Stop Jadi Helicopter Mom

 

Foto: forward.com


Memberi yang terbaik untuk si buah hati, memang baik. Di era persaingan yang begitu ketat, apa lagi yang harus diperbuat selain menyiapkan anak-anak untuk menjadi sang juara? Keberhasilan anak, kebanggaan orang tua, bukan? 

Berat bagi orang tua untuk menghadapi kegagalan anak. Tak aneh bila kita menjadi sibuk 'melapangkan jalan' buat anak-anak kita. Sampai akhirnya kita lupa, bahwa ada saatnya anak mulai dilepas untuk mengatur diri mereka sendiri. Kita menjadi helikopter yang terus menerus mengikuti dan 'meneropong' kegiatan anak dengan selalu mengingatkan jadwal aktivitasnya, dan memperlakukan mereka seperti kristal.

Alih-alih membuat anak sejahtera dan sukses, Anda malah merampas kekuatan mental yang mereka perlukan untuk menggali potensi dirinya. Sadari, kapan Anda harus berhenti menjadi helicopter parents atau helicopter mom. Sebab kalau tidak, Anda sendiri akan mengalami kecemasan. Dampak buruknya, anak Anda akan merasakannya:


Helicopter kids memiliki masalah kesehatan serius di usia dewasa, karena mereka tidak punya kesempatan untuk belajar mengelola kesehatannya sendiri. Anda selalu mengingatkan waktu makan, waktu istirahat, apa yang harus dimakan, dan kapan berolah raga sampai mereka besar. Begitu tidak ada yang mengingatkan, anak tidak peduli tubuhnya (Riset  Florida State University, 2016).

Helicopter kids rentan memiliki masalah emosi karena mereka tidak belajar mengelola emosinya sendiri. Ketika anak ngambek, Anda membujuknya. Saat anak marah, Anda menenangkannya. Kurang mampu mengelola emosinya sendiri akan menyulitkan anak ketika mereka harus pergi dari rumah untuk membangun hidupnya sendiri. Anak-anak yang diasuh oleh helicopter mom mudah depresi dan tidak dapat menemukan kebahagiaan dalam hidupnya (Riset oleh University of Mary Washington di Virginia, 2013).

Helicopter kids merasa berkuasa karena selalu diawasi dan diingatkan. Mereka merasa diri sebagai the centre of universe – sampai usia 18 tahun! Perasaan seperti ini akan memberinya kekecewaan bertubi-tubi (Riset University of Arizona).

Rentan menggunakan narkoba karena helicopter kids tidak bisa membuat toleransi atas ketidaknyamanannya. Orang tua mencegah anak mengalami rasa sakit dan menghadapi kesulitan, akibatnya helicopter kids mencari cara cepat untuk membuat dirinya nyaman dengan narkoba  (Riset University of Tennesee at Chattanooga, 2011).

Helicopter kids tidak punya keterampilan mengatur diri karena tidak tumbuh dengan kebebasan mengelola waktunya sendiri. Lingkungannya sudah sangat terstruktur, dan segala sesuatunya sudah diatur. Tanpa kesempatan mengatur diri sendiri, mereka tidak punya skill yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Riset University of Colorado, 2014).


Immanuella Rachmani
Foto: forward.com

 

 



Artikel Rekomendasi

post4

Intuisi Ibu: Natural atau Bisa Diasah?

Calon ibu terkadang dihinggapi rasa ketakutan akan kemampuan dirinya sendiri dalam merawat anak. Beberapa ibu pun meragukan dirinya memiliki intuisi. Benarkah intuisi terjadi alami atau harus diasah?... read more