Hindari Salah Deteksi Selective Mutism

 

Selective Mutism (SM) memang belum sepopular autisme di Indonesia karena gejala SM serupa dengan gangguan kecemasan lain seperti pemalu akut, menarik diri, atau cemas berpisah dari orang tua yang lebih umum dialami anak-anak. Tak heran jika akhirnya banyak balita pengidap SM tidak terdeteksi secara tepat.

Hingga saat ini, masih terjadi ketidakjelasan tentang penyebab SM. Namun beberapa peneliti dan ahli perkembangan anak yang tergabung dalam APA menyetujui bahwa sedikit banyaknya pemicu SM adalah sifat dasar yang dibawa seorang anak sejak lahir. Anak yang pencemas, cenderung mengalami SM.

Hambatan perilaku ini secara fisik ditengarai berhubungan dengan reaksi berlebih pada bagian otak yang disebut amygdala. Secara fisiologis amygdala bekerja menerima dan memroses sinyal bahaya, yang kemudian membantu seseorang menentukan reaksi perlindungan diri. Pada anak pencemas, amygdala-nya sangat sensitif dan menyalakan alarm “bahaya” ketika anak merasa tidak nyaman berada di lingkungan sosial yang relatif ramai atau tidak dikenalnya. Sekalipun sebenarnya tidak ada bahaya nyata dalam kondisi ini.

Tidak sekadar membisu, anak pengidap SM juga mengalami debar jantung yang lebih cepat, dan tangan berkeringat, layaknya seseorang yang mengalami phobia.

 



Artikel Rekomendasi