Belajar Dari Kemenangan dan Kekalahan

 

Menjadi pemenang itu mudah, mendapat hadiahnya dan dielu-elukan, sehingga boleh merasa senang dan bangga. Namun, apakah cukup demikian? Lalu bagaimana dengan menjadi anak yang kalah? Kalah dan menang adalah bagian dari kehidupan dan dibutuhkan seni untuk menghadapinya. Di balik kemenangan dan kekalahan, ada banyak hal yang dapat dipelajari oleh anak.
 
Agar anak-anak  dapat menghadapi kekalahan dan kemenangan dengan baik, orang tua dapat membantu dengan cara-cara ini:
  • Berlomba dalam tim memudahkan anak mengatasi kekalahan, juga kemenangan. Karena akan lebih mudah bagi balita mengatasi, misalnya, kalah lomba tarik tambang sekeluarga daripada kalah lomba menyanyi solo.  Dalam kelompok, anak dapat berbagi bahu untuk sama-sama merasa sedih, gembira, atau malu. Anak juga belajar kerja sama, pembagian kerja, kekompakan, dan saling mendukung.
  • Pilih permainan dan lomba yang tepat dan sesuai umur. Belikan mainan  atau ikutkan lomba yang sesuai dengan usia anak. Karena semakin sulit peraturan permainannya, semakin lama permainannya, maka anak akan lebih cepat merasa frustrasi.  Bila  di tengah permainan atau lomba anak terlihat lelah, hentikan karena dia akan merasa lebih galau jika kalah dalam kondisi  kelelahan.
  • Saat kalah, rasa marah harus keluar. Siapa yang kalah boleh mengeluarkan kekesalan dan menunjukkannya. Yang dapat membantu anak melalui proses ini adalah orang dewasa yang dapat berkata-kata, misalnya: “Bunda tahu kamu sedih karena setiap main uno kamu selalu mendapat kartu-kartu yang jelek. Kamu boleh, kok, merasa kesal.” Dengan begitu, kemarahan anak-anak akan teralihkan. Siapa saja yang kalah boleh meninju “bantal kemarahan” atau sebagai “hukuman”, dia boleh makan sepotong coklat.
  • Alihkan pada “kambing hitam”. Hal yang paling buruk yang dialami oleh anak yang kalah adalah anak-anak lain atau anak yang menang akan tertawa terbahak-bahak. Untuk mengurangi ini, sampaikan kepada anak bahwa ketika dia menang jangan tertawakan orang yang kalah. Di rumah, saat berlomba bersama keluarga, latih anak untuk tidak menertawakan orang yang kalah dengan menggunakan “kambing hitam,”  misalnya, permen beruang-beruangan yang boleh dimakan bersama.
  • Ketika mood-nya baik, terangkan penyebab kekalahan apabila anak ingin tahu mengapa anak lain lebih baik dari dirinya sehingga menang. Gunakan kalimat sederhana dan jelas, misalnya  “Dia menang karena sepeda hiasnya memang bagus, ada sayapnya mirip pesawat terbang,”  atau “Dia menang karena kelerengnya tidak jatuh dari sendok dan duluan sampai garis finish”.
  • Tetap ucapkan selamat pada anak yang kalah, untuk menghargai partisipasinya, membesarkan hati dan menjaga rasa percaya dirinya. Ada baiknya memberi hadiah atau berfoto dengan seluruh peserta lomba –bukan hanya pemenang. Pujilah hal-hal baik yang dilakukan anak saat dia berlomba, misalnya, gol yang dia buat atau  suaranya yang cukup lantang saat menyanyi.
  • Jangan biarkan anak-anak menang dengan mudah. Anak-anak lebih senang bermain atau bertanding  bersama kakek dan neneknya karena kemungkinan ia menang akan meningkat. Namun, jangan biarkan ini terus terjadi, karena anak-anak juga harus belajar bersaing dengan lawan sepadan  dan merasakan kekalahan. Meski boleh dibantu sedikit-sedikit, misalnya,  saat lomba  Anda mempermudah aturan atau membolehkan dia memutar dadunya sekali lagi, konsistenlah pada siapa yang menang dan kalah.
  • Puji prosesnya, bukan cuma hasilnya. Saat menang anak akan mudah menjadi sombong bila hanya berorientasi pada hasil yang dicapai atau kemenangannya saja, misalnya karena banyaknya pujian. Sebenarnya yang harus lebih diapresiasi adalah proses ketika anak meraih kemenangan, misalnya, bagaimana ia berlatih dengan tekun, atau berlomba dengan ulet, tidak menyerah, dan tidak curang. Dengan memuji proses, anak belajar bahwa untuk meraih suatu keberhasilan, dibutuhkan proses dan kerja keras.





 



Artikel Rekomendasi