Sudah Cerdas, Bahagia Pula

 

Senang sekali jika anak-anak kita punya keduanya. Asal Anda rela, tak sulit menyeimbangkan antara kegiatan yang mencerdaskan dan yang membahagiakan anak

Di era globalisasi, dunia kerja di negeri ini bisa saja diisi orang bule atau orang-orang negeri jiran yang konon lebih hebat dibanding orang kita. Mungkin banyak orang tua di Indonesia yang gemar menakut-nakuti diri sendiri dengan berbagai isu masa depan. Bisa jadi Anda pun punya kekhawatiran tersebut, sehingga kalap dalam menstimulasi anak.

Stimulasi memang penting. Secara alami, anak punya potensi menjadi cerdas. Sejak bisa berjalan, ia punya keinginan kuat mempelajari apa saja. Secara alami pula, anak punya potensi bersikap optimis dan bahagia. Kalimat-kalimat menjanjikan itu ditulis Martha Heineman Pieper, Ph.D . dan beberapa rekannya dalam buku Smart Love.

Bagaimana potensi kecerdasan distimulasi? Apa sebenarnya yang dipahami orang tua tentang kecerdasan? Banyak orang tua salah kaprah memahami kecerdasan. Kebanyakan mengira anak yang dapat melakukan banyak hal adalah anak cerdas. Padahal, mengacu pada definisi kecerdasan, anak cerdas adalah anak yang punya kemampuan global untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif.

Untuk menjadi anak cerdas, stimulasi memang penting. Stimulasi apa yang mampu mencerdaskan anak? Untuk anak usia prasekolah, bermain merupakan kegiatan utama. Berbagai kegiatan dan beragam permainan bisa dilakukan orang tua bersama anak untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kirinya,

Stimulasi sesuai kebutuhan anak. Sayangnya, banyak juga orang tua tak paham soal itu. Tidak sedikit anak-anak usia sekolah memiliki masalah emosi. Orang tua mengeluhkan prestasi belajar anak yang menurun. Setelah diteliti, ternyata anak-anak itu sangat jenuh dengan berbagai aktivitas yang dijalaninya sejak usia prasekolah, yang kadang-kadang bukan kegiatan yang disukai anak. Semisal, jangan sampai jika anak Anda dipaksa belajar piano, padahal ia lebih suka menulis puisi

Mengapa ini bisa terjadi? Orang tua mengidentifikasikan diri mereka pada anak-anaknya. Mereka memberi stimulasi sesuai keinginannya, bukan kebutuhan anak. Orang tua memaksakan minatnya pada anak. Kalau anak berhasil, orang tua juga merasa berhasil. Kebanggaan dirinya duluan yang diutamakan

Kecenderungan itu, terjadi di perkotaan. Anak disuruh belajar banyak hal, hingga tak ada lagi waktu senggang untuk bermain. Padahal anak butuh bermain. Anakl pun belajar banyak hal melalui bermain.

 



Artikel Rekomendasi