Sayang, Kenapa Kamu Lakukan?

 

shutterstock
Mengajarkan moralitas pada anak: Pahami pemikirannya, bukan pelanggaran yang dia lakukan. Yang baik menurut dia, belum tentu baik menurut kita.
 
Bagaimana perasaan bunda ketika perjaka cilik Anda datang membawa bunga dan menyerahkannya pada bunda sambil berkata, “Aku sayang bunda!” Sejenak mungkin Anda merasa tersanjung dan memberikan senyum paling manis untuk buah hati Anda sambil menerima sekuntum bunga itu dan memasukkannya ke dalam gelas berisi air, dan memajangnya di meja ruang tamu.
 
Tapi, bagaimana reaksi Anda selanjutnya ketika Anda sadar bahwa bunga sepatu warna jingga yang dia bawa itu ternyata hasil mengambil dari pot tetangga?
Diam-diam Anda memanggil pengasuh anak yang mengajak anak bermain di taman - lalu bertanya, “dia ambil bunga dari mana?”
 
Diam-diam Anda juga berencana mendatangi si tetangga untuk minta maaf bahwa anak Anda sudah mengambil bunga kesayangannya. Tapi, apa yang ingin Anda lakukan pada anak? Menghukum? Mengatainya ‘maling kembang’?
 
Moralitas berkembang sesuai usia
Apa itu moralitas? Moralitas adalah kemampuan seseorang untuk membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dan mampu mengambil keputusan yang tepat.
 
Moralitas anak terbentuk dari pengalamannya di dalam rumah, di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, fisik, emosi, dan pemikirannya. Dengan demikian, perkembangan moralitas anak juga berkaitan dengan usia.
 
Anak usia 2 sampai 5 tahun memahami baik buruk dan benar salah berdasar perilaku dan keyakinannya. Contoh: Tasya merebut balok dari Edo. Mikha, temannya berkata, “Tasya, nanti kamu dihukum!”
 
Mereka sudah paham soal empati – memahami ketakutan temannya karena melanggar aturan.  Mereka juga tahu bahwa merebut mainan dari anak lain, berarti melanggar aturan. Kalau Edo menangis, Tasya sadar bahwa dia anak nakal, karena membuat Edo sedih. Tapi yang dikhawatirkan oleh Tasya semata adalah dia takut kena hukuman, ketimbang membuat Edo sedih.
 
Lawrence Kohlberg, psikolog perkembangan asal Amerika yang sangat terkenal dengan teori perkembangan moralnya – mengembangkan teori yang pernah dibuat oleh Jean Piaget (1932)  pendahulunya – tentang tahap perkembangan moral seseorang.
 
Kata Kohlberg, anak-anak sampai usia 10 tahun menaati aturan semata karena takut dihukum. Mereka melihat aturan sebagai sesuatu yang mutlak tak terbantahkan dan tak dapat ditawar. Sama seperti Piaget, Kohlberg juga yakin bahwa anak-anak menaati aturan supaya tidak kena hukuman.
 
Pahami pikiran anak, bukan perilakunya

Kalau Anda hanya melihat satu sisi anak Anda ‘mengambil bunga tetangga tanpa izin’ pasti Anda ingin menghukum si kecil.
 
Sementara balita Anda sedang merasa bangga karena membuat Anda senang, dan merasa senang karena ia mendapat cinta Anda. Layakkah bila Anda tiba-tiba menginterogasinya seketika dengan bertanya, “Kamu ambil bunga tante Lidya ya? Sudah minta izin apa belum? Ih, bunda nggak mau terima bunganya. Kamu mencuri..”
 
Bagaimana perasaan si kecil? Hatinya ciut, merasa terhukum,  merasa diri buruk karena mencuri, dan dia sangat ketakutan mendapat hukuman lain lagi.
 
Kalau Anda ingin menegur anak, jangan tunggu sampai besok, karena dia tidak bisa mengingat kesalahannya. Jangan pula seketika Anda menghakiminya. Tunggu ia selesai mandi, kemudian  duduk bersamanya sambil menikmati snack sore. Ciptakan dialog yang santai:


- Ceritakan perasaan Anda; Anda senang mendapat bunga, Anda memang menyukai bunga.

- Tanyakan, dari mana ia mendapatkan bunga itu.

- Kalau anak berkata dia ambil dari pot tante Lidya, tanyakan lagi apakah dia sudah minta izin? Kalau belum, ingatkan bahwa lain kali kalau mau ambil bunga dari rumah orang, harus minta izin. Ceritakan juga bagaimana Anda sering melihat tetangga Anda merawat bunganya dengan penuh cinta. Kalau dipetik sembarangan, pasti si tetangga merasa kehilangan dan sedih.

- Memberi alternatif keputusan; Ambil bunga liar dari lapangan yang juga tak kalah bagus, dan Anda tetap suka.

 
Imma Rachmani
 
 
 

 

 



Artikel Rekomendasi