8 Mitos Keguguran

 

Banyak faktor penyebab keguguran. Bedakan mana yang mitos dan mana yang fakta!

Keguguran adalah keluarnya janin sebelum usia kehamilan 20 minggu  atau berat bayi kurang dari 500 gram dan menyebabkan kematian. Lebih dari usia 20 minggu atau berat bayi lebih dari 500 gram disebut  kematian janin.

Mitos: Ibu yang pernah keguguran, pasti akan keguguran lagi pada kehamilan berikutnya. Fakta: Belum tentu. Besarnya  risiko keguguran tergantung penyebabnya. Sebetulnya, setiap kehamilan berisiko mengalami keguguran pada ibu yang belum pernah  maupun yang sudah pernah mengalaminya. Risiko keguguran ke-2 kali sama besarnya dengan keguguran pertama kali. Tapi, risiko keguguran ke-3 akan lebih besar, karena mungkin ada kelainan rahim. Meski  begitu, Anda yang pernah 5 kali keguguran tetap punya kesempatan melahirkan bayi yang sehat.

Mitos: Perdarahan dan kram perut adalah tanda keguguran. Fakta: Perdarahan ringan atau kram pada minggu-minggu pertama kehamilan dialami oleh 1 dari 5 ibu hamil. Ini tergolong normal. Penyebabnya antara lain terjadi pelekatan sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim, saat plasenta tertanam dalam lapisan rahim. Jika kram dirasakan di dasar rahim biasanya tidak membahayakan. Tapi, bila kram terjadi di bagian samping perut, Anda harus lebih waspada karena bisa menjadi  tanda terjadinya kehamilan di saluran indung telur atau hamil ektopik

Mitos: Setiap penyakit yang diderita ibu hamil akan meningkatkan risiko keguguran. Fakta: Infeksi ringan seperti pilek, tidak membahayakan kehamilan. Infeksi berat dalam beberapa kasus dapat menyebabkan keguguran. Itupun tergantung dari jenis dan beratnya penyakit serta usia kehamilan. Beberapa jenis infeksi dapat membahayakan janin yang masih berusia 1 minggu, tetapi untuk kehamilan berusia 28 atau 32 minggu tidak akan berpengaruh. Contohnya, infeksi toksoplasma yang diderita pada minggu-minggu pertama kehamilan dapat menyebabkan keguguran. Namun jika infeksi tersebut diderita pada trimester ke-2 atau ke-3 dapat menyebabkan janin lahir cacat.  Penyakit non infeksi seperti jantung dan paru-paru akut yang diderita ibu hamil dapat menyebabkan keguguran.

Mitos: Setelah aborsi maka keguguran akan terjadi lebih sering. Fakta: Jika ibu pernah melakukan aborsi, maka tindakan ini tidak akan mempengaruhi kehamilan selanjutnya. Jangka waktu ibu  dapat hamil kembali tergantung pada kesiapan dan kesehatannya.

Mitos: Ibu hamil yang ketakutan, akan “menyakiti” janinnya dan meningkatkan risiko keguguran.
Fakta: Ketakutan berlebihan akan memicu stres dan menghambat perkembangan janin. Alihkan pikiran dan perhatian pada kehamilan saat ini, bukan hal-hal yang ditakutkan kelak. Mulailah selalu berpikir positif sehingga yang terjadi  adalah hal-hal baik dan positif. Sebab, apa yang Anda pikirkan itulah yang akan terjadi.

Mitos: Bayi yang mengalami keguguran “tahu” kalau dia tidak diinginkan.
Fakta: Janin dapat merasakan dan mengetahui perasaan ibunya melalui hormon-hormon yang diproduksi tubuh ibu. Kemarahan melepaskan hormon adrenalin, ketakutan melepaskan hormon kolamin, stres melepaskan hormon kortisol dan perasaan senang melepaskan hormon endorphin. Hormon-hormon ini diteruskan melalui plasenta kepada janin dalam hitungan detik saat ibu merasakan emosi tertentu. Rasa marah atau resah berkepanjangan yang dialami ibu  tidak akan  menyebabkan  keguguran tapi menyebabkan janin berkembang tidak sempurna, lahir dengan berat badan rendah, kolik pada bayi atau kesulitan belajar di kemudian hari.

Mitos: Keguguran terjadi karena ibu hamil mengalami stres.
Fakta: Saat stres tubuh ibu mengeluarkan hormon kortisol yang bila terlalu banyak diproduksi bisa menembus plasenta dan mengganggu perkembangan otak janin. Selain itu stres juga membuat ibu berisiko mengalami pre-eklampsia. Beristirahat, santai, berolahraga atau relaksasi dapat membantu menurunkan hormon pemicu stres.

Mitos: Ibu hamil mengangkat benda yang berat atau menggendong anak pertama yang sudah balita dapat menyebabkan keguguran. Fakta: Keguguran lebih banyak disebabkan oleh kelainan pada janin, rahim, penyakit berat yang diderita ibu atau janin terkena infeksi. Benturan yang keras dapat menyebabkan keguguran. Menggendong atau mengangkat benda  tidak menyebabkan benturan pada janin. Tapi, saat mengangkat beban berat, janin akan tertekan dengan keras. Hormon kehamilan yang meningkat menyebabkan persendian lebih longgar  sehingga ibu hamil mudah mengalami nyeri punggung. Mengangkat beban berat di trimester ke-2 atau ke-3 dapat membuat ibu hamil mudah jatuh. Keadaan ini dapat menyebabkan risiko bayi lahir prematur atau plasenta terlepas dari tempat pelekatannya. (me)






 



Artikel Rekomendasi