9 Pantang Ucapkan Ini Pada Anak

 


Bayangkan situasi ini; Anda sedang mengerjakan sebuah artikel untuk sebuah media, karena Anda adalah penulis lepas. Tiba-tiba si kecil muncul minta duduk di pangkuan Anda, dan tak henti  bertanya “Semut makannya apa Bunda?” “Tupai yang di pohon kemarin itu suka makan apa?”

Waktunya menyiapkan makan siang si kecil, tiba-tiba ia menumpahkan air di dapur. Dia juga minta persetujuan Anda untuk menyiram tanaman di dalam pot di ambang jendela dapur. Lag-lagi, ia minta gendong, ingin melihat isi panci di atas kompor. Atau, “Bunda, boleh aku warnai gambar tikus pakai warna biru?”

Rasanya ingin berteriak; “Jangan ganggu Bunda!” “Ayo keluar dari kamar kerja Bunda!” “Main sendiri sana, jangan main di dapur!” Kita sering mengucapkan kalimat yang salah, yang membuat anak sedih, marah, dan bingung.

Kalimat-kalimat berikut ini ada gantinya yang lebih baik, yang tidak meninggalkan luka di  hati anak:


“Jangan di sini. Sana!”

Tak ada orang tua yang tak ingin istirahat barang sejenak. Rasanya senang dibiarkan sendirian, menikmati saat santai tanpa diganggu anak, untuk sekadar memulihkan tenaga. Ketika anak mendekati bundanya untuk – lagi-lagi bertanya ini itu dan Anda berkata, “Jangan ganggu Bunda. Bunda lagi sibuk.” Yang tertanam dalam pikiran anak Anda adalah “Tidak ada pentingnya bicara dengan bunda, karena bunda selalu menyuruhku menjauh.”

Dari bayi, buah hati Anda selalu melihat Anda. Ia selalu menempel pada Anda. Jarak terjauh Anda darinya adalah sejauh jarak pandang Anda darinya. Tak heran bila di usia selanjutnya ia mencari-cari Anda sebagai sumber jawaban atas berbagai pertanyaan.
Ada cara lain untuk mengatakan dengan lebih baik; “Sayang, bunda harus selesaikan pekerjaan bunda dulu. Kamu mewarnai gambar sendiri ya…”

 
“Ih, kamu ini….”

Memberi label pada anak, alangkah mudahnya ya Bunda. “Kamu ini bawel…” “Kamu itu nggak mandiri” “Kamu malas…” Akibatnya, dalam sekejap anak memahami bahwa dirinya adalah pemalas, tidak mandiri dan cerewet. Ganti kalimat itu dengan; “Kamu kerjakan sendiri pasti bisa. Hasilnya akan bagus.” Jauhkan anak dari perilaku spesifik yang negatif.
 
  
“Nggak usah nagis…”

Ada kalimat yang lebih bagus, ganti “Sedih, sayang?” “Ayo, jangan jadi bayi” “Sudah besar, nggak perlu takut lagi…”
Mengatakan “jangan…” tidak akan membuat anak merasa lebih baik. Memberi nama untuk perasaan anak membuat anak merasa dihargai. Anda akan melihat hasilnya bagaimana bila Anda punya empati.

 
“Kenapa sih, kamu nggak seperti kakak?”

Membawa-bawa anak lain menjadi contoh memang menyenangkan. Maksud Anda mungkin memberi anak motivasi agar anak Anda  melakukan hal-hal pintar seperti anak lain. “Samy aja sudah bisa ngancing bajunya sendiri. Kamu juga dong.” “Mattew sudah nggak ngompol. Nggak pakai diaper lagi.”

Membandingkan anak lazim dilakukan oleh para orang tua sebagai panduan milestone anak Anda sendiri. Jangan pernah bandingkan anak dengan anak lain, karena irama perkembangan tiap anak berbeda.

“Si sulung dulu lepas diaper umur 2 tahun. Tapi adiknya bisa lebih cepat. Umur 18 bulan sudah bisa ke kamar mandi, pipis tanpa ngompol,” ujar Tiwi, yang ingin mengatakan bahwa kakak adik pun bisa berbeda. Lebih lanjut ia bercerita, si sulung bisa mandi sendiri usia 5 tahun, sementara adik bisa mandi sendiri di usia 3 tahun.

Jangan pernah bandingkan anak Anda dengan anak lain, karena percuma, tidak akan membuat anak termotivasi. Setiap pencapaian ditentukan oleh kematangan. Kematangan tiap anak dicapai dalam usia yang tidak selalu sama. Lebih baik mengatakan, “Bunda lebih senang kalau kamu coba pipis di kloset. Kan sudah besar.” Atau “Wah, hebat! Ternyata kamu sudah bisa pipis nggak ngompol…”
 

 



Artikel Rekomendasi