Anti Korupsi, Harus Mulai Sejak Balita

 

Fotosearch


Anda pernah mengajak anak mengorupsi jam belajar di sekolahnya? Hati-hati, secara tidak langsung Anda mulai mengajarkannya perilaku korupsi. Ternyata hal-hal yang tampak sepele dalam kehidupan sehari-hari dapat membentuk cara pandang dan perilaku anak kelak, menjadi mudah dan terbiasa berperilaku tak jujur dan melakukan korupsi, Say no to corruption!

1. Dimulai dari Ayah dan Bunda
Diana Baumrind, psikolog AS yang terkenal dengan riset mengenai Gaya Pengasuhan Anak, menegaskan peran orangtua sangat penting bagi perkembangan anak. Pendidikan yang diberikan kepada anak akan berpengaruh kuat bagi masa depannya. Penting diketahui, di usia balita, kemampuan anak menyerap dan meniru berbagai hal di sekitarnya sangat cepat. Anak adalah duplikator. Ia belajar bertingkah laku dengan meniru tingkah laku orang dewasa, terutama orangtuanya, baik berupa kata-kata atau perbuatan. Bila ayah bunda terbiasa jujur, otomatis dia meniru jujur. Bila ayah dan bunda tukang bohong. anak akan mudah berbohong pula. Bila ayah bunda berintegritas tinggi, anak mudah menduplikasi. Bila ayah bunda manipulatif, anak cenderung setali tiga uang. Jadi, bila ingin mendidik anak menjauhi perbuatan koruptif, mulailah dari diri sendiri. Jadilah role model baginya!

2. Tidak korupsi waktu
Sengaja terlambat ke sekolah, pulang sekolah lebih cepat dengan berbagai alasan –bukan darurat atau penting- berlama-lama menonton TV padahal sudah waktunya les atau belajar, adalah contoh “korupsi waktu” dalam kehidupan anak sehari-hari. Korupsi waktu tidak bisa dibenarkan, kecuali untuk urusan darurat, misalnya sakit. Korupsi waktu sama berbahayanya dengan korupsi uang. Efek mendasar korupsi waktu adalah anak jadi tidak disiplin dengan apa yang dia kerjakan. Anak tidak bisa mengatur waktu secara proporsional sesuai jadwal yang diberikan kepadanya. Karena itu, biasakan anak berlatih disiplin waktu. Hal ini akan menumbuhkan sikap menghargai waktu pada anak. Bila ia sudah terbiasa, maka ia tidak perlu lagi disuruh-suruh atau dipaksa untuk mengerjakan tugas.

3. Tidak menyuap
Pernah mengatakan ini pada anak: “Nak, kamu ikut lomba gambar ini, yuk. Ibu kenal jurinya, pasti kamu juara, deh. Atau “Nak, kalau datang terlambat ke sekolah, supaya pak satpam cepat membukakakan pintu gerbang, bilang Mbak untuk kasih dia uang.” Contoh lain lagi, Anda menyogok anak dengan makanan saat menyuruhnya belajar.
Memberikan imbalan hadiah yang bersifat materi termasuk perilaku korupsi, dikenal dengan istilah suap atau menyogok. Hal ini mungkin Anda lakukan untuk menyelamatkan anak dari tantangan atau kesulitan, atau ketika membujuknya melakukan sesuatu seperti keinginan Anda. Tetapi ini berdampak kurang baik kepada balita. Dia akan terbiasa mengerjakan sesuatu jika ‘dibayar’. Dan ketika merasa imbalannya kurang, dia tidak akan melakukannya, atau melakukannya dengan ogah-ogahan tanpa tanggung jawab. Pada akhirnya, si kecil akan selalu mencari keuntungan jika dimintai tolong melakukan sesuatu. Sebaiknya, hindari ini. Berikan ia hadiah non material. Ucapan terima kasih dengan tambahan pujian seperti “anak hebat” atau “kamu pintar”, cukup sebagai imbalan untuknya saat membantu Anda.
 
4. Tidak mengambil yang bukan hak atau miliknya
“Bunda, bunganya cantik sekali. Kita petik, yuk.” Saat jalan-jalan berdua anak, si kecil melihat tanaman berbunga di kebun orang yang menjulur keluar pagar. Bila Anda setuju, tanpa Anda sadari, Anda telah mencontohkan kepada anak perbuatan korupsi, yaitu mencuri, mengambil barang milik orang lain, dan itu bukan perbuatan baik. Akan lebih baik jika Anda mengajaknya bersama-sama menghubungi pemilik tanaman, lalu minta izin dulu untuk mengambil 1-2 kuntum, bunganya. Dengan begitu Anda mencontohkan anak untuk menghargai hak milik orang lain. Anak juga belajar bahwa jika ia mengambil sesuatu yang bukan miliknya, maka ia melanggar hak orang, sehingga merugikan orang, bahkan anak bisa dihukum!

5. Ajarkan kejujuran, nilai baik dan benar serta konsekuensi perbuatan
Pura-pura sakit agar tidak harus sekolah, tidak mengaku saat memecahkan gelas, Anda langsung tahu bahwa si kecil berbohong. Mungkin awalnya Anda tertawa mendengar kelucuannya berbohong. Tapi hati-hati, sebaiknya jangan biarkan ia melakukannya lagi. Mulailah tanamkan kejujuran pada anak dengan melatih dan membiasakannya bicara jujur. Jika balita Anda berbohong, tanyakan mengapa ia berbohong. Lakukan saat Anda berdua dengannya. Jika ia tidak mau atau tidak bisa menjawab, katakan sebaiknya ia tidak berbohong. Katakan berbohong itu salah. Ungkapkan Anda lebih menghargai kejujurannya. Katakan juga bahwa kalau ia sering berbohong, teman-temannya akan tidak percaya lagi kepadanya dan menjauhinya. Sebaliknya, jika ia jujur, teman-temannya akan senang berkawan dengannya. Dengan memberi rasa aman pada anak untuk berkata jujur dan penjelasan pentingnya kejujuran sesuai usianya, akan meninggalkan dorongan anak untuk berbohong dan akan terbiasa jujur. (SAN/MON)
 

 



Artikel Rekomendasi