3 Strategi Mendisiplinkan Anak Super Sensitif

 

Foto: Freepik


Mendisiplinkan anak tidak pernah menjadi tugas yang mudah. Selalu saja ada yang membuat Anda gagal dan harus mencoba formula yang baru, lagi dan lagi. Tentunya, perihal mendisiplinkan tak bisa dipukul rata ke semua anak. Formula yang ampuh di satu anak belum tentu berhasil bila diterapkan ke anak lain.
 
Salah satu yang juga cukup menantang selain mendisiplinkan anak yang suka membantah adalah mendisiplinkan anak yang sensitif. Dr. Fan Walfis, Psy.D., psikoterapis anak, pasangan, dan keluarga di Beverly Hills, California, USA mengategorikan anak sensitif sebagai anak yang sangat emosional. Anak yang sensitif sangat peka dan cepat reaktif terhadap suatu masalah. Mereka memandang dan merasakan masalah di tingkat yang lebih dalam. Satu kalimat negatif saja mungkin sangat bisa melukai hati mereka dan memengaruhi perasaan mereka.
 
Ini sebetulnya bukanlah sebuah masalah. Sebab, ini adalah kepribadian mereka. Sebetulnya sensitifitas adalah kepribadian yang sangat indah. Sebab, anak-anak yang sensitif sangat empati dan mudah tergerak untuk melakukan sesuatu bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Akan tetapi, tantangannya bagi orang tua dalam mendisiplinkan mereka adalah cara  untuk merawat emosi mereka yang mendalam.
 
Tidak Defensif
Sangat mudah bagi kita untuk bersifat defensif ketika anak melanggar aturan. Akan tetapi, cobalah untuk menekan semua ego Anda dan posisikan diri sebagai anak Anda. Pikirkan tentang yang ia rasakan, pikirkan, dan bagaimana reaksi mereka. Memvalidasi perasaan mereka menjadi sangat penting untuk dilakukan. Sebelum reaktif, cobalah untuk selalu bertanya mengapa hal tersebut bisa terjadi dan biarkan mereka menjelaskan.
 
Posisikan Diri Anda di Posisinya
Ketika si kecil membuat ulah, Anda mungkin sangat tergoda untuk meninggalkannya pergi. Yang Anda harapkan adalah Anda bisa menahan diri agar tidak marah di depan si kecil. Akan tetapi, meninggalkannya pergi akan membuat anak sensitif berpikir bahwa Anda tidak menerima mereka.
 
Cobalah untuk mengatakan dengan lembut, “Bunda lihat kamu kecewa dan kesal karena masih ingin bermain, tapi sekarang sudah saatnya mandi. Kamu marah pada Bunda. Bunda tahu sulit untuk berhenti main saat kamu masih menginginkannya. Coba sampaikan seberapa kesal kamu pada Bunda.” Dengan memosisikan diri Anda di posisinya, Anda akan menciptakan ikatan yang kuat di mana mereka bisa percaya pada Anda, bahkan di saat emosinya sedang buruk sekalipun. 
 
Tegas Tapi Lembut
Setelah berkomunikasi dengan efektif dan membangun dukungan emosional, Anda tentu tak berharap berhenti di situ. Tentu saja, tujuan Anda adalah membuat si kecil tidak mengulangi apa yang sudah ia lakukan.
 
Untuk menuju ke situ, Anda harus mampu mengomunikasikan dengan lembut, jelas, dan berada di posisi mendukung mereka. Anda bisa mengatakan, “Sulit bagi Bunda untuk mengatakan tidak pada kamu, karena Bunda sangat menyayangimu. Bunda tahu, ditolak itu rasanya tidak enak sekali. Tapi tugas Bunda sebagai orang tua adalah menjaga kamu tetap aman, oleh karenanya kita harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki apa yang terjadi agar tidak terulang.” Nah, di sinilah keahlian Anda berkata-kata dibutuhkan, Anda tetap menyampaikan apa yang menjadi harapan Anda dengan “seolah-olah” tetap berada satu tim dengannya.
 
Mengingat kepribadiannya yang sangat sensitif, tak hanya pemilihan kata-kata yang penting. Anda juga butuh mengatur intonasi Anda. Pastikan Anda selalu bicara dengan penuh kehangatan, ketenangan, ketulusan untuk membuat mereka nyaman.
 
Memang sulit untuk tetap tenang di tingkat frustasi Anda, akan tetapi ingatlah bahwa anak sensitif bereaksi terhadap reaksi, kata-kata, dan intonasi Anda. Penting untuk menghaapi si sensitif dengan penuh rasa hormat agar tidak melukai perasaannya yang dalam.
 
(Lela Latifa)

 


Topic

#corona #viruscorona #coronavirus #covid19 #belajardirumah #dirumahsaja



Artikel Rekomendasi