Pentingnya Skrinning di Usia Kehamilan 10 Minggu

 

Fotosearch


Skrining janin 10 minggu diperlukan jika Anda tak menginginkan “kejutan” pada hari persalinan. Berikut tanya jawab seputar hal tersebut.

Saya sedang hamil muda (usia kehamilan 6 minggu) dan ditawari dokter untuk melakukan skrining janin 10 minggu. Ini skrining apa, ya?
Skrining janin 10 minggu adalah prosedur pemeriksaan pada ibu hamil untuk mencari tahu risiko ibu mengandung janin dengan kelainan bawaan. Tidak semua kelainan bawaan janin terdeteksi skrining ini. Yang bisa dideteksi adalah:   
L Gangguan tabung saraf atau penutupan tulang belakang kepala yang menyebabkan terbentuknya tonjolan tulang belakang atau janin tidak memiliki kepala dan jaringan otak.
L  Cacat dinding abdomen sehingga organ perut keluar.
L  Kelainan jantung      
L  Sindroma down  akibat adanya ekstra kromosom 21
L Trisomi 18 dan 13 yang menyebabkan retardasi mental, kelainan bawaan dan kematian janin.
L Kelainan struktur atau organ lain; tunggal, multipel maupun bagian dari sindroma.
 
 
Mengapa saya ditawari skrining ini, apakah saya memiliki risiko mengandung  janin tidak normal?
Jangan khawatir, Bunda. Semua calon orangtua memang ditawari skrining ini, kok.  Karena hasilnya dapat memberi informasi mengenai risiko mengandung janin dengan kelainan bawaan atau genetik. Jika dari hasil skrining terbaca ada risiko, maka bisa menjadi peringatan bagi orang tua, untuk memikirkan  tindakan berikutnya.

Amit-amit ya, seandainya hasil skrining 10 minggu menunjukkan janin saya tidak normal, lalu bagaimana?
Hasil tes yang abnormal menunjukkan peningkatan risiko memiliki janin dengan kelainan bawaan, Tapi harus saya sampaikan di sini, hasil ini tidak akurat 100% dan bukan diagnosis pasti akan terjadinya kelainan bawaan. Pada sebagian besar kasus,, bayi dilahirkan normal meski pun hasil skriningnya abnormal.
 
Kalau begitu buat apa saya melakukan skrining kalau hasil tes-nya tidak akurat?
Bunda, skrining janin 10 minggu ini adalah kemajuan teknologi kesehatan fetomaternal yang pemanfaatannya dikembalikan kepada keluarga pasien.  Mau dimanfaatkan atau tidak, adalah keputusan calon ayah dan bunda.   Faktanya,  hasil skrining memang tidak akuat 100%, melainkan 82-87% karena ada keterbatasan angka deteksi dan adanya hasil yang positif palsu. Skrining dikerjakan untuk memberi informasi besarnya risiko kelainan pada janin, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapan ayah dan bunda, baik secara fisik dan mental, untuk memiliki janin dengan kelainan bawaan.

Jadi bagaimana untuk memastikan diagnosisnya?
Tersedia pilihan untuk melanjutkan pemeriksaan diagnosis pasti melalui prosedur invasif  yang dapat memberikan hasil dengan akurasi sangat tinggi. Tetapi pemeriksaan ini juga tetap memiliki keterbatasan, yaitu tidak didapatnya hasil pemeriksaan jika terjadi kegagalan pembiakan (kultur)  sel janin.

Setahu saya, prosedur invasif itu memiliki risiko terhadap janin…
Benar, prosedur invasif dilakukan dengan melibatkan operasi atau memasukan instrumen ke tubuh pasien. Pada skrining janin  terdapat risiko keguguran akibat tindakan invasif sebesar  1% untuk CVS dan 0,5% untuk amniosentesis.  Ini musti jadi bahan pertimbangan. Selain itu, keputusan melakukan pemeriksaan lanjutan juga harus mempertimbangkan besarnya risiko janin memiliki kelainan kromosom dan konsekuensi memiliki janin dengan kelainan bawaan.  

Jika janin saya didiagnosis memiliki kelainan bawaan yang tidak dapat disembuhkan, namun tidak cukup kuat alasan untuk dilakukan abortus provocatus (abortus yang tidak bertentangan dengan hukum), saya harus bagaimana?
 Jika janin didiagnosis memiliki kelainan bawaan, maka pertama-tama ayah dan bundanya harus dapat menerimanya. Setelah itu, ayah dan bunda harus mempersiapkan diri untuk menghadapi proses persalinan, dan jika bayi terlahir hidup,  mempersiapkan diri untuk menyiapkan perawatan bagi bayi dengan kelainan tersebut.  Memang hal ini akan terasa berat bagi orangtua mana pun, namun paling tidak, sudah dapat diantisipasi sejak awal.  Pihak rumah sakit akan menyediakan layanan konseling psikologis bagi orangtua dan keluarganya agar dapat melalui   masa-masa sulit ini dengan lebih baik. (BDH/MON)

KONSULTASI  DR  ARYANDO PRADANA. SP OG, KLINIK MORULLA JAKARTA
 

 



Artikel Rekomendasi