Hak Laktasi, Pemerintah Wajib Proteksi

 



Dalam 15 tahun terakhir, kualitas pengetahuan dan perilaku laktasi ibu Indonesia tidak signifikan membaik. Sejak Riskesdas 2003 hingga Riskesdas 2018 prevalensi ASI eksklusif tidak membaik signifikan, hanya berikisar antara 32% hingga 38%, sangat jauh dari target nasional, 80%.


“Ibu di Indonesia masih struggling. Pertama, bahwa  setelah melahirkan, ibu tidak meninggal.  Kedua, hak laktasinya sebagai ibu bekerja masih harus diperjuangkan,” kata Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK dari ILUNI Kedokteran Kerja FKUI kepada wartawan di Jakarta.
Penelitian terbaru dari Basrowi dan kawan-kawan menunjukkan, pengetahuan dan perilaku laktasi ibu pekerja Indonesia harus jadi prioritas Pemerintah.


Meski sudah ada peraturan pemerintah tentang perlindungan laktasi di tempat kerja – PERMEN 15 tahun 2003 - tetapi implementasinya belum maksimal. “Padahal terbukti sukses laktasi ibu pekerja tidak hanya menyehatkan tumbuh kembang bayi tapi juga membantu mempertahankan status produktivitas kerja,” kata Basrowi.
Kegagalan pemerintah dalam melindungi hak laktasi ibu pekerja  dapat dilihat dari indikator ini:


- Hanya 21% perempuan pekerja yang mendapat ruang laktasi yang private. Dari jumlah itu, 7 dari 100 ibu yang mendapat edukasi tentang laktasi (perusahaan multinasional), 2 dari 10 buruh pabrik (blue collar) yang berhasil ASI eksklusif.


-  5 dari 10 ibu pekerja memerah ASI di toilet atau kamar mandi pabrik/kantor. Ini berarti pemerintah juga gagal melindungi bayi, karena ASI yang diperah di kamar mandi atau toilet terkontaminasi bakteri, sehingga bayi mudah terinfeksi. Selain itu,  Ibu yang memerah ASI di kamar mandi atau toilet memerah pada posisi tidak ergonomis, sehingga ASI yang keluar tidak maksimal. Memerah ASI di kamar mandi/toilet berpotensi mengganggu kesehatan jangka panjang. Karena pemerahan ASI yang kurang  maksimal, hormon yang harusnya dikeluarkan bersama ASI, akan menyebar ke seluruh tubuh. Kurang maksimalnya memerah ASI mengakibatkan retensi berat badan ibu yang berakibat obesitas dan penyakit kardiovaskuler.


- 98% pabrik tidak memiliki konselor laktasi siaga di tempat kerja. Padahal sebuah negara yang sehat didukung oleh kebiasaan yang sehat seperti cuci tangan, dan pemberian ASI eksklusif.


“Selama ini perusahaan memandang dukungan pemberian ASI eksklusif sebagai cost dan bukan investasi. Cara pandang itu harus diubah karena seorang ibu yang diberikan haknya untuk memberikan ASI eksklusif akan meningkat produktivitas kerjanya 8 kali,” papar  Basrowi. Itu sebabnya pemerintah harus mewajibkan konselor laktasi di tempat kerja, ruang laktasi, dan flexible working hour.
 

 

 



Artikel Rekomendasi