Mendampingi Istri Saat Melahirkan

 

 
 
Banyak hal bisa dialami para suami saat mendampingi isterinya bersalin. Tidak semuanya hal yang manis-manis, yang asam asin bahkan pahit juga bisa dirasakan. Mulai dari suami ikut mulas-mulas, bertengkar dengan isteri, bahkan sampai suami ikut diinfus!

Itu sebabnya, jika Anda, calon ayah berencana untuk mendampingi isteri dalam proses persalinan kelak,  persiapkankan fisik, mental dan pengetahuan tentang proses persalinan, agar kehadiran Anda di ruang bersalin menjadi bermakna - bukan bencana!
 

Kasus  1: Ayah ikut mulas-mulas

Tidak ada penjelasan medis yang dapat menerangkan mengapa beberapa ayah sampai ikut mulas-mulas melihat isterinya mengalami kontraksi saat bersalin. Diperkirakan hal itu terjadi karena rasa empati dan toleransi yang besar terhadap pasangan. Mungkin saja sakit perut yang ia alami sebetulnya adalah keracunan makan atau gejala penyakit maag, yang terjadi karena saat menemani istri melahirkan suami kurang makan, minum dan istirahat.


Kasus 2: Dilarang main handphone

Waktu antara kontraksi pertama sampai akhirnya ibu siap mengejan untuk mengeluarkan bayi, bisa berlangsung hingga bisa 12 jam, bahkan lebih. Dengan panjangnya waktu menunggu, wajar jika Anda bosan lalu mencoba melakukan kegiatan lain, semisal mengutak-utik smartphone:  menelepon, mengirim pesan, mencek media sosial, atau mungkin main games?  Masalahnya, aktivitas Anda itu bisa membuat isteri jengkel, apalagi jika Anda terlihat kelewat asyik, sampai senyum-senyum sendiri atau berfoto selfie seolah-olah “mengabaikan” isteri yang sedang kesakitan. Jika Anda memang berkomitmen  untuk mendampingi isteri bersalin, fokus dan curahkan seluruh perhatian padanya.  Titipkan handphone dan alat komunikasi kepada anggota keluarga yang lain. Bukan hanya Anda yang jenuh, isteri apalagi. Isi waktu luang bersama seperti melayani kebutuhan isteri, menemaninya jalan-jalan, ke toilet, melakukan tenik pernapasan dan sebagainya. Kalau memang Anda perlu mencek smartphone, minta izin isteri dan pastikan ada pengganti Anda untuk melayani kebutuhan isteri.

 

Kasus  3 : Disakiti isteri
 
Ketika rasa sakit menyerang ibu bersalin, ada banyak cara untuk melampiaskannya. Bisa  secara verbal, melalui mimik dan secara fisik. Nah, itulah yang umumnya dilakukan isteri untuk menghadapi rasa nyeri persalinan. Dan, bila Anda berada di dekatnya, bukan tak mungkin, disengaja maupun  tidak, Anda menjadi “obyek” sasaran ketika ia melampiaskan nyeri. Perilaku istri yang tidak terkontrol itu sebenarnya dapat diantisipasi bersama melalui teknik-teknik relaksasi dan mengatasi rasa nyeri persalinan yang dapat dipelajari oleh Anda berdua sejak isteri hamil. Namun, jika “serangan” fisik tetap terjadi, selamatkan diri dengan meraih dan menggenggam tangan isteri dengan lembut, mundur sedikit jangan terlalu dekat tangan/kakinya,  dan bimbing ia untuk melakukan teknik bernapas.

Kasus 4: Serba salah

Di ruang bersalin istri membutuhkan perhatian suami. Tapi ada saatnya seluruh bentuk perhatian yang Anda berikan, terkesan salah di matanya, membuatnya protes terus-terusan sehingga Anda bingung  dan serba salah. Tenang adalah kunci utama mengatasi hal ini. Cobalah duduk di sebelah istri, tarik napas panjang, embuskan perlahan, dan tenangkan diri. Selalu berbicara pada istri dengan nada pelan yang menenangkan. Rasa tenang akan menular padanya, dengan begitu, mungkin saja amarah dan gelisahnya reda. Bila Anda sendiri sudah tak tahan, minta izin keluar ruangan sebentar untuk menghirup udara segar, tapi pastkan isteri tetap ada yang menjaga.



Kasus 5:  Diusir dari kamar

Ketika persalinan berlangsung, emosi istri cenderung menjadi tidak stabil. Kondisi campur aduk antara sakit, takut dan gelisah, akan membuatnya lebih emosional sehingga mudah tersinggung melihat Anda melakukan kegiatan yang “tidak disukainya” seperti main handphone, menonton TV, ngemil, tidur, mengobrol atau bahkan sekedar bertegur sapa dengan perawat, sehingga seolah-olah bagi isteri, Anda  “mengabaikan” dirinya yang sedang kesakitan. Untuk mencegah emosi isteri meledak sampai-sampai ia mengusir Anda, pahami sinyal-sinyal ketidaksukaan istri sejak awal. Pahami sensitifitas dan perilakunya yang saat ini kurang rasional. Bila ia sampai mengusir, tanyakan baik-baik mengapa ia meminta Anda keluar ruangan. Minta maaf atas “kesalahan” yang Anda perbuat, janji untuk tidak mengulangi, dan minta izin agar Anda boleh masuk lagi setelah ia siap menerima kehadiran Anda.   

Kasus 6:  Isteri berubah pikiran tentang pendamping persalinannya
 
Pada hari H, kadang-kadang istri berubah pikiran tentang siapa yang ia inginkan untuk menjadi pendamping persalinannya. Mungkin karena tiba-tiba ia merindukan sosok ibu atau figur keibuan (kakak, tante, ibu mertua), atau merasa lebih percaya diri bila ditemani bidan atau terapis yang biasa menemani saat prenatal class. Hal ini wajar dan tidak mengindikasikan kegagalan Anda sebagai suami. Penuhi keinginan istri demi kelancaran proses persalinan. Bila Anda masih tetap ingin mendampingi, minta izin dokter untuk mengizinkan Anda tinggal di ruang bersalin (tidak semua rumah sakit mengizinkan pendamping persalinan 2 orang), namun ambil posisi agak jauh dari istri.


Kasus 7: Suami pingsan di kamar bersalin

Ruang bersalin berbeda dengan kamar observasi. Kalau ruang observasi lebih mirip kamar tidur, maka ruang  bersalin ditata sesuai dengan standar medis; dingin, steril, berdinding porselen, bau obat  dan penuh dengan perkakas kedokteran, yang mungkin menyeramkan bagi orang awam yang jarang masuk ke sana. Proses lahirnya bayi pun akan disertai dengan keluarnya ketuban, lender dan darah yang berbau menusuk. Jadi, ukur kekuatan Anda.  Jika Anda takut melihat jarum  atau tak tahan pada aroma dan penampakan darah, ditandai dengan kepala berputar, tubuh lemas, menggigil dan pandangan berkunang-kunang, sebaiknya jangan masuk ruang bersalin. Itu karena, jika Anda sampai semaput, maka selain akan mengganggu konsentrasi isteri yang tengah berjuang mengeluarkan bayi, juga akan merepotkan petugas medis. Cara lainnya, ikut masuk dengan mengenakan masker penutup hidung dan duduk/berdiri di dekat kepala isteri. Alihkan perhatian pada wajah isteri, bukan kepala bayi.  Bila Anda mulai “goyang” tarik napas panjang dan embuskan pelan-pelan, atau bila tak tahan segera silam dari ruangan. (KAT/BDH/MON)

 

 



Artikel Rekomendasi