut jadi peradangan telinga tengah. Yang dimaksud dengan peradangan telinga tengah adalah peradangan yang terjadi pada saluran Eustachius dan selaput lendir ruang telinga bagian tengah, yakni daerah di belakang gendang telinga. Penyebab peradangannya antara lain karena adanya infeksi pada cairan yang menyumbat bagian telinga tengah ini.

Cermati gejalanya. Radang telinga tengah yang dialami balita, bisa dikenali dengan sejumlah tanda atau gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa gejala yang umum dan mudah dikenali adalah:
  • Sakit telinga. Disebabkan adanya tekanan dari cairan yang terkumpul di dalam telinga tengah pada gendang telinga. Bila balita sudah cukup besar, dia akan mengeluhkan sakit pada telinganya. Sementara bila si anak belum bisa mengeluh, dia mungkin akan menangis sambil  menarik-narik daun telinganya.
  • Demam tinggi, kadang disertai diare.
  • Selera makan turun atau hilang, karena telinganya sakit pada saat   mengunyah dan menelan. Juga, mungkin balita jadi tak bisa tidur nyenyak akibat terganggu rasa sakit pada telinganya saat berbaring.
  • Keluarnya cairan kental dari lubang telinga yang menandai robeknya gendang telinga akibat tekanan cairan yang sudah demikian kuat. Kondisi ini akan menghentikan tekanan kuat oleh cairan pada gendang telinga,  sehingga rasa sakit akan berkurang atau bahkan hilang, demam menghilang, dan anak pun tidak rewel lagi.
Cairan yang mengumpul pada bagian telinga tengah akan mengganggu ‘perjalanan’ gelombang suara untuk mencapai gendang telinga. Akibatnya, balita akan mengalami gangguan pendengaran. Bila hal ini terjadi, biasanya gejalanya berupa:
  • Anak tidak memberikan respons terhadap suara yang pelan.
  • Pada anak yang sudah agak besar akan mengeraskan volume TV, radio, atau alat elektronik lainnya untuk memperjelas pendengarannya yang kurang.
  • Balita jadi punya kebiasaan berbicara dengan suara yang keras.
Selain berbagai gejala tersebut, peradangan telinga tengah umumnya juga disertai dengan demam, mual-mual, muntah, dan sakit kepala. Tapi, bila peradangan tersebut tidak disertai dengan infeksi, bisa saja gangguan telinga ini nyaris tanpa gejala apa pun. Atau, gejalanya bisa berupa perasaan di mana telinga sepertinya ‘dipenuhi’ sesuatu. Namun, bila ada infeksi, yang biasanya berasal dari infeksi saluran napas bagian atas, maka gejala yang muncul mirip seperti flu biasa, yakni hidung berair atau tersumbat, dan batuk.

Cepat sembuh, kok! Pada umumnya, radang telinga tengah hanya berlangsung singkat. Ada yang hanya menyerang selama 2-3 hari, kemudian sembuh dengan sendirinya. Ada juga yang harus dibantu dengan obat dari dokter, dan perlu waktu antara seminggu hingga 10 hari untuk sembuh. Namun, cepat-lambatnya waktu penyembuhan, juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain:
  • Jenis infeksi dan tingkat keparahannya.
  • Seberapa sering balita terserang infeksi telinga.
  • Sudah berapa lama infeksi berlangsung.
  • Faktor-faktor yang mempertinggi risiko terserang infeksi, misalnya daya tahan tubuh balita yang kebetulan sedang menurun akibat terserang penyakit lain.
  • Seberapa parah serangan infeksi tersebut mengganggu fungsi pendengaran anak
Dari riset yang dipublikasikan dalam Journal of Infectious Disease edisi September 1990, ditemukan anak-anak yang memiliki riwayat infeksi radang telinga tengah berulang-ulang sebelum umur 3 tahun, ternyata mengalami gangguan wicara dan gangguan belajar yang lebih parah dibandingkan anak-anak lain yang baru terserang gangguan ini setelah berusia di atas 3 tahun.

Jadi, yuk, kita waspada terhadap gejala infeksi radang telinga tengah ini, terutama saat anak belum mencapai usia 3 tahun.

 



Artikel Rekomendasi