Siapakah Sinterklas?

 

Menjelang Natal, sosok pria tinggi besar, berjenggot putih dan berjubah tebal warna merah ini akan sering muncul di sejumlah tempat. Di mal, supermarket atau pusat-pusat perbelanjaan. Tak hanya anak-anak Kristiani, anak-anak penganut agama lain pun jadi bisa ikut melihat dan mengenal Sinterklas. Mereka senang sekali berfoto bersamanya. Namun apakah legenda si pemberi hadiah ini baik untuk perkembangan anak? Apa jawaban bunda, saat balita bertanya tentang sosok Sinterklas?

Beberapa ibu punya beragam jawaban saat balita bertanya tentang Sinterklas. Mulai dari kakek baik hati yang suka memberi hadiah untuk anak yang baik dan pintar hingga seorang badut dari Kutub Selatan.

Namun ada juga beberapa bunda yang justru enggan menceritakan siapa itu Sinterklas. Tak sedikit yang beranggapan menceritakan Sinterklas sama dengan mengajarkan kebohongan. "Bagi keluarga kami, yang terpenting adalah Tuhan Yesus Kristus. Dialah arti Natal yang sesungguhnya," jelas Heny Wicaksana, ibu dari seorang balita.


Ungkap 'kebenaran' tentang cerita Sinterklas?
Menurut Psikolog perkembangan, Anna Surti Ariani, S.PSI adalah saat anak berusia 3 tahun. Namun anak usia batita 2-3 tahun akan puas mendapat jawaban singkat tentang Sinterklas. Tapi, anak usia 3-4 tahun punya keahlian bertanya seperti seorang wartawan. Ia akan bertanya lebih detil dan mendesak tentang Sinterklas. “Dan tugas orang tua untuk menyediakan jawaban atas pertanyaanya,” terang Nina.  Sebelum usia 3 tahun, Nina menyarankan untuk tidak "memanjakan" anak dengan cerita Sinterklas. Boleh sesekali bercerita, namun sambil menekankan bahwa Sinterklas hanya tokoh rekaan, sama halnya dengan tokoh-tokoh khayalan di buku dongeng lainnya.

Nina memberikan kiat bagaimana menjawab pertanyaan anak tentang Sinterklas.
  • Untuk mengatakan kebenaran ini, pilihlah waktu yang cukup jauh sebelum momen Natal datangm jangan sudah dekat dengan suasana Natal
  • Sebelum menjawab pertanyaan, cari tahu dulu latar belakang Sinterklas dan cari cara menjawab dengan konteks yang tepat sesuai dengan usia anak.
  • Gunakan kalimat-kalimat yang lebih sederhana.
  • Agar lebih mudah, coba cari jawaban lewat film atau buku cerita. Balita lebih mudah mengerti jawaban dengan cara yang kongkrit dan nyata, sesuai dengan apa yang dilihatnya.

Menurut Nina, orang tua bisa mengambil sisi positif dari dongeng Sinterklas. Melalui dongeng, orang tua bisa mengaktifkan dunia fantasi anak sehingga daya imajinasinya terasah. “Karena satu dongeng saja bisa membawa anak melanglang buana dengan imajinasinya. Malah, dia bisa menciptakan tiga cerita berbeda dari dongeng aslinya,” terangnya. Dongeng juga bisa membuat anak berpikir kritis.

Apa pun pilihan Anda, mau tetap mempertahanka cerita tentang Sinterklas ataupun tidak, pilihan di tangan Anda. Yang terpenting adalah bahwa Anda tetap mengajarkan si kecil tentang makna sesungguhnya dari perayaan Natal melalui penejelasan yang sederhana.  Misalnya tentang kasih sayang terhadap sesama seperti yang telah Kristus berikan kepada umat manusia.





 



Artikel Rekomendasi