Perkembangan Kognitif Vs Kecerdasan

 


Dalam acara Jumpa Pakar Ayahbunda & Philips Avent, Psikolog RSIA Grand Family Ellen Susila, M.Psi., menjelaskan, tiap anak membutuhkan stimulasi yang berbeda yang sesuai usianya agar kemampuan kognitif dan kecerdasan otaknya bisa meningkat dengan optimal.
 

KOGNITIF
 
Sebelum melangkah lebih jauh, sebenarnya apa itu perkembangan kognitif? Kognitif , dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhubungan dengan atau melibatkan kognisi; berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris.  
 
Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), dan evaluasi (evaluation). Seperti yang dijelaskan Jean Piaget (1896-1980), psikolog asal Swiss yang mengembangkan teori ini, teori kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan atau mempresentasikan kemampuan rasional (akal) berdasarkan kenyataan.

merujuk pada Piaget, Ellen mengemukakan empat (4) tahapan perkembangan kognitif. Di antaranya adalah:
 
Tahap Sensomotorik (0-2 Tahun)
- Terbatas pada kemampuan gerak motorik dan panca indera.
- Keinginan memegang barang dan menyentuh.
- Mengeksplorasi sekitar.

Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
- Menjadi egosentris (menjadikan diri sendiri sebagai titik pusat pemikiran).
- Mulai meniru orang-orang di sekitarnya.
- Belum mampu berpikir abstrak.

Tahap Operasional Konkrit (7-11 Tahun)
- Egosentris mulai menghilang (mulai melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain).
- Mulai berkelompok dan senang bekerjasama.
- Mampu berpikir sistematis.
- Memiliki motivasi.
 
Tahap Operasional Formal (11-15 Tahun)
- Kemampuan berpikir lebih tinggi.
- Mampu menganalisa dan berpikir abstrak.
- Problem solving baik.
 
 
KECERDASAN
 
Kecerdasan adalah kapasitas seseorang untuk belajar dan menguasai pengetahuan dan untuk memahami konsep serta suatu hubungan tertentu.
 
Ada dua (2) faktor yang memengaruhi kecerdasan. Yaitu genetik dan lingkungan.
 
Kecerdasan yang dipengaruhi lingkungan bisa dikembangkan melalui stimulasi:
  1. Kebutuhan fisik-biologis (gizi/nutrisi) untuk pertumbuhan otak.
  2. Kebutuhan emosi (kasih sayang) untuk kecerdasan emosi. Yakni dengan mengajak anak berbicara dan bernyanyi, menggendong, memeluk, bermain cilukba/menyembunyikan mainan.
 
Stimulasi ini penting dilakukan, karena sel otak sudah dibentuk sejak janin berada di dalam kandungan (usia kehamilan 3-4 bulan) dan sistem sel antar otak mulai bekerja maksimal sejak usia janin 6 bulan hingga anak berusia 3 tahun. Itulah mengapa, ibu hamil juga harus mengajak janinnya mengobrol sejak masih dalam kandungan.
 
Saat anak berada di usia sekolah dan remaja, hubungan antar sel di otak akan semakin kompleks dan pertumbuhannya pun semakin melambat. Stimulasi yang dilakukan pun harus lebih beragam, yaitu dengan memberikan stimulasi variatif (stimulasi dari lingkungan yang bervariasi) agar anak memiliki banyak variasi kecerdasan (multiple intelligence) seperti yang dikemukakan Howard Gardner.
 
  1. Stimulasi kecerdasan linguistik: mengajak bernyanyi/bicara, membacakan cerita, mengajak bermain, memanggil nama, dll.
  2. Stimulasi kecerdasan naturalis: mengajak bermain di pantai/pegunungan, berjalan di rumput, memelihara ikan atau binatang, memelihara tanaman di rumah.
  3. Stimulasi kecerdasan logika matematika: mengajak bernyanyi bertema angka, menghitung mainan yang dimiliki, dll.
  4. Stimulasi kecerdasan interpersonal: bermain bersama dengan anak lain yang lebih muda/tua dari si anak, berbagi/sharing, bersalaman dengan orang lain (usia 9-12 bulan), mengenalkan orang baru.
  5. Stimulasi kecerdasan intrapersonal: mengajak bayi tersenyum, menjauhkan diri dari kata kasar dan sifat emosional di depan bayi, menceritakan perasaan kita kepada anak.
  6. Stimulasi kecerdasan visual spatial: menggantung atau menggerakan benda berwarna mencolok seperti lingkaran atau benda kotak atau benda berbunyi.
  7. Stimulasi kecerdasan kinestetik: merangsang anak merangkak (6-8 bulan), lalu duduk dan berlatih berdiri sambil berpegangan, memasukkan mainan ke wadah, minum dari gelas, melatih berjalan (9-12 bulan).
  8. Stimulasi kecerdasan musikal: memainkan alat musik, bernyanyi, mendengarkan musik.
Howard Gardner menambah satu lagi kecerdasan sebagai temuannya, yaitu kecerdasan eksistensial. Kecerdasa eksistensial dijelaskan oleh Gardner ketika seseorang mempartanyakan arti hidup, peran manusia di dunia, atau mengapa kita mati. 
Menstimulasi kecerdasan eksistensial dapat dilakukan dengan sering memperdengarkan musik dan anak belajar memainkan instrumen musik kelak di usia yang tepat. 

Sebuah riset menyebut, ketika seseorang memainkan alat musik, bagian otak yang bernama corpus collosum - yaitu bagian otak yang menghubungkan otak kanan dan kiri - mengalami penebalan. Penebalan di bagian ini membuat anak lebih kreatif dalam berpikir, dan mampu membuat perenungan-perenungan, mengaitkan dirinya dengan sang pencipta. 

DISARANKAN
Stimulasi dilakukan setiap hari dalam suasana yang senang dan bahagia, serta disesuaikan dengan usia anak.  (ESTER SONDANG)
 

Diperbaiki 2 Februari 2022 
 
 Baca juga:
Kreatif Berpikir Berkat Musik
 

 

 



Artikel Rekomendasi