Faktor Risiko Seseorang Selingkuh, Trauma Masa Kecil hingga KDRT

 

Foto ilustrasi (Freepik)

Perselingkuhan kerap menjadi isu yang menakutkan bagi pasangan asmara, baik yang sudah menikah maupun yang belum. Namun faktanya, cerita tentang perselingkuhan kerap terjadi dan ramai kita dengar. 

Jawa Pos pernah melaporkan, berdasarkan data dari YouGov Survei iFidelity pada 2019, ditemukan bahwa 20 persen pria menikah melaporkan pernah berselingkuh. Jumlah itu berlipat ganda dibandingkan perempuan menikah, yang hanya 10 persen mengaku pernah selingkuh. Survei ini melibatkan 1.282 orang yang pernah menikah. 

Sementara itu, menurut situs kelascinta.com, berdasarkan statistik tahun 2005, 1 dari 10 keluarga yang bercerai, disebabkan oleh alasan selingkuh. The Janus Report on Sexual Behavior mencatat jumlah 35 persen pria (1 dari 3) mengakui pernah selingkuh dari kekasihnya, sementara wanita yang selingkuh adalah sebesar 26 persen (1 dari 4). 

Penyebab dan faktor risiko seseorang selingkuh

Bila mendengar isu perselingkuhan yang terjadi, umumnya masyarakat awam akan berasumsi bahwa pihak yang berselingkuh memiliki perilaku 'nakal', karena telah mengkhianati pasangannya. Namun faktanya tak semua peselingkuh adalah orang yang secara eksplisit terlihat amoral. Sebaliknya, terkadang mereka adalah sosok yang terpandang dengan perilaku yang baik di masyarakat. 

Dalam situs verywellmind.com, ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang berselingkuh. Di antaranya:

- Obat-obatan, alkohol
Saat seseorang dalam pengaruh obat-obatan, adakalanya ia tidak menyadari telah melakukan tindakan di luar batas. 

- Gangguan keintiman dan harga diri rendah
Ada beberapa orang yang merasa tidak ingin terikat atau merasa tidak aman apabila terlalu terikat dengan pasangannya. 

Terkadang, seseorang juga cenderung berselingkuh karena memiliki harga diri yang rendah sehingga ingin membuktikan kelayakannya dengan menjalin hubungan dengan orang lain. 

 
Foto ilustrasi (Freepik)


- Trauma masa kanak-kanak
Orang yang memiliki riwayat trauma masa kanak-kanak (seperti pelecehan atau penelantaran fisik, seksual, atau emosional) dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi untuk selingkuh. Terutama apabila trauma tersebut belum selesai. 

- Terpapar perselingkuhan orang tua
Menurut penelitian di tahun 2015, anak-anak yang terpapar perselingkuhan orang tua, berpotensi dua kali lebih besar untuk selingkuh. 

- Penyakit mental
Penyakit mental seperti bipolar meningkatkan risiko seseorang untuk selingkuh. 

- Pernah selingkuh
Ada ungkapan, "sekali selingkuh, akan selingkuh terus". Sebuah penelitian pada tahun 2017 menguji ungkapan tersebut, dan menemukan bahwa orang yang berpengalaman selingkuh sebelumnya, berisiko tiga kali lebih besar untuk mengulangi perselingkuhannya. 

- Masalah psikologis
Orang dengan gangguan kepribadian narsistik dan egois lebih cenderung berselingkuh. Mereka memiliki empati yang rendah sehingga tidak memikirkan dampak tindakannya pada pasangan. 

- Kecanduan seks
Ada rasa tidak puas terhadap relasi seks atau penampilan fisik dari pasangan yang sah, sehingga mencari kesenangan lain. 

Selain faktor risiko tersebut, sejumlah isu rumah tangga yang menyebabkan ketegangan hubungan dengan pasangan juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk selingkuh:
- Kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun emosi.
- Tidak ada hubungan fisik maupun emosi. 
- Masalah keuangan.
- Kurang komunikasi. 
- Tidak ada rasa hormat dengan pasangan. 
- Kurang kebersamaan. 


ALI

 



Artikel Rekomendasi