Bersaing Positif dalam Mengasuh Anak

 

Anda sering beranggapan bahwa orang tua lain lebih mahir dan lebih baik dalam mengasuh anak. Anda merasa kalah?

Seringkali seorang ibu memandang ibu lain dengan rasa kagum sekaligus juga iri. Kok bisa ya, dia mengasuh anaknya dengan baik padahal dia juga bekerja? Kok bisa ya, dia mendidik anak-anaknya menjadi anak penurut dan sopan? Kok bisa ya, dia meluangkan waktu untuk anaknya, menyuapi makanan, mengantar dan menjemputnya ke sekolah? Tidak berhenti di sini, beragam pertanyaan lain bernada penuh kekaguman pun berloncatan dalam benak Anda. Ini membuat seorang ibu tersebut merasa kalah dibanding ibu lain yang terlihat begitu sempurna.

Perasaan bersaing. Sikap seorang ibu yang kadangkala membandingkan dirinya dengan ibu lain dalam merawat, mengasuh, dan mendidik anak merupakan hal lumrah yang kerap terjadi.
 
Mengapa demikian?.Kita memang berada di lingkungan yang penuh dengan situasi persaingan. Ini terjadi pula di antara sesame ibu, ujar Jane Swigart, Ph.D ., penulis The Myth of the Perfect Mother. Mitos-mitos seperti: ibu harus dapat melakukan segala hal seperti memasak makanan yang enak dan selalu memenuhi kebutuhan anak-anaknya, merupakan harapan yang kadangkala sulit dipenuhi seorang ibu. Namun bukannya tak mungkin, hal ini dapat dilakukan tanpa kesulitan oleh ibu lain, lanjut Swigart.

Rasa persaingan ini tak cuma muncul dalam hal pengasuhan anak. Proses melahirkan dan pemberian ASI dapat pula memicu timbulnya rasa bersaing dan terelebih lagi perasaan kurang disbanding orang lain. Seorang ibu yang berniat melahirkan secara normal namun pada akhirnya harus menjalani persalinan melalui operasi, sering dilanda perasaan gagal dalam dirinya.

Seorang ibu yang tak berhasil memberikan ASI pada buah hatinya, merasa kalah melihat ibu lain rutin memberi ASI pada anaknya. Perasaan-perasaan yang kerap menilai ibu lain selalu lebih baik dan lebih sempurna dibanding apa yang telah dilakukannya, membuat seorang semakin merasa rendah diri.

Terlalu kritis. Adakalanya ibu tak membandingkan dirinya dengan ibu lain. Namun ia membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Berbagai hal dibandingkan. Misalnya saja, Kok anak itu lebih pintar? Kok bayi 10 bulan itu sudah bisa berjalan? Kok anak itu lebih penurut?

Cobalah yainkan diri Anda bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Bisa saja Anda melihat anak orang lain terampil berjalan di usia 10 bulan, sementara anak Anda masih belajar berdiri. Anda tak perlu cemas dengan menduga-duga anak Anda mengalami hambatan dalam proses tumbuh kembangnya, atau menduga Anda kurang memberikan rangsangan yang sesuai dengan proses tumbuh kembang anak. Sebetulnya, hal ini wajar terjadi karena masing-masing anak punya kecepatan perkembangan yang berbeda-beda.

Melihat anak lain yang lebih sopan dan penurut di kelasnya, dapat pula memancing rasa bersaing ibu. Kok anak saya nakal dan tak mau menurut pada guru? Kok anak saya tak mau duduk diam dan mengerjakan tugas-tugasnya di dalam kelas?

Para ahli psikologi perkembangan sepakat, seorang ibu memiliki kecenderungan bersikap lebih kritis terhadap perkembangan anaknya. Hal ini terjadi karena para ibu memandang pengasuhan anak merupakan tanggung jawab utamanya.

Sikap kritis inilah yang kerap memicu para ibu untuk terus membanding-bandingkan diri sendiri atau pun anaknya dengan ibu dan anak lain. Memang sikap membanding-bandingkan dalam batas tertentu dapat menjadi motivasi positif untuk meraih hasil lebih baik lagi. Namun,bila sikap ini berlebihan, akibatnya Anda akan merasa gagal dan tak.

Harapan realistis. Elizabeth Pantley , penulis buku Perfect Parenting dan ibu 4 anak di Seattle, Amerika Serikat menyatakan, adalah lumrah bila kita ingin menampilkan hal-hal yang terbaik dari diri kita, terutama bila orang lain tengah mengamati diri kita. Ini terjadi pula pada seorang ibu. Biasanya, ibu membandingkan dirinya dengan ibu lain yang dilihatnya di tempat umum atau di sekolah anaknya, atau di tempat kerjanya dan sebagainya. Proses membanding-bandingkan diri inilah yang jadi penyebab rasa rendah diri.

Hal ini tak perlu terjadi bila Anda memiliki rasa aman dan harapan yang cukup baik dan realistis. Bila Anda mengalami situasi seperti ini, tak ada salahnya, meminta dukungan dan bantuan suami, berdiskusi dengan teman-teman dekat, atau juga bergabung dengan kelompok para ibu sehingga dapat saling berbagi dalam menghadapi masalah ini.

Anda juga perlu memantapkan pikiran Anda bahwa segala sesuatu itu tak tak sempurna adanya. Cara ini akan membuat Anda merasa ringan menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapan Anda.

Lihat kembali kelebihan-kelebihan yang ia punyai. Anda pun melihat, betapa anak Anda tak kalah pintar dan tak kalah bersaing dengan anak-anak lain seusianya. Selain itu, hal ini juga membantu Anda menghadapi perasaan-perasaan tidak nyaman, dan juga membangun rasa percaya dalam diri bahwa Anda mampu menjadi orang tua yang sama baiknya dengan orang tua lain.

 



Artikel Rekomendasi