Flu Burung: Tak Perlu Panik

 

Belakangan ini banyak orang jadi kuatir bila terserang batuk, pilek, apalagi kalau pakai sesak napas segala. Ini gara-gara kasus flu burung yang demikian hebohnya, dan dikhawatirkan banyak ahli menjadi pandemik (penyebaran penyakit secara luas dan serempak).

Flu burung memang bisa menyerang siapa saja. Namun, sikap panik jelas bukan jalan keluar terbaik.

Flu Burung & Pneumonia. Flu burung memang diidentikkan orang dengan sesak napas. Menurut dr. Martin Rumende, Sp.PD, KP, Staf Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, “Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bisa muncul sebagai infeksi saluran pernapasan bagian atas, seperti batuk dan influensa biasa (common cold). Selain itu, bisa muncul juga sebagai infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang dikenal dengan pneumonia atau radang paru-paru.”  

Penyebab berbagai penyakit saluran napas, pada umumnya memang virus. Tapi, hal ini tidak berarti selalu virus influensa H5N1 penyebab flu burung yang sedang naik daun saat ini. Makanya, Anda jangan langsung panik seandainya Anda atau keluarga menderita batuk dan pilek. Karena, memang belum tentu Anda menderita flu burung.  

“Secara virologi, virus influensa terbagi tiga, yaitu A, B dan C. Sementara secara klinis, virus influensa terbagi dua, yaitu human influenza, yang sering menyebabkan influensa seperti yang sering kita alami selama ini, dan avian influenza, penyebab flu burung. Nah, virus flu burung ini, adalah bagian dari virus influensa A,” lanjut dr. Martin.    

Variasi Gejala. Gejala flu burung memang ada kemiripan dengan gejala influensa biasa, yaitu:
  • Demam sekitar 39º C
  • Batuk
  • Sakit tenggorokan
  • Lemas
  • Sakit kepala
  • Nyeri sendi dan perut
  • Muntah
  • Diare
  • Infeksi selaput mata
Dalam keadaan memburuk bisa terjadi gangguan sesak napas hebat. Ini terjadi karena infeksi flu telah menyebar ke paru-paru dan menimbulkan radang paru-paru (pneumonia).

Meski begitu, gejala yang muncul bisa bervariasi pada tiap orang. Ada yang tidak disertai sakit kepala, ada pula yang tidak disertai diare, dan sebagainya.
“Hal yang khas pada infeksi flu burung adalah, selain dapat mengakibatkan infeksi saluran napas bagian atas, juga dapat menyebabkan infeksi saluran napas bagian bawah. Bahkan, hal ini terjadi dalam waktu yang singkat, yaitu 3-5 hari,” lanjut dr. Martin yang sedang melanjutkan pendidikan S3 di FKUI ini.

Repotnya, jika yang menyerang adalah benar-benar flu burung, maka pengobatannya (sementara ini baru dengan tamiflu) hanya dapat dilakukan jika virus itu masih menyebabkan gangguan di saluran pernapasan bagian atas, yaitu sekitar tiga hari pertama.
Jadi, bisakah flu burung disembuhkan? “Bisa, asalkan pengobatannya dilakukan dengan tepat,“ tegas dr. Martin. Jika infeksinya sudah berlanjut meruyak ke paru-paru dan menyebabkan radang di sana, biasanya sudah sulit diatasi.  

Ada juga penyakit yang gejalanya mirip flu burung H5N1, yaitu infeksi saluran napas bagian bawah, di mana orang yang bersangkutan menderita batuk-batuk, sakit tenggorokan, disertai dengan sesak napas. Ini bisa ditemui pada orang yang menderita infeksi pneumonia yang penyebabnya bakteri. Hanya saja, pada orang yang mengalami infeksi saluran napas bagian bawah dengan penyebab bakteri, pengobatannya dapat dilakukan dengan antibiotika dengan dosis tertentu.  

Pemeriksaan laboratorium. Untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus flu burung atau bukan, perlu pemeriksaan laboratorium secara bertahap. Awalnya, pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah penyebabnya virus atau bakteri.

