Janin Rentan Skizofrenia?

 

Istilah skizofrenia saat ini sedang kencang dan sering terdengar. Maklumlah, keluarga penderita skizofrenia, yang sebelumnya menganggap itu sebagai sakit jiwa atau diguna-guna, semakin banyak yang tahu bahwa penyakit itu bisa diobati dan penderitanya bisa hidup normal.

Bahkan, kini sudah  terbentuk Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), yang bisa menjadi ajang berbagai tukar informasi untuk mengupayakan kemudahan dan pemulihan bagi penderita.

Skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Penderitanya antara lain, sering merasakan halusinasi pendengaran dengan mendengar suara terus menerus atau merasa diikuti oleh agen mata-mata. Sementara, beberapa gangguan yang terjadi saat hamil dan pada janin ketika lahir, dapat meningkatkan risiko terjadinya skizofrenia pada anak kelak.


Penyebab Saat Hamil

Menurut Edwin Fuller Torrey, MD., psikiater dan peneliti khusus skizofrenia., bersama rekannya, Robert H.Yolken, dari Stanley Medical Research Institute, Maryland, AS,  polio, campak, varisela-zoster, rubella, herpes simplex virus tipe 2, dan Toxoplasma gondii- yang diderita ibu saat hamil, diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya skizofrenia pada anak kelak.

Selain itu, risiko terjadinya skizofrenia pada janin meningkat tujuh kali lipat  jika ibu menderita influenza selama trimester pertama kehamilan. Risiko secara keseluruhan memang kecil, namun temuan menunjukkan bahwa sekitar 97% anak lahir dari ibu yang terserang influenza saat hamil berisiko mengalami skizofrenia.

Sebuah tim peneliti dari California Institute of Technology, AS juga menemukan sebuah korelasi tak terduga yang menghubungkan skizofrenia dan autisme pada saat kehamilan. Efek teratogenik (efek yang mengakibatkan perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan, menyebabkan kerusakan pada embrio) diduga bukan berasal langsung dari virus influenza, namun akibat reaksi autoimunitas dari tubuh ibu yang berpengaruh terhadap janin. Diduga, anti-bodi yang dikeluarkan oleh sistem kekebalan tubuh ibu saat mendapat serangan influenza dapat memengaruhi perkembangan dan susunan kimiawi otak janin.

Bagaimana dengan Kondisi Janin?

Janin yang mengalami hipoksia atau kadar oksigen dalam tubuh rendah, sebelum, saat atau segera setelah lahir dapat menjadi faktor risiko terjadinya skizofrenia.
“Hipoksia pada janin mengurangi volume dari hippocampus (bagian dari otak besar yang terletak di lobus temporal, merupakan bagian dari sistem limbik dan berperan pada kegiatan mengingat (memori) dan navigasi ruangan) yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya skizofrenia pada janin kelak,” kata  dr. Mulya Rahma Karyanti, SpA, spesialis anak dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Ini Tanda-tanda Janin Mengalami hipoksia:

1. Bradikardia, yakni denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit.
2. Takikardia, yaitu akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160).
3. Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti timbulnya depresi sistem saraf otonom janin yang disebabkan oleh berbagai pengobatan yang diberikan pada ibu saat proses persalinan.
4. Mengalami apnea atau napas berhenti dalam beberapa waktu dan sulit bangun dari tidurnya.
5. Skor Apgar yang rendah, berkisar 0 - 3.
6. Kejang pada 24 - 48 jam pertama setelah dilahirkan.
7. Bayi memiliki pH yang rendah, menunjukkan asam terlalu banyak dalam tali pusat yang disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen.

Oleh sebab itu, perhatikan dan jaga kondisi fisik ibu hamil selama trimester pertama dengan pemenuhan gizi yang cukup serta hindari atau minimalkan potensi stres yang dapat menurunkan kondisi fisik si ibu.

KONSULTASI DR. TUN BASTAMAN, SpKJ., Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.

 



Artikel Rekomendasi