Anak Tak Mau Makan, Ini Kata Psikolog

 

Foto: Envato
 

Bukannya tak pernah dikenalkan dengan aneka makanan. Segala macam sudah dicobakan tapi mulutnya tetap bungkam. Ada batasan sampai Anda harus cari bantuan. 

 

Setelah lama berurusan dengan anak yang menolak banyak jenis makanan, bunda mungkin bertanya-tanya, ini pemilih makanan yang normal atau sudah red flag?

 

Yuk bunda cari tahu, kapan boleh santai, kapan  harus ke dokter anak, dan kapan minta bantuan psikolog. 

 

Tergolong normal karena

- Sama seperti belajar pipis tanpa ngompol, belajar makan juga sesekali gagal. Anak bungkam, mulutnya tak mau dibuka. 

 

- Biasa terjadi di usia 12 - 18 bulan. Kalau anak menutup hidung dan mulutnya saat Ana menyediakan makanan, itu bukan soal Anda salah mengasuhnya. Ini fase perkembangan yang normal. Selektif atau pilih-pilih makanan sering terjadi pada anak suai 12 sampai 18 bulan. Demikian pendapat Yaffi Lvova, RDN nutrisionis yang menangani gizi ibu hamil, bayi dan balita dari Arizona yang dikutip dari healthline.com. 

 

- Food neophobia. Istilah untuk anak usia 12 - 18 bulan yang tidak mau dikenalkan dengan makanan baru, disebut food neophobia; takut dengan makanan baru. Penjelasan Yaffi adalah, takut dengan makanan baru ini bersamaan dengan kemampuan anak berjalan, berkaitan dengan perlindungan diri bagi anak yang mulai ‘keluar dari sarang’. 

 

- Pertumbuhan melambat  setelah mengalami percepatan pertumbuhan yang ekstrem dalam satu tahun pertama.

 

- Berminat pada sekelilingnya. Banyak hal baru sedang dipelajari sehingga selera makan berkurang. Karena sudah bisa berjalan, banyak hal bisa dicapai dan dialami, sehingga duduk diam untuk makan bukan hal menyenangkan. 

 

Hal baiknya adalah anak usia ini betul-betul memerhatikan rasa laparnya. Bisa saja setelah 4 hari hanya mau makan biskuit, suatu hari dia mau makan kentang goreng dan semur daging cincang yang bunda masak. Banyak dokter anak menyarankan, kalau soal makan, jangan mlihat perilaku hariannya, tapi lihat dalam seminggu. 


Anak boleh saja memiliki makanan favorit. Namun, tidak berarti hal ini jadi konsumsi wajib ada di menu setiap hari. Terlebih bila makanan kesukaannya itu minim serat. Demi pemenuhan nutrisi, para ahli gizi menyarankan agar anak mengonsumsi  makanan bervariasi setiap hari. Tentu Anda ingin membuatnya bahagia. Namun,  pikirkan juga untuk tidak hanya membuatnya senang ‘hari ini’, melainkan memberikan aset kesehatan yang bisa dinikmati hari ini dan nanti. Tetap usahakan untuk mengenalkan berbagai variasi makanan, meski awalnya ia hanya sebatas melihat, mengendus aroma, atau menyicip sedikit. Berikan waktu untuknya beradaptasi. Selalu ingat, bahwa kelak ia akan hidup di tengah orang-orang yang mungkin tak bisa selalu memenuhi keinginannya. Demikian pendapat Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, M.Psi, Psikolog. 


Meski pilih-pilih makan merupakan fase normal, menurut Lvova ada perilaku anak yang harus dikonsultasikan segera pada dokter anak, yaitu bila:

 

- Makan kurang dari 20 jenis makanan.

- Berat badan turun drastis.

- Tidak menyukai banyak jenis makanan seperti karbohidrat, protein dan lain-lain.

- Tidak makan apapun selama beberapa hari.

- Hanya mau makan makanan dengan kemasan tertentu.

- Minta makanan khusus di luar menu keluarga.