Dari pemeriksaan ini akan terlihat jumlah sel-sel darah putih (leukosit) yang ada dalam darah. Jika jumlah leukosit tinggi, maka diperkirakan penyebabnya bakteri. Jika jumlah sel darah putih justru menurun dari normal, maka diperkirakan penyebabnya adalah virus.    
Begitu diketahui penyebabnya bakteri, maka pengobatan dengan antibiotika pun segera diberikan. Pengobatan ini untuk  mencegah infeksi menyebar sampai ke saluran napas bagian bawah, yang bisa menyebabkan radang paru (pneumonia).

Jika penyebabnya virus, maka perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui jenis virusnya. Repotnya, pemeriksaan untuk mengetahui virus flu burung cukup makan waktu. Padahal, pengobatan untuk infeksi akibat flu burung harus dilakukan dengan cepat. Nah, di sinilah repotnya.

Mengingat saat ini influensa akibat virus influensa H5N1 pada unggas sedang mewabah, maka biasanya tenaga medis tidak saja memeriksa gejala penyakit, tapi juga lingkungan dan kegiatan pasien. Pada pasien akan ditanyakan apakah belakangan ini ada kontak dengan binatang/unggas atau dengan penderita flu burung.  

Mengingat gejalanya bervariasi, gejala yang biasanya paling dicurigai adalah, suhu tubuh meningkat (di atas 38,5º C),  sakit tenggorokan, dan pilek. Bila dari pemeriksaan laboratorium dicurigai sel darah putih menurun, maka dokter akan memberi obat tamiflu. Harapannya, agar virus itu dapat dicegah dan tidak berekspansi ke saluran pernapasan bagian bawah.  

Yang bisa membuat rancu adalah, jika infeksi virus influensa H5N1 sudah masuk ke saluran pernapasan bagian bawah dan menyebabkan radang pneumonia di paru. “Dalam keadaan seperti ini, bukan tak mungkin pneumonianya juga ditumpangi oleh bakteri, sehingga dari hasil pemeriksaan darah bisa saja terlihat jumlah sel darah putihnya meningkat,” ujar dr. Martin Rumende.  

Kalaupun hasil pemeriksaan awal diketahui infeksi disebabkan oleh virus, namun pemeriksaan laboratorium awal itu masih belum bisa memastikan apakah seseorang memang benar-benar terinfeksi flu burung. Sebab, untuk itu memastikannya perlu langkah pemeriksaan lebih lanjut yang tak dapat dilakukan di sembarang tempat.

“Jika suhu tubuh tinggi lebih dari 2 hari dan leukosit semakin menurun, sebaiknya segera periksa hapusan jaringan lendir di hidung atau mulut (dengan mengoles selaput lendir hidung atau mulut memakai kapas khusus) untuk dikirim ke laboratorium milik Litbangkes (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Departemen Kesehatan RI di Jakarta,” jelas dr. Martin Rumende.  Pemeriksaan ini butuh waktu berhari-hari (jika pasien banyak, berarti juga harus antre) dan tidak dapat dilakukan di tempat lain.

Jadi, tak heran jika pasien sudah meninggal pun belum bisa dipastikan apakah penyebabnya virus flu burung atau bukan. Di lain pihak, bukan tak mungkin, dengan gejala yang sama, ternyata pasien meninggal akibat pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, yang kebetulan tidak ditangani dengan baik.  
    
Tetap waspada.
Dalam kondisi wabah seperti ini, kita tak boleh dan tak perlu panik. “Yang penting, waspadai gejala dan lingkungan kita. Misalnya, jika tubuh merasakan gejala yang mirip flu, tak ada salahnya kita mengingat kegiatan kita belakangan ini. Apakah ada kontak dengan unggas, terutama unggas yang sakit, atau, kontak dengan penderita flu burung lainnya. Dari dugaan semacam itu dokter akan dapat melakukan tindakan dan diagnosa yang sesuai,” jelas dr. Martin.    

Seperti kita tahu, vaksin flu burung belum ditemukan. Tapi bukan berarti tak ada yang bisa dilakukan, bukan? Kewaspadaan Anda sangat diperlukan. Bukan saja dengan menghindari kontak dengan unggas yang sakit dan mengimunisasi peliharaan di rumah, tetapi juga tidak boleh lepas dari menjalani gaya hidup sehat. Yaitu, meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, olahraga dan istirahat yang cukup. Daya tahan tubuh yang tangguh adalah kunci ampuh melawan berbagai kuman penyakit.

 



Artikel Rekomendasi