10 Penyebab Masalah Rumah Tangga yang Tidak Disadari

 

Foto: Envato


Marah, adalah reaksi emosi ketika sesuatu terjadi tidak seperti yang kita harapkan. Kalau bunda dan ayah bertengkar, wajar saja. Anak-anak yang dilahirkan oleh orang tua yang sama pun kerap salah paham. Apalagi Anda, pasangan yang punya latar belakang keluarga yang berbeda. Banyak sisi lain dari dirinya atau diri kita yang sama-sama baru diketahui ketika menikah. 

 

Memang tidak ada keluarga yang sempurna. Tapi untuk keluarga yang tidak pernah sangat buruk, menemukan masalah yang memicu pertengkaran itu tidak mudah. Tandai hal-hal yang akan berujung pada pertengkaran, hentikan sebelum dimulai.

 

1. Salah satu memiliki kepribadian sulit

Hal yang sebetulnya sudah diketahui sebelum Anda menikah, atau Anda tidak tahu sama sekali sebelumnya.  Seiring berjalannya waktu, Anda menemukan sifat pasangan yang mudah meledak. Buat Anda yang menghadapi, mungkin Anda lelah karena sibuk berpikir apa yang tidak membuatnya meledak. Ajak pasangan mengunjungi psikolog untuk berlatih anger management. 

 

2. Komunikasi tidak baik

Kurang komunikasi atau cara berkomunikasi yang tidak sehat, berpotensi menimbulkan pertengkaran. Rasa tidak puas yang tidak dibicarakan, kekesalan yang dipendam, bisa memicu pertengkaran. Perbaiki segera cara Anda berkomunikasi demi kemanan dan kenyamanan anggota keluarga lain, terutama anak-anak.

 

3. Perfeksionis

Menuntut semua anggota keluarga untuk selalu sempurna membuat suasana rumah tidak nyaman. Terutama anak-anak, sikap perfeksionis orang tua bisa merusak harga diri mereka. Ketika orang tua mendiktekan apa yang harus dilakukan dan bagaimana mereka seharusnya merasakan, dapat menghambat mereka untuk tumbuh menjadi individu yang utuh. Batasan itu penting, tetapi tidak sampai melecehkan emosi anak. Cinta bersyarat dan tekanan untuk memenuhi harapan keluarga bisa memicu permusuhan di antara Anda dan pasangan serta anak-anak.

 

4. Perbedaan cara mengasuh

Ayah mendisiplin dengan keras, sementara bunda menerapkan gentle discipline. Ayah menuding ibu terlalu lembek, sementara anak memihak ibu. Ini pasti sulit. Komunikasikan dengan suami soal perbedaan ini. Jelaskan bahwa apa yang dulu diterapkan oleh orang tua kepada kita, belum tentu cocok untuk anak. Cari jalan tengah agar perbedaan tidak tampak terlalu nyata dan membuat anak bingung.

 

5. Uang

Cukup nggak cukup, harus cukup. Bunda yang berada pada posisi ini pastilah sulit karena single income. Harga kebutuhan yang naik turun membuat bunda pusing. Membuat anggaran merupakan cara jitu mengatasi masalah keuangan. Tapi masalah keuangan seringkali bukan hanya urusan harga naik. Perilaku boros dari salah satu pasangan juga termasuk di dalamnya, yang rentan memicu pertengkaran. Itu sebabnya membuat anggaran penting dilakukan sehingga akan tampak, bagian mana yang bisa dihemat. 

 

6. Memberesi rumah

Tampak kekanak-kanakan memang. Tapi di masa sekarang, ketika ART tidak menjadi pilihan karena takut penularan covid-19, siapa mengerjakan apa menjadi sangat penting.  Tidak bisa seluruh beban mengurus rumah ditimpakan pada salah satu pasangan karena ini menimbulkan kelelahan yang memicu pertengkaran. Solusinya adalah membaginya sesuai usia, dengan melibatkan anak-anak. Anak-anak harus tahu tanggung jawabnya.

 

7. Masalah kesehatan mental

Anak kecanduan game, ibu depresi, atau ayah mengalami gangguan kesehatan mental. Meski orang tua berusaha menyembunyikan, anak-anak bisa merasakan.  Rasa malu bahkan takut bisa membuat anak tidak nyaman dan mungkin jadi mudah marah. Kejujuran diperlukan,  dan minta bantuan ahli sangat disarankan. 

 

8. LDR

Long distance relationship sungguh berat bila tidak dilandasi kesetiaan, pengertian, dan rasa saling percaya. Suami tinggal bersama anak di rumah sebagai base camp, sementara istri tinggal di luar kota karena dinas. Rasa curiga mudah muncul, hal-hal sepele bisa jadi besar. Buat kesepakatan untuk saling mengunjungi secara bergantian dan melakukan video call kapan saja dibutuhkan. 

 

9. Trauma antar generasi

Kemiskinan yang dialami di masa kecil atau trauma rasial misalnya, dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Sorang suami yang dulu dibesarkan dalam keluarga miskin, menghabiskan waktu di masa dewasanya untuk kerja - kerja - kerja dan kerja terus sampai mengabaikan istirahat, akan mengganggu kehidupan perkawinan dan relasinya dengan anak-anak. Demikian pun istri yang dibersarkan dalam keluarga yang penuh trauma karena isu rasialis, mudah merasa tidak aman sehingga bersikap overprotective pada anak.  Waktu luang bersama-sama sangat penting untuk bisa saling fokus; suami terhadap istri, atau bunda dan ayah terhadap anak dan membicarakan harapan masing-masing.

 

10. Sering membantah

Salah satu pasangan terlalu sering membantah perkataan pasangannya. Bila ini dianggap normal, suasana rumah sangat tidak nyaman. Salah satu pasangan tidak dapat menyampaikan harapannya tanpa dibantah. 


Baca juga
4 Rahasia Rumah Tangga Bahagia

Tip Menghindari Pertengkaran Rumah Tangga Selama di Rumah Saja

 



Artikel Rekomendasi