- Cemas diajak ke luar rumah bila itu berkaitan dengan makan.

- Meluapkan emosi secara berlebihan saat menolak makan seperti mejerit, melempar dan lari.

 

Ciptakan suasana, dan dorong kemandiriannya

- Suasana makan sangat berpengaruh pada kemauan anak untuk makan. Makan dengan tekanan karena bunda sibuk menghitung berapa suap yang masuk ke dalam mulut anak, akan membuatnya tegang. Bunda dan ayah makanlah bersama anak, tunjukkan bahwa makan itu menyenangkan.

 

- Kalau anak bersikeras dengan mengatakan “Makan sendiri aja!” Pertanda dia ingin mandiri dan ingin makan sendiri. Meski berantakan biarkan saja.

 

- Pikirkan kembali piring makan anak. Meniru orang dewasa merupakan salah satu cara anak belajar termasuk dalam hal makan. Warna piring dan peralatan makannya bisa memengaruhi selera makan anak. Coba gunakan piring dan sendok yang sama dengan yang digunakan seluruh anggota keluarga. Atau berikan pilihan yang mana yang ingin dia gunakan.

 

- Ajak anak sesekali ke dapur untuk mengeksplorasi bumbu seperti bawang, sayuran, dan daging. Biarkan tangannya mengenali bahan-bahan makanan, izinkan pula membantu memecahkan telur. 

 

- Jangan terlalu banyak jenis makanan di dalam piringnya karena bisa membingungnkan anak. Siapkan karbohidrat dan 1 jenis lauk, lalu tambahkan yang lain bila yang ada di piringnya sudah habis. Bila anak masih ingin makan, sediakan sup di mangkuk terpisah, tidak dicampur. Rasa makanan yang campur-campur tidak akan terasa enak. 

 

Berpikir out of the box

- Jangan terlalu serius menjalani keseharian. Coba kenakan celana dalam anak di kepalanya, mungkin dia akan menyukainya. 

 

- Tidak perlu terpaku pada cara memasak yang biasa. Kalau anak bosan nasi, berikan spaghetti atau jagung rebus. Masak dengan aroma yang menggugah selera. 

 

- Tidak ada keharusan apa dimakan kapan. Kalau anak menolak makan telur di pagi hari, pindahkan ke siang atau malam. Kalau sarapan pagi dia minta ikan, berikan saja. Tidak ada aturan ikan tidak boleh dimakan pagi hari.

 

Snack dan camilan

Buat camilan yang bervariasi, bukan yang itu-itu saja, sama setiap hari. Variasikan warna agar anak senang bereksperimen dengan makanannya.

Contoh camilan yang baik untuk balita:

- 1 mini burger berisi sepotong keju dan seiris timun dan tomat. 

- 1 buah ucp cake pisang, atau 1 cup cake wortel.

- 1 cangkir smoothies, atau jus avokad campur susu dingin.

Pastikan camilan tidak melebihi 110 kkal.

 

Kenalkan makanan baru tidak dengan paksaan. Minta anak mencicipi sedikit menu baru yang bunda masak hari itu. Bila anak mati-matian menolak, bujuk anak dengan mengatakan, “Coba dulu, kan belum pernah. Kalau nggak enak, boleh dilepeh.” Tepati janji Anda, kalau anak tidak suka dan melepeh makanannya jangan sedih. Katakan saja, “OK sekarang belum mau, kapan-kapan kalau sudah agak besar dicoba lagi ya….” Tekanan pada kata ‘kalau sudah besar’ akan membuat anak berpikir bahwa dia masih kecil. Anak usia balita sangat ingin dianggap anak besar. Ia bisa tergerak untuk mencoba lagi. 

 

Buang kebiasaan  mengritik atau mencela makanan. Perilaku ini diamati oleh anak dan ditiru. Apa pun rasa makanan yang sudah dibeli atau dihidangkan, jangan dicela. 

Direvisi 18/02/22

Baca juga
5 Pilihan Camilan Sehat

 



Artikel Rekomendasi