Jika Anak Gemar Mengadu

 

Anda tentunya tak mau anak Anda tumbuh jadi si pengadu yang dijauhi teman-temannya. Tindakan apa yang perlu Anda lakukan?

"Ma, adik enggak mau bagi permennya, tuh," teriak si sulung. Pengaduan seperti ini sering Anda dengar. Bukan cuma tentang si adik, tapi juga mengenai kelakuan teman bermainnya. Meski terbiasa mendengarnya, Anda jengah juga. Apa sih yang membuat anak suka mengadu?

Ingin terlihat unggul. Sebenarnya, anak mengadu karena alasan yang sama dengan orang dewasa. Ia ingin menggunakan kekuasaannya, memanipulasi, membalas dendam, meningkatkan harga dirinya, atau sekadar mencari perhatian. Biasanya, mengadu memang dilakukan antarsaudara, yang didasari rasa persaingan. Namun, ini juga dapat terjadi pada teman bermain.

"Mengadu menjadikan seorang anak merasa lebih unggul atau lebih baik dari anak lain di mata orang tua atau guru," kata Jerry Wyckoff, psikolog anak di Prairie Village, Amerika Serikat.

Walau umumnya terjadi pada anak yang lebih besar, anak batita juga kerap mengadu. Terutama, jika ia berada di sekitar anak-anak yang lebih tua. Susanne Denham, profesor psikologi perkembangan di George Mason University dan penulis Emotional Development in Young Children mencatat hasil penelitian terbaru di Inggris, yaitu anak usia 18 bulan telah memperlihatkan bibit pengadu. Misalnya, dengan mengejek tentang popok boneka beruang saudaranya. Untuk anak usia 18 - 20 bulan, apa yang dilakukan itu sangat pintar. Mereka seakan mengatakan, "Saya tahu bagaimana mengalahkan kamu," jelas Denham.

Di sisi lain, mengadu juga berhubungan dengan rasa moral anak yang mulai tumbuh. Sesuatu melanggar aturan, yang mungkin baru diketahui anak. Ia kecewa dan ingin aturan itu ditegakkan. "Ini menunjukkan, mengadu juga dapat dilihat dari sisi positif," ujar Denham lagi. Artinya, anak telah paham aturan-aturan dan tahu apa yang baik dan buruk. Di samping itu, karena anak-anak usia ini belum terampil menyelesaikan masalah, mengadu kerap menjadi pilihannya.

 



Artikel Rekomendasi