Rayakan Kemerdekaan di Mancanegara

 

Tinggal 3,5 tahun di Prancis, membuat Sheika N Sholihat, Jurnalis dan Ibu dari Zola mengalami perayaan hari kemerdekaan di mancanegara. Seperti apa keseruannya?

"Selama  3,5 tahun kami sekeluarga tinggal di Paris, Prancis, bisa dibilang kami selalu menghadiri perayaan ‘sakral’ khas Indonesia, 17 Agustus-an. Inilah ajang kami bertemu dengan keluarga dan teman-teman dari Indonesia yang bermukim di Paris.

17 Agustus 2008, adalah kali pertama saya mengikuti perayaan kemerdekaan di kota mode itu. Anak saya, Zola (4) yang lahir dua minggu sebelumnya juga saya bawa. Kebetulan saat itu sedang musim panas dan cuaca sangat bersahabat.  Mengingat sudah hampir satu tahun keluarga kami tinggal di Paris, maka selain rindu kampung halaman saya pun juga ingin Zola mengenal tanah air ayah dan ibunya.

Begitu masuk halaman Wisma Duta, kediaman Duta Besar Indonesia untuk Prancis dan Keharyapatihan Andorra, nuansa merah putih Indonesia sudah terasa. Terlihat beberapa ibu mengenakan kebaya. Dalam undangan tertera, upacara bendera dimulai pukul 09.00. Saya, suami dan si kecil sengaja mengambil tempat agak belakang agar lebih leluasa menyusui dan agar tangisan Zola tidak terlalu mengganggu.

Upacara berlangsung cukup khidmat. Derap langkah kaki para pelajar Indonesia yang mengenakan seragam putih-putih dengan scarf merah mengalungi leher tampak begitu bersemangat.

Selesai upacara, kami pun menyantap sajian Indonesia diiringi musik gamelan. Sulitnya menemukan makanan khas Indonesia di Paris membuat seluruh hidangan cepat habis. Yah, meskipun rasanya tidak sama persis dengan rasa aslinya, setidaknya hidangan ini bisa menjadi obat rindu kami terhadap masakan Indonesia. Kerinduan kami akan Indonesia juga terobati dengan adanya berbagai perlombaan khas 17-an, seperti lomba makan kerupuk. Tidak hanya untuk anak-anak, kompetisi olahraga antar orang dewasa malah sudah diadakan seminggu sebelum hari H.

Lain waktu, tahun 2010, untuk merayakan ulang tahun Zola ke-2, kami menghabiskan musim panas keliling Eropa. Kebetulan pada tanggal 17 Agustus kami sedang berada di Belanda. Kami pun tidak melewatkan momen ini. Bersama dengan satu teman kami yang juga membawa balita, kami pergi ke Wisma Duta di kota Wassenaar. Sama seperti di Paris, kami pun disambut dengan dekorasi meriah merah putih. Acara di sini lebih meriah karena banyak masyarakat Indonesia di Belanda.

Kemeriahan begitu terasa karena KBRI Belanda juga mengajak masyarakat berjualan aneka jajanan Indonesia. Pengunjung pun senang dimanjakan dengan berbagai variasi makanan, ada soto, siomay, pempek, bakso, sampai martabak.   

Untuk pertama kalinya lagi setelah hampir tiga tahun, saya ‘bertemu’ kembali dengan martabak manis. Begitu pun Zola. Itulah pertama kalinya ia merasakan jajanan Indonesia. Selama ini, saya cenderung memberikan olahan makanan ala Prancis karena lebih praktis dan mudah didapat.

Untuk Zola, perayaan kali ini lebih terasa. Di usianya yang ke-2, Zola sudah bisa bersosialisasi dan mendapatkan banyak teman baru. Lucunya, ketika bertemu dengan teman-teman barunya, mereka berbahasa Belanda, sementara anak saya berbahasa Prancis tanpa sedikit pun mengerti bahasa Belanda. Tapi kendala bahasa bukanlah halangan untuk anak-anak itu bermain bersama.

Bagi saya dan suami, acara perayaan 17 Agustus adalah sebuah momen ‘mudik’. Dari negeri jauh, saya justru lebih merasakan keharuan ketika mendengar lagu “Indonesia Raya” dikumandangkan. Di negeri orang, kami tetap bisa menyaksikan bendera merah putih berkibar, menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, berceloteh tentang apa saja kepada teman Indonesia dalam bahasa dan rasa Indonesia."    


 

 


Topic

#AkuIndonesia



Artikel Rekomendasi