Wajah Turun Tanda Treacher Collins Syndrome?

 

Dokumentasi Ayahbunda


Treacher Collins Syndrome
Seperti kebanyakan gadis cilik usia 7 tahun, puteri saya Odilia Queen Lyla senang memakai pita rambut. Ia sudah punya gaya dan selera sendiri dalam berpakaian –suka rok mini dan warna biru- serta ingin mandiri seperti pergi ke sekolah tanpa diantar. Namun tak seperti anak lainnya, Odil memiliki Treacher Collins Syndrome (TCS), gangguan genetik yang diakibatkan oleh mutasi gen TCOF1 atau POLR1C dan POLR1D itu memengaruhi pembentukan struktur tulang wajah Odil, sejak ia masih berada di kandungan saya, Yola Tsagia.

Kondisi langka di dunia
Kondisi langka yang dialami oleh 1 dari 25.000-50.000 bayi di dunia tersebut, mengakibatkan Odil tidak memiliki tulang pipi.  Ujung matanya cenderung merosot ke bawah, penglihatannya tidak maksimal, ia pun kesulitan bernapas dan makan, serta memiliki masalah pada telinga tengah (microtia unilateral). Suara tidak dapat masuk maupun diterima oleh rumah siput atau koklea Odil. Telinga kanannya memiliki ambang dengar 80 dB (desibel), sementara kiri 90 dB. Padahal normalnya, ambang dengar manusia 0-25 dB. Akibat gangguan pendengaran berat itu, Odil harus memakai alat bantu dengar BAHA (bone anchored hearing aid) di telinga kanan dan kiri. Tetapi karena harga dua BAHA mahal, bisa untuk DP rumah, untuk sementara Odil hanya pakai di telinga kanan. Setidaknya, ia bisa mendengar suara-suara di sekelilingnya, termasuk suara saya.

Pendengaran Odil yang tidak berfungsi dengan baik itu sendiri, baru saya ketahui pada bulan Mei 2015,  enam bulan setelah dr. Tri Lestari, SpA., dari RS Hermina Depok, merujuk Odil ke dr. Fikry Hamdan Yasin, SpTHT (K) di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani tes BERA (brainstem evokad response audiometry). Padahal, saya membawa Odil ke dr. Tri hanya untuk periksa demam yang tak kunjung turun berhari-hari.
Tak sedikit pun saya mencurigai ada gangguan lain yang jauh lebih serius di tubuh putri tunggal saya. Soalnya, Odil memang bisa sebulan sekali masuk rumah sakit, entah karena demam, batuk atau pilek. Begitu batpil, ia musti diinhalasi,  karena bisa sampai tidak bisa bernapas.

Dinyatakan TCS setelah usia 6 tahun
“Anak ibu punya Treatcher Collins ya?” di RSCM, itulah yang terlontar dari dr. Fikry Hamdan Yasin, SpTHT (K), begitu melihat wajah Odil. Saya kaget. Apa itu Treacher Collin? Saya baru mendengarnya.  Jadi selama ini, banyak doker spesialis anak belum memahamil sindroma langka ini.

Ternyata bukan hanya gangguan pendengaran Odil saja yang terkuak dengan tes BERA. Setelah menjalani juga tes timpanografi dan bone window CT scan, dr. Fikry mendiagnosis Odil memiliki TCS. Terus terang, awalnya saya denial. Tidak bisa berpikir! Sepengetahuan saya, tak seorang pun di keluarga kami memiliki sindroma ini.
Dr. Fikry kemudian menyarankan Odil menggunakan alat bantu dengar daripada menjalani operasi telinga. Menurutnya, operasi tidak akan mengubah diagnosis apapun. Lagipula, operasi tidak bisa dilakukan sekali, musti beberapa kali karena telinga Odil masih dalam masa pertumbuhan. “Yang mendesak dilakukan saat ini adalah mengejar tumbuh kembang Odil yang tertinggal akibat gangguan pendengarannya,“ saran dr Fikry.

