Anak Cerdas Selalu Penasaran

 


George Loewestein, pengajar Ekonomi dan Psikologi di Carnegie Mellon University mengajukan sebuah teori di sebuah makalah klasik tahun 1994, “The Psychology of Curiosity”. Ia menjelaskan, keingintahuan muncul ketika pehatian seseorang terfokus pada sebuah  informasi yang dirasa kurang (ada celah atau kesenjangan). Kesenjangan itu membuatnya termotivasi untuk melengkapi informasi yang “hilang” tadi.
 
Rasa ingin tahu merupakan motivator yang kuat –membangun mental dan emosi- yang mendorong seseorang mau belajar dan maju. Agar perasaan itu terus ada, orang tua juga harus membantu menstimulinya. Berikut tiga cara praktis merangsang keingintahuan anak dikutip dari www.ideas.time.com:

- Mulai dengan pertanyaan. Ilmuwan kognitif Daniel Willingham menulis dalam bukunya Why Don’t Student Like School?, banyak guru –juga orang tua dan para pemimpin dari semua jenis kalangan- lebih berfokus pada jawaban. Dengan kata lain, tidak mencurahkan cukup waktu untuk mengembangkan pertanyaan. Misalnya, anak bertanya, “Mengapa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang tinggi, Bu?” jawablah, “Bagaimana menurutmu jika air mengalir dari tempat renda ke tempat tinggi?”

- Buat pancingan. Dalam makalahnya, George Loewenstein mencatat bahwa rasa igin tahu membutuhkan beberapa pengetahuan awal. Anak biasanya tidak penasaran dengan sesuatu yang tidak diketahuinya. Tapi begitu ia tahu sedikit, keingintahuannya justru terusik dan ia ingin belajar lebih banyak. Penelitian menunjukkan, keingintahuan meningkat seiring dengan pengetahuan; semakin kita tahu, semakin kita ingin tahu. Untuk memulai proses ini George menyarankan untuk memberi “sedikit” informasi menarik yang tidak lengkap untuk memancing rasa penasaran anak.

- Ajak diskusi. Untuk hal-hal yang ditanyakan anak, ajak ia  mencari tahu jawabannya lewat berbagai sumber.
(Ester Sondang)
 

 

 



Artikel Rekomendasi