Pelaku Mom Shaming Kebanyakan Orang Dekat

 

shutterstock

Mom shaming bisa sangat menyakitkan untuk seorang ibu. Dikritik tajam, digugat caranya, dan dipertanyakan kemampuannya akan membuat seorang ibu akan jatuh ke dalam perasaan gagal menjadi ibu yang baik. Psikolog Anak & Keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si., mengatakan bahwa hal tersebut bisa berdampak ke dalam praktik ibu sehari-hari saat mengasuh anak.
 
Sayangnya, psikolog yang kerap disapa Nina ini menyebut bahwa berdasarkan riset, pelaku mom shaming kebanyakan bukanlah orang yang jauh dari kehidupan si ibu. Nina mengimbuhkan, “Pelakunya kebanyakan orang yang sungguh-sungguh sudah mengenal, misal orang tua atau mertua sendiri, suami, atau teman yang sudah benar-benar dekat.”
 
Menurut Nina, tak sedikit suami, mertua, orang tua, kakak kandung atau ipar yang berceloteh seperti, “Kamu kok gak becus sih, jadi ibu!” “Kamu gimana sih, masa begitu aja nggak bisa?” Atau “Kamu yang bener dong kalau ngurus anak!”
 
“Banyak juga lho, pasangan yang bertengkar terus menerus karena tanpa disadari ada banyak mom shaming atau bahkan dad shaming, tapi gak segera diselesaikan,” imbuh Nina.
 
Terjebak Prasangka Baik
Nina mengatakan bahwa beberapa ibu mungkin mencoba berpikir positif saat menghadapi kritik dari kerabat dekatnya. “Oh ya gak apa sih, mereka mau ingetin, mereka perhatian,” ujar Nina memberi contoh.
 
Nina mengatakan bahwa terus menerus mengeluarkan prasangka baik seperti itu juga tidak baik bagi ibu. Anda justru bisa terjebak semakin dalam pada perasaan buruk yang berdampak negatif pada Kesehatan mental. Nina berpesan agar para ibu bisa membedakan mana yang mom shaming dan mana yang saran, “Sebenarnya kalau mau ditelaah, sama kayak bullying. Apa yang membedakan (mom shaming dengan saran biasa)? Yaitu, ada sesuatu yang merendahkan atau tidak? Ada intensi gak untuk merendahkan?” Nina mengingatkan agar kalimat yang berupa mom shaming dan tak punya nilai masukan yang positif tak perlu terlalu dipedulikan
 
Suami juga Harus Tahu
Bila suami Anda adalah pelaku mom shaming itu sendiri, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan. Pertama, komunikasikan pada suami tentang keberatan Anda dengan komentarnya. Beri ia pemahaman betapa Anda sudah melakukan berbagai upaya dan jelaskan kesulitan Anda.
 
Kedua, sampaikan juga harapan Anda pada suami dan ajukan permintaan padanya untuk membantu Anda dalam hal yang ia keluhkan. “Buat kesepakatan juga agar jangan sampai hal itu terjadi lagi,” tutur Nina.
 
Buat Batasan
Banyak Mama yang tinggal bersama keluarga besar mengeluhkan bahwa mom shaming terus menerus terjadi. Terlebih ditambah lagi dengan keluarga besar seperti orang tua kandung, mertua, atau saudara kandung dan ipar yang terus mencampuri perihal pengasuhan.
 
Menurut Nina, hal pertama yang bisa dilakukan juga mengomunikasikan keberatan Anda pada mereka dan menyampaikan kesepakatan pengasuhan Anda dan suami. Di samping itu, Nina menganjurkan untuk menciptakan Batasan antara kehidupan keluarga inti Anda dengan anggota keluarga besar lainnya. Nina mengatakan, “Kalau kita tinggal di lingkungan keluarga yang besar, kita tetap harus punya boundaries. Misalnya, kamu boleh ngatur anakku pakai baju apa, tapi kalua urusan apa yang harus dimakan, cuma aku yang boleh atur. Atau, kalau aku dan anakku sudah masuk kamar, gak ada yang boleh masuk setelahnya.”
 
Nina mengakui bahwa hal ini memang cukup sulit untuk dilakukan di budaya keluarga Indonesia. “Tapi boundaries yang jelas ini penting agar tidak ada yang jadi korban toxic siapapun. Jadi, biar kita bisa menghargai diri kita sendiri dengan hak-hak kita dan orang lain juga menghargai kita,” ujarnya.
 
Lela Latifa
 
 
 

 

 



Artikel Rekomendasi