4A: No Baper Hadapi Mom Shaming

 

foto: shutterstock

Tak sedikit bunda yang mengeluhkan pernah mengalami mom shaming. Rasanya, ada saja yang jadi sasaran tembak, entah itu penampilan, pekerjaan sehari-hari, prestasi dan produktivitas atau kemampuan masak. Hal lain yang tak ketinggalan untuk sering dicibir adalah cara bunda mengasuh si kecil.
 
Komentar negatif, kritik tajam, dan pendapat yang menjatuhkan itu tentu menyakitkan sekali, ya. Rasanya sulit untuk tidak baper saat medengarnya. Psikolog Anak & Keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si., atau yang kerap disapa Nina mengatakan bahwa mom shaming bisa membuat seorang ibu kehilangan rasa percaya diri atau tidak yakin melakukan beberapa hal karena mudah terpengaruh dengan perkataan orang lain.
 
Nina juga menambahkan bahwa mom shaming bisa memengaruhi pengasuhan. “Kadang ibu yang mendapat mom shaming jadi lebih pemarah. Ketika sedang sensitif dan harus mengasuh anak-anaknya, jadi mengurangi kualitas pengasuhan ke anak-anaknya,” ujarnya.
 
Sebenarnya, apa yang bisa Anda lakukan untuk menghadapi mom shaming agar terhindari dari dampak negatifnya? Nina membagikan kiat 4A berikut:
 
1. Avoid
Strategi pertama adalah menghindari pelaku mom shaming. Bila memang pelaku hadir di sekitar kita secara fisik, maka usahakan menghindari singgungan fisik. Apabila mom shaming dilakukan lewat media sosial, maka lebih baik abaikan saja. “Kalau bisa hindari tetangga (yang melakukan mom shaming), ya, hindari aja. Ngapain bikin hidup kita susah. Kalau ada pesan (mom shaming) di socmed, ya sudah gak usah dilihat. Hidup kita jadi lebih sederhana,” ujar Nina.
 
2. Alter
Nina menyadari bahwa pilihan untuk menghindar memang tidak selalu bisa diwujudkan. Maka, ia merekomendasikan kiat kedua, “Jika itu tidak bisa dihindari, maka langkah kedua adalah dengan alter atau mengubah. Misal ngomong langsung dengan mereka agar mereka berubah atau mengubah perilaku kita biar mereka tahu bahwa kita keberatan.”
 
Kita bisa menggunakan I message untuk mengubah perilaku mom shaming dari pelaku, misalnya, “Saya terganggu lho, kalau kamu selalu bilang saya X. Saya rasa kamu juga tidak nyaman kalau ada yang berkata demikian.” Anda juga bisa menyertainya dengan perubahan perilaku atau gestur seperti tatapan mata tajam atau perubahan ekspresi sehingga pelaku memahami bahwa apa yang ia sampaikan adalah isu yang sensitif untuk Anda.
 
3. Adapt
Bila dua cara tersebut belum mempan, maka Anda bisa melakukan langkah ketiga, yakni dengan beradaptasi. Adaptasi di sini bukan berarti Anda membenarkan komentar pedasnya dan melakukan apa yang ia katakan, melainkan beradaptasi hidup berdekatan dengan pelaku. Tentu tak mudah menganggap perilaku mereka sebagai angin lalu. Tapi, cara ini membantu Anda hidup lebih tenang tanpa konfrontasi.
 
4. Accept
Tahap yang terakhir adalah penerimaan. Lagi-lagi ini bukan berarti Anda akhirnya memutuskan untuk menerima komentar negatif pelaku. “Ikhlas, menerima bahwa suatu peristiwa ada untungnya buat kita,” ujar Nina. Menurut Nina, bila sudah sampai pada tahap penerimaan ini, kita bisa mensyukuri bahwa komentar negatif dari siapa pun. Dengan begini, hidup Anda akan jadi lebih mindful.
 
Lela Latifa
 
 
 
 

 

 



Artikel Rekomendasi