Usia Tepat Anak Berpuasa

 

“Puasa. Apa itu ya? Asyikkah berpuasa?” “Aku pengen ikutan puasa.” Itu yang saya pikirkan ketika saya berusia 4 tahun. Semua orang dewasa yang tinggal di rumah kami  berpuasa. Ketika saya ungkapkan niat saya untuk berpuasa, ternyata semua orang menyambut dengan gembira. Itu adalah pengalaman pertama saya berpuasa.
 
“Kamu puasa bedug aja dulu, ya, kamu masih kecil,” kata adik ibu saya. Puasa bedug. Apa lagi itu? “Puasa bedug itu puasa sampai bedug jam 12 siang,” jelas bibi saya. Saya pun mengangguk. Saya senang berpuasa karena bulan puasa jatuh pada hari libur, saat kakak dan para sepupu tidak ke sekolah. Sebetulnya kalau sampai sore pun seperti anak-anak gede, saya juga mau. Karena saya tidak harus makan siang.
 
Di kampung saya dulu –di kota Semarang– petugas ronda selalu membunyikan tetabuhan pada jam sahur. Saya girang sekali, dan saya bangun dengan penuh kesadaran. Saya disuruh mencuci muka, berkumur, lalu siap di meja makan yang sudah terhidang bubur kacang hijau hangat dan makanan lengkap –nasi, sayur dan lauk.
 
Dengan perlahan saya menyantap makanan utama. Setelah itu saya menyantap bubur kacang hijau, diakhiri dengan air putih. Saya berkali-kali diwanti-wanti oleh para sepupu agar tidak menyentuh makanan dan minuman setelah lewat jam 5 pagi. Kapan itu? Saya belum paham konsep waktu. Membaca jam dinding saja saya belum bisa.
 
Hari itu saya selalu diingatkan: Tidak boleh marah-marah, tidak boleh menangis, tidak boleh mencuri makanan dan minuman di kulkas.

Bedug dzuhur berbunyi, saya pun disuruh berbuka puasa. Saya menolak dengan tegas, “Enggak mau!”
 

Ternyata ujian terberat saya berpuasa di usia 4 tahun itu adalah menahan marah dan menahan tangis. Dua hal yang sebetulnya saya punya alasan untuk melakukannya. Digoda dan dicubit, tetapi saya tidak boleh marah atau pun menangis.
 
Puasa hari itu sukses. Saya tidak merasakan haus dan lapar -dua tanda fisik yang normal untuk kembali menambahkan energi– sampai pukul 4 sore. Itu pun bukan karena saya mau. Orang dewasa yang mengkhawatirkan kondisi saya. Keesokan harinya saya tidak diijinkan berpuasa. Puasa saya selang seling. Hari ini tidak, besok puasa lagi. Demikian seterusnya hingga bulan Ramadan berakhir.
 

Pahami Kesiapan Anak 
Tidak ada patokan usia yang benar-benar pas untuk melatih anak berpuasa. Ini ciri-ciri anak siap berpuasa:              
  1. Anak siap dan sadar ingin berpuasa. Berapapun usianya, 4 atau 5. Berpuasa tidak semata urusan fisik –menahan lapar dan haus– tapi lebih pada aktivitas mental: Menahan diri. Itu sebabnya melatih anak berpuasa berarti harus memperhatikan kesiapan mentalnya.
  2. Tumbuh kembang normal, dan memiliki berat badan seimbang atau normal. Anak yang terlalu kurus tentu sebaiknya tidak diwajibkan berpuasa sampai ia benar-benar mencapai berat badan normal. Demikian pun anak stunting tidak diharuskan berpuasa.
  3. Tercukupi kebutuhan nutrisinya. Di masa tumbuh kembang, anak perlu kecukupan gizi karena ia tumbuh dan berkembang sangat cepat. Olehkarena itu ketika anak berpuasa, harus tetap terpenuhi kebutuhan nutrisinya yang diperoleh dari makan sahur dan berbuka puasa.
 
Panduan Nutrisi Anak Saat Berpuasa
Kebutuhan kalori anak usia 4-6 tahun dalah 1.550 Kkal. Jumlah porsi sesuai kebutuhan tubuh anak.

Saat sahur
  1. Penuhi kebutuhan karbohidrat komplek seperti roti gandum atau nasi, karena karbohidrat komplek tidak akan membuat anak cepat lapar.
  2. Protein yang diperoleh dari telur, tempe, tahu, ikan, dan daging. Juga kacang-kacangan.
  3. Sayuran untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral seperti zat besi, asam folat, zinc, vitamin A, E, D, K, dll.  
  4. Air minum sesuai usia dan berat badannya. Kebutuhan air anak usia 4 tahun adalah 100-110 ml/kgBB/hari. Misal berat badannya 20 kg, dikalikan 100 ml = 2 liter. Ini dibagi saat sahur dan berbuka.

Saat berbuka
  1. Diawali dengan minuman manis hangat, seperti teh manis dan atau kolak hangat. Hindari minuman dingin meski rasanya akan lebih segar karena cuaca panas. Minuman dan makanan hangat akan meningkatkan aktivitas pencernaan sehingga makanan dicerna secara cepat untuk menghasilkan energi.
  2. Setelah salat magrib, berikan makanan lengkap yang diakhiri dengan buah potong.
  3. Setelah salat tarawih berikan makanan selingan lagi terutama yang diinginkan oleh anak selama dia berpuasa.
  4. Minum susu satu jam  menjelang tidur agar anak tidak terbangun karena ingin buang air kecil. Ini untuk menghindari anak sulit bangun ketika sahur. Atau, pindahkan susu di saat sahur.
(IF. Rachmani)                                                                    
 

 



Artikel Rekomendasi