Breastfeeding Family: Konsep Menyusui Masa Kini

 

Foto: dok. Freepik


Selama ini, sebagian besar ibu menyusui menanggung dan memikirkan masalah-masalah menyusui sendirian. Saat merasa ASI-nya tidak lancar, lelah karena bayi menangis terus tapi tidak mau menyusu, panik serta berusaha mengatasi situasi-situasi sulit menyusui, semua dijalani ibu dengan pemikiran bahwa ini adalah masalahnya ibu menyusui. Tunggu dulu! Tidak seperti itu. Masalah ibu menyusui adalah masalah semua orang yang terlibat dengan ibu dari awal sebelum melahirkan hingga tiba masa menyusui. 

Dari Suami, Keluarga Besar, hingga Tenaga Kesehatan  
Proses menyusui bukan hanya bergantung pada ibu, tapi juga bergantung pada bayi dan keluarga. Siapa saja keluarga yang dimaksud di sini? Suami sudah pasti dihitung pertama kali, ya, kan? Lalu siapa lagi? Keluarga yang ada di dekat ibu juga merupakan teamwork menyusui. Mereka wajib memberikan bantuan agar ibu bisa mengurus diri, menjadi lebih rileks, proses menyusui lebih lancar, memastikan ibu tidak panik, dan seterusnya.

Lalu bagaimana dengan pihak tenaga kesehatan seperti perawat kamar bayi, bidan, juga dokter? Betul sekali. Mereka juga termasuk teamwork ibu menyusui. "Tenaga kesehatan yang mendampingi ibu pasca melahirkan, sebaiknya menyemangati ibu menyusui bukan mematahkan semangat ibu dengan buru-buru memberikan susu formula pada bayi baru lahir. Intinya, ibu menyusui memang butuh dukungan berbagai pihak untuk menyukseskan proses menyusui," ungkap dr. Yovita Ananta, Sp.A, MHSM, IBCLC, Dokter Spesialis Anak dan Konselor Laktasi, dalam IG Live Ayahbunda Kamis, 14 Juli 2022 lalu.

Hindari Menambah Persepsi Negatif Ibu Menyusui
Masalah ASI kurang, apalagi ditambah komentar ibu mertua maupun orang tua sendiri, tentu sangat berpengaruh pada kondisi mental ibu menyusui.
Kondisi mental ibu menyusui ini sangat penting karena berkaitan erat dengan hormon yang memengaruhi keluarnya ASI, yakni hormon oksitosin. "Hormon oksitosin diproduksi di bagian otak yang bisa dipengaruhi kondisi mental ibu. Ibu yang bahagia, hormon oksitosinnya lancar keluar. Setelah keluar, hormon ini memengaruhi otot-otot payudara dan kelenjar payudara agar rileks. Dan hasilnya, ASI gampang keluar," jelas dokter Yovita.

"Ibu baru melahirkan ini perlu memahami bahwa banyak sekali masalah bisa saja terjadi saat menyusui. ASI yang tidak segera keluar pasca melahirkan itu juga bukan pertanda ASI tidak cukup, ya," pesan Pracista Dhira P., Konselor Menyusui dan Ketua Divisi Komunikasi AIMI Pusat menambahkan.

Ibu menyusui juga teamwork-nya, perlu dapat membedakan apa yang dimaksud ASI tidak cukup. Ada 2 indikator utama untuk membedakan ASI tidak cukup atau hanya kekhawatiran saja, yaitu: 
1. Pertambahan berat badan bayi kurang. Misalnya, bayi baru lahir hingga berusia 2 minggu, berat badannya merosot lebih dari 10% berat badan lahir.
2. Kondisi urine bayi. Mulai dari urine berjumlah sedikit, berwarna kuning pekat, berbau tajam, dan frekuensi berkemih kurang dari 6 kali sehari.

"Kadang, ibu baru melahirkan menganggap bayi kurang menyusu karena banyak tidur, suka geleng-geleng kalau disusui lalu dianggap sudah tidak mau menyusu, dan saat ASI dipompa terlihat hasil yang sangat sedikit. Padahal isapan bayi dan pompa bisa berbeda dalam menghasilkan ASI. Selain itu, ASI yang tidak segera keluar setelah bersalin juga bukan pertanda ASI tidak cukup," jelas Pracista. 


Menyusui Bukan Kompetisi Apalagi Teori 
Pada dasarnya, ASI sudah mulai dipersiapkan tubuh saat ibu memasuki usia kehamilan trimester kedua maupun ketiga. Pada masa ini, hormon prolaktin atau hormon yang memproduksi ASI sudah mulai dikeluarkan. Namun hormon ini ditekan oleh tingginya kadar hormon estrogen dan progesteron sehingga payudara ibu tidak mengeluarkan ASI. Hanya pada beberapa ibu ada yang mengalami produksi ASI sebelum melahirkan.

Setelah ibu melahirkan, ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan ASI tidak segera keluar. Pertama, tubuh ibu baru saja belajar untuk mengenali kebutuhan si bayi. Kedua, hormon oksitosin belum cukup lancar sehingga ASI yang sudah diproduksi kelenjar susu tidak bisa keluar banyak. Ketiga, kemampuan isap bayi saat menyusu belum cukup baik sehingga payudara tidak cukup terkosongkan.

“Ibu harus paham prinsip supply dan demand dulu dalam menyusui. Kalau pernah dengar istilah "mengosongkan payudara" itu sebenarnya usaha untuk meningkatkan demand supaya kelenjar susu memroduksi ASI kembali. Dan ingat, payudara itu ibarat pabrik, dimana kalau demand-nya banyak, supply-nya atau produksinya juga akan banyak,” jelas Pracista.

Selain itu, jadwal menyusui juga tidak kaku hingga harus sesuai setiap 2 jam sekali sehingga ibu harus memasang alarm demi menyusui si bayi. Ibu yang paling tahu kondisi bayi serta bagaimana sebaiknya mengatur jadwal menyusui. Catat ya bun, tidak perlu beranggapan bahwa mengikuti teori dan kebiasaan menyusui orang lain adalah yang terbaik. (LAI)
 

 



Artikel Rekomendasi