Selama 6 tahun, saya putus asa dan bimbang karena tidak tahu pendengaran putri saya tidak berfungsi dengan baik. Saya pikir, ia hanya kurang stimulasi saja sehingga bicaranya terlambat. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Seharusnya Odil sudah punya ribuan kata, tapi saat ini cuma beberapa kata. Saya harus 'kerja keras' mengejar ketinggalan 6 tahun yang terlewat.
Padahal, saat berusia 3 tahun, Odil pernah diterapi wicara karena hanya bisa ngomong “mami”, “papi”, “oma” dan “opa” saja, orang-orang yang sering ia temui. Ia pun menjalani terapi sensori integrasi karena untuk bergerak saja masih butuh pegangan – Odil baru bisa berjalan pada umur 2 tahun, dan kadang jatuh-jatuh.
Namun tak sedikit pun saya menaruh kecurigaan ia mengidap TCS. Saya kira itu semua terjadi karena ia dulu lahir prematur 37 minggu. Bayi prematur termasuk bayi berisiko tinggi, cenderung mengalami berbagai gangguan perkembangan seperti keterampilan tengkurap, duduk, berdiri, berjalan, bicara atau perkembangan lain.

Memiliki wajah khas
Anak dengan TCS sebenarnya sudah terlihat dari mukanya yang khas, seperti anak Down syndrome. Tapi entah kenapa, dokter tidak ada yang tahu dan menyadari perbedaan di wajah Odil, begitu juga dengan seluruh anggota keluarga kami.

Tidak mau terus-menerus menyesali kondisi Odil, dan untuk memenuhi keingintahuan tentang TCS, saya bergabung dengan sebuah komunitas di Facebook yang didominasi orang tua anak TCS dari berbagai negara. Di situ saya bisa menyimak keluh-kesah mereka menangani anak, cucu, bahkan diri mereka sendiri, mengatasi kesulitan makan dan bernapas.  Kelangkaan informasi seputar TCS dalam bahasa Indonesia akhirnya mendorong saya membentuk komunitas di Facebook, Love My Face – TCS. Biar kalau ada yang memiliki kerabat, teman atau saudara penyandang TCS, bisa bergabung untuk sharing dan support.  

Kini, di usia pendengaran Odil yang baru lima bulan, sudah lebih banyak kosakata yang ia kuasai. Meski demikian, masih banyak yang harus dipelajari Odil, terutama komunikasi dua arah. Ia masih takut ngomong karena takut salah. Kalimat-kalimatnya masih kacau. Predikat di mana, subjek di mana. Misalnya, “Mami, kantor ke mana di kantor Mami” atau “ Mami, ke pasar Mami ke mana di”? Saya harus selalu membetulkan, karena Odil juga belum paham.

Sederet terapi untuk mengejar ketertinggalan tumbuh kembangnya, aneka pemeriksaan kesehatan rutin dan konsultasi dokter – THT, mata, rongga mulut dan gigi dan neurologi–  masih perlu dijalani Odil. Bersyukur, intelegensia Odil tidak ada masalah, meski ukuran lingkar kepalanya jauh lebih kecil daripada anak seusianya. Namun karena pendengarannya terganggu, maka hal itu mengubah semua, mulai dari keseimbangannya, kepercayaan dirinya, kemampuan sosialisasinya hingga cara berpikirnya.
 Satu hal buat saya dan suami, menjadi orang tua dari anak istimewa itu luar biasa. Banyak pengalaman yang didapat, dari yang tidak tahu sama sekali, jadi tahu sekali. Jangan pernah menyembunyikan anak kita. Mereka sama, kok, dengan anak-anak lain, punya hak yang sama dengan anak lain. Denial boleh, tapi jangan terpuruk. Harus terus maju demi anak kita!

(IMS/ERN)

 



Artikel Rekomendasi