Menyikapi Rasa Takut Anak

 

Anak Anda sering takut? Itu adalah tanda bahwa perkembangannya normal. Tapi Anda perlu menghadapinya dengan bijak. Bila kurang tepat cara Anda mengatasinya bukan tak mungkin rasa takut berkembang ke arah yang kurang sehat.

Sosok si badut, suara tawa yang keras, bunyi petasan, gelap, wajah yang tidak dikenal, dan lain-lain, bagi orang dewasa merupakan sesuatu yang biasa. Tapi tidak bagi anak batita atau balita. Bagi anak kecil hal-hal sepele itu bisa menimbulkan rasa takut, bahkan takut yang amat sangat.

Rasa takut merupakan sesuatu yang normal terjadi pada anak, namun bukan berarti Anda boleh mengabaikannya. Bagaimanapun balita Anda perlu dibantu dalam menghadapi asam garam dunia perkembangannya. Tujuannya agar anak bisa lulus dengan nilai baik dalam ujian ini. Misalnya, agar ia tidak tumbuh jadi anak penakut, agar kelak ia mampu menghadapi hal-hal lain yang mungkin lebih tidak menyenanglkan di tahap perkembangan berikutnya dan mampu melihat dunia sekitar secara lebih realistis. Monster itu hanya ada di film, anjing bisa menggigit tapi bisa pula jadi teman baik, dan seterusnya.

Menghadapinya dengan cara yang benar selain bisa membantu anak melewati masa perkembangannya dengan lebih bahagia, juga bisa menghindarkan mereka dari tumbuhnya rasa takut yang tak wajar, yang bisa mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
 
Mengapa anak sering takut?
  • Karena tahu, maka ia takut. Tak tahu maka tak takut! Kira-kira begitu hubungan rasa takut anak dengan kenyataan yang ada di lingkungannya. Dengan semakin cerdasnya anak sesuai tahap perkembangan otaknya, ia jadi tahu bahwa anjing itu bisa menggigit, misalnya. Jadi, rasa takut itu muncul karena anak sudah mampu memperkirakan dan mengerti bahwa sebuah benda atau orang atau binatang itu berbahaya. Bukankah kenyataan ini sebenarnya menggembirakan? Bayangkan kalau manusia tidak memiliki rasa takut sama sekali. Rasa takut, dalam arti yang positif, bisa dianggap sebagai alat pelindung dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
  • Berkembangnya daya imajinasi. Mengikuti tahap perkembangan kecerdasan, daya imajinasi anak juga berkembang sejalan dengan bertambahnya usia. Ini menunjukkan bahwa tahap berpikir anak-anak sudah meningkat dari tahap kongkrit ke tahap yang lebih rumit, yaitu abstrak. Dari berbagai macam info yang masuk ke dalam daya ingatnya anak bisa membayangkan dan mengasosiasikan kalau gelap kemungkinan ada si monster, misalnya. Bila pada usia yang lebih kecil ruang gelap tidak membuatnya takut, di usia dua tahun lebih, ia akan ketakutan berada di ruang gelap. Apalagi bila pada usia ini anak sudah mulai terekspos film-film seram!
  • Daya ingat yang lebih lama. Bila bayi memiliki rentang daya ingat yang sangat pendek, tidak demikian dengan anak usia dua tahunan. Kalau kemarin ia pernah jatuh dari sepeda roda tiganya, maka hari ini bisa jadi ia takut naik sepeda karena masih teringat akan pengalaman buruk kemarin. Bukan saja pada anak, rasa jera seperti ini sebenarnya amat sering dialami orang dewasa. Jadi sebenarnya sangat bisa dimengerti kan kalau anak Anda menunjukkan perilaku jera dan takut seperti itu?
  • Terfokus pada diri sendiri. Segala sesuatu yang terjadi pada anak atau orang lain bisa juga terjadi pada aku! Kalau kakak menangis karena disuntik dokter, si dokter pasti akan menyuntik aku juga.Begitulah antara lain cara pikir anak balita. Ini adalah salah satu bentuk dari self-centeredness yang memang khas pada usia ini. Mungkin sekali sebagai orang dewasa Anda geli atau kesal menghadapinya. Tapi itulah kenyataannya, di usia ini anak amat sangat terfokus pada dirinya dalam mengolah berbagai realita yang ia lihat di sekitarnya.

 



Artikel Rekomendasi