Kurikulum Keluarga Najeela Shihab

 

Fotosearch



Bagi setiap orang tua, tak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki anak-anak  yang sehat, cerdas, ceria dan bahagia. Anak-anak yang bisa mengerti dan memahami perkataan orang tuanya tanpa disertai banyak bantahan atau menganggapnya angin lalu. Menerapkan setiap nasihat yang diberikan orangtua dalam kehidupan sehari-harinya juga anak-anak yang terbiasa menggunakan tiga kata ‘sakti’, tolong, maaf dan terimakasih, menjadi penghias perkataannya.

Tentu bukan hal mudah bagi Anda mewujudkannya. Namun, Najeela Shihab, psikolog anak sekaligus pegiat pendidikan Indoesia mengatakan itu bukan hal mustahil. Selama Anda memberikan cinta dan perhatian penuh dalam pengasuhan, memiliki anak bahagia dan cerdas bukanlah sekadar impian.

“Kunci utama menciptakan generasi yang bahagia dan cerdas adalah keluarga yang berdaya dan terus belajar. Berdaya dalam upaya memenuhi kebutuhan anak, baik secara fisik mau pun psikis dan juga terus belajar memahami kondisi anak di berbagai situasi,” ungkap Ibu Ela.

Berdasar penelitian dan pengalamannya sebagai seorang ibu dari tiga anak, Ibu Ela menyebutkan bahwa ada tiga kurikulum keluarga yang dapat membantu Anda merealisasikannya dengan lebih jelas, yaitu:
 
  1. Hubungan reflektif. Lingkungan sangat memengaruhi kondisi anak sehingga hubungan baik yang tercipta dengan orang-orang dewasa di sekelilingnyalah yang akan membuatnya bahagia.
  2. Disiplin yang positif. Anak adalah peniru ulung, ia akan mencontoh segala hal yang dilakukan orang tuanya. Maka perlu kontrol diri yang penuh juga kesabaran agar anak bisa melakukan hal baik tidak berdasarkan perintah atau paksaan melainkan karena kesadaran diriny
  3. Belajar efektif. Orang tua perlu terlibat langsung dalam setiap pembelajaran anak agar dapat mengukur seberapa besar pemahaman anak tentang hal baru yang diberikan padanya. Karena menjadi bagian dari proses belajar anak lebih memiliki hasil yang efektif dibandingkan mengikutsertakan anak dalam berbagai aktivitas penunjang pendidikan tanpa mengetahui seberapa dalam ia mengerti.
 
“Pengasuhan merupakan proses jangka panjang yang hasilnya baru dapat kita lihat 20-30 tahun mendatang. Lakukan setiap prosesnya dengan penuh cinta, karena ini bukan soal membesarkan anak semata, namun bagaimana cara mengabadikan nilai-nilai kebaikan dengan terus mewariskannya pada anak-cucu dan gereasi-generasi setelahnya,” tutur Ibu Ela. (Wita Nurfitri)



Baca juga:
Tantangan Membesarkan Anak Setelah Perkawinan Kedua 
6 Aturan Main Posting Sosial Media untuk Pengasuh Anak Anda
Tantangan Membesarkan Anak di Dalam Keluarga Besar

 



Artikel Rekomendasi