6 Cara Ajar Anak Sikap Optimis

 


Ajarkan anak untuk melihat ‘gelas terisi separo’  daripada ‘isi gelas kosong setengah.’

Mengasuh anak menjadi anak yang optimis akan membuatnya selalu gembira. Sikap optimis  membuat anak kelak lebih mudah mendapat alternatif memecahkan masalah. Dan yang pasti, anak optimis punya banyak teman.

Membangun sikap optimis pada anak, tidak akan sulit apabila  Bunda dan ayah selalu bersikap optimis. Tapi, kalau pun tidak, Anda tetap dapat mengikuti langkah berikut:
  • Hindari berkeluh kesah
Bunda dan ayah siap-siap memasukkan si kecil ke sebuah daycare, karena merasa tempat itu lebih cocok untuk tumbuh kembang si kecil. “Ah, kita kan belum pernah nitip di situ. Bisa nggak ya…” Fokus pada pikiran negatif  merupakan bentuk sikap pesimis.


Hilangkan pikiran pesimis macam itu ya Bunda. Pikiran ragu-ragu akan ditangkap oleh anak,  dan anak pun akan ragu akan kemampuannya menghadapi situasi baru. Lebih baik Anda berkata, “Sayang, ada tempat asyik buat kamu belajar, sementara Bunda dan Ayah bekerja di kantor. Sepulang kerja Bunda atau Ayah akan menjemputmu.”
  • Memiliki harapan yang tinggi
Meski si kecil masih jauh dari masuk prasekolah, tak ada salahnya Anda membuat to do list yang harus Anda persiapkan dan lakukan. Dengan cara ini, Anda membangun sikap optimis yang akan menular pada si kecil. Anak-anak cenderung  putus asa bila gagal melakukan sesuatu. Marah dan ngambek, bila mereka gagal. Beri semangat dan bantuan bila balita Anda merasa tak sanggup memberesi mainannya sendiri.
  • Dorong anak untuk berani ambil risiko
Sebagai orang tua kita berusaha semaksimal mungkin menjaga anak agar tidak celaka dan menghadapi bahaya. Itu tidak salah, Bunda. Tapi adakalanya Bunda tidak dapat menjaganya. Jatuh dari prosotan, jatuh dari mongkey bar, mungkin saja terjadi. Tak perlu melarang anak bermain di play ground. Anda justru harus mendorongnya untuk mencoba keterampilannya. Jatuh dan luka sedikit, itu wajar.
  • Tunggu sebelum bereaksi
Khawatir anak menjadi bahan olok-olok di sekolah, bisa dimaklumi. Tapi Anda tak perlu melakukan pencegahan dengan mendatangi guru si kecil dan meminta agar si kecil tidak diolok-olok. Yang perlu Anda lakukan bukan antisipasi, tetapi membekali anak sikap asertif ketika ia mengadu diolok-olok. Misalnya, “Aku nggak gendut. Nggak baik ngata-ngatain teman.”
  • Ajak anak berjuang
“Aku nggak bisa!” Sering mendapati si kecil mengeluh demikian? Ia tak mau berlatih lagi membuka penutup wadah makannya sendiri, katanya “susaaaaah, bundaaaaaa”. Agar anak tidak berkesimpulan bahwa ia tidak mampu, ubah sudut pandangnya. “Coba lagi. Kamu anak pintar dan kuat. Bisa? Oh, belum bisa. Tak masalah, besok kita coba lagi ya….”

Anda memberi harapan dan keyakinan bahwa setiap hari kepandaiannya akan bertambah. Anda mengajarnya bersikap optimis. Bila sekarang belum bisa, besok belum tentu tidak bisa juga.
  • Tetap realistis
Ikan yang sudah mati tidak mungkin hidup lagi. Jangan beri harapan kosong pada si kecil ketika ia menyesali ikan-ikannya yang mati. Jangan katakan padanya ya Bunda, bahwa kapan-kapan ikannya akan bergerak lagi, padahal diam-diam Anda mengganti ikannya yang mati dengan ikan baru. Lebih baik realistis, katakan pada anak, kalau kita merawatnya dengan baik dan benar, ikan akan hidup lebih lama.


Imma Rachmani.

 



Artikel Rekomendasi