Saat Anak Sering Menunda

 

Menurut pakar teori perkembangan psikososial E. H. Erikson, psikolog dari Harvard University, AS, di usia 3-4 tahun, anak  mulai mengembangkan sikap otonominya sehingga berperilaku  sulit diatur, egois, dan mudah marah. Dengan bimbingan yang tepat dari orangtua, sikap otonomi itu akan menumbuhkan sikap inisiatif pada anak. Akibatnya, seiring dengan kemandiriannya,  ia juga senang mengemukakan  beragam alasan untuk menolak atau menunda tugas yang harus dilakukan.

1. “Aku nggak bisa!”

Tak jarang kalimat penolakan itu disertai dengan rengekan atau sikap memelas. Sikap ini membuat Anda sebagai orangtua terpaksa mengambil alih hal yang harusnya dikerjakan olehnya. Misal, anak menolak mengambil gelasnya sendiri, dengan alasan tidak bisa, padahal Anda sudah menunjukkan tempatnya dan mengajarinya berkali-kali.

Bisa jadi memang ia belum bisa. Lakukan pendampingan dan jangan pernah merasa bosan mengulangi ajaran Anda lagi dan lagi. Tambahkan rasa percaya diri dengan memujinya walau yang ia kerjakan belum betul-betul sempurna. 

2. “Nanti aja mandinya, habis nonton Mickey.”

Selalu saja ada alasan dirinya menolak apa yang Anda minta ia lakukan. Karena itu, penting mengajarkan dan menetapkan disiplin terhadap waktu padanya.

Buatlah  kesepakatan mengenai jam mandi sore, lamanya menonton, jam bermain, jam gosok gigi, tidur malam dan seterusnya. Terapkan secara konsisten agar menjadi kebiasaan. Ada kalanya Anda boleh bersikap terbuka untuk negosiasi. Misal, ketika ia menunda dengan berkata ‘nanti’, Anda bisa memberi toleransi waktu. “Oke, lima menit ya setelah itu mandi.”

3. “Mama aja, nanti aku salah.”

Sikap takut salah sehingga tidak mau mencoba, bisa jadi karena Anda pernah memarahinya saat ia melakukan hal yang tak Anda sukai. Memarahi anak karena berbuat salah akan membuat dia tidak percaya diri dan penakut.

Beri ruang pada anak agar belajar dari kesalahannya dengan menunjukkan bagian yang salah dan apa yang harus dilakukan agar tidak terulang. Selalu beri pujian untuk setiap kemajuan kecil yang sudah ia capai.

4. “Pokoknya nggak mau!”

Seringkah ia melontarkan teriakan itu kala Anda minta ia sikat gigi, tidur siang, atau membereskan mainan? Padahal Anda sering menjelaskan, pentingnya sikat gigi dan akibatnya bila kegiatan tersebut dilewatkan. Sabar bukan berarti membiarkan perilaku buruknya.

Sabar adalah Anda harus memegang kendali atas emosi yang disebabkan perilaku balita. Pemaksaan bisa dilakukan dengan menggendongnya ke kamar mandi atau wastafel dan menemaninya menyikat gigi, bukan dengan membentak atau memukul.

5. “Aku masih mau main!”

Karena asyik bermain, terkadang anak menolak untuk makan siang. Sebenarnya, saat ini sikap kemandirian dirinya sedang terbentuk. Ia berusaha  melakukan apa yang diinginkan walau Anda melarang.

Tapi Anda adalah “bos” dan kendali harus ada di tangan Anda. Ulangi pengertian kenapa ia harus melakukan kegiatan yang Anda minta dan aktivitas bermain bisa dilanjutkan nanti. Jangan lupa, pengertian ‘nanti’ di sini harus dijelaskan secara detil. Misalnya, besok atau setelah tidur siang.

KONSULTASI: DRA. RATIH A. IBRAHIM, MM., PSIKOLOG DARI BIRO KONSULTASI “PERSONAL GROWTH,” JAKARTA.

 



Artikel Rekomendasi