Positive Parenting, Tren Pengasuhan Masa Kini

 

FOTO: Freepik

Kita semua tahu, bahwa orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Sayangnya, sering kali orang tua tidak dapat memahami apa yang dinilai “baik” oleh anak-anaknya. Orang tua sering kali terjebak pada definisi “baik” menurutnya saja, misal berperilaku baik, berprestasi baik, atau tampil baik.
 
Untuk mewujudkan segala standar “baik” tersebut, ada kalanya orang tua terpeleset pada cara-cara yang justru menyakiti anak, seperti membentak, menghardik, bahkan memukul anak. Tak jarang pula hukuman seperti dikurung di dalam kamar atau membersihkan rumah menjadi pilihan. Anak-anak pun juga tak bisa lewat dari dibanding-bandingkan dengan anak lain.
 
Cara tersebut mungkin bisa membuat anak patuh saat itu juga. Tapi tidak ada hal lain yang dipelajari oleh anak selain rasa takut pada orang tua. Anak juga tidak mengerti mengapa mereka harus dihukum atas apa yang dilakukannya. Sebab, mereka tidak akan belajar tentang kesalahan dan apa yang harus dihadapi ketika mereka melakukan kesalahan tersebut. Mereka juga tak akan belajar bagaimana memperbaiki kesalahan tersebut.
 
Nah, oleh karenanya, jangan sampai kita mengulang siklus pengasuhan yang sama pada anak kita. Sebab, percayalah bila kita teruskan, gaya pengasuhan seperti itu  akan mengular ke anak-anaknya anak kita—cucu kita.
 
Lalu pengasuhan seperti apa yang cocok untuk diterapkan? Psikolog Ajeng Raviando dalam Instagram Live Millenial Parents Academy bersama Parenting Indonesia mengatakan bahwa orang tua saat ini harus mengikuti perkembangan zaman. Orang tua harus peka bagaimana karakteristik generasi anak kita—generasi alpha. Sebab, menurutnya, beda generasi maka pendekatan pengasuhannya juga berbeda. Untuk saat ini, menurutnya positive parenting akan sangat membantu orang tua dalam mengasuh anak-anak.
 
Apa itu positive parenting? Positive parenting adalah pengasuhan yang menekankan pada hal-hal positif dan menghindari hal negatif. Positive parenting mengupayakan memberdayakan anak untuk mengenali sisi positif dari dirinya agar bisa melakukan hal yang positif juga. Jadi, orang tua menjadi pihak yang sangat konstruktif, bukan juri yang tugasnya berkomentar, menilai, dan menghakimi saja.
 
Menurut Ajeng, kunci dari positive parenting adalah orang tua yang juga berpikir dan bertindak positif. Orang tua bertugas menanamkan nilai positif secara konsisten. Sebab, itu akan menciptakan atmosfer keluarga yang lebih baik.
 
Positive Parenting mengutamakan disiplin efektif dan interaksi yang menyenangkan antara orang tua dengan anak. Keterbukaan menjadi hal yang lumrah di dalam keluarga ini. Anak-anak bisa leluasa bercerita kepada orang tuanya tanpa takut atau malu.
 
Positive parenting sangat menghargai sudut pandang anak. Oleh karenanya, orang tua tidak menutup pintu untuk berdiskusi dan memungkinkan anak bernegosiasi. Positive Parenting membantu anak merasa bangga atas dirinya sendiri.
 
Beberapa orang tua mungkin khawatir, apakah positive parenting ini bisa membuat anak disiplin karena peran orang tua terkesan “longgar”? Di dalam positive parenting, dikenal yang disebut dengan konsekuensi alami. Artinya, anak-anak akan belajar dari kesalahannya sendiri. Misalnya saja, bila mereka tidak memberesekan bukunya, maka mereka akan menerima konsekuensi kesulitan menemukan bukunya. Nah, orang tua bukannya malah mengomel, memarahi, dan menghukum mereka. Artinya, dalam positive parenting, orang tua memberikan anak ruang untuk membuat kesalahan dan belajar darinya bukannya mengontrol anak sedemikian rupa untuk menjadi sempurna tanpa celah. 
 
Positive parenting menurut Ajeng diyakini justru lebih mampu menumbuhkan anak-anak yang memahami makna tanggung jawab. Mereka juga akan mampu berpikir kritis, siap memecahkan masalah, mudah menyesuaikan diri, mandiri, gigih dan kreatif.
 
Baca juga:
10 Langkah Menjalankan Positive Parenting
LELA LATIFA
FOTO: FREEPIK

 

 



Artikel Rekomendasi