5 Godaan Anak Tidur Lebih Malam di Masa Pandemi Covid-19

 

Foto ilustrasi (Freepik)


Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pandemi telah mengubah pola tidur anak-anak. Penyebabnya pun beragam, tergantung dari usia anak dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. 

Ayahbunda merangkum sejumlah alasan yang membuat anak-anak tidur lebih malam pada masa pandemi Covid-19. Satu atau dua di antaranya mungkin sama dengan yang Bunda atau Ayah alami di rumah.  

1. Terganggu orang tua yang kerja sampai malam
Periode di rumah saja telah mengubah rutinitas orang tua maupun anak-anak. Ketika pemerintah mengumumkan kantor dan sekolah ditutup, aktivitas kerja dan kegiatan belajar mengajar pun dilakukan di rumah. 

Vania, ibu bekerja dengan 3 anak, mengaku bahwa bekerja dari rumah membuat fokusnya terhadap tugas kerja menjadi terganggu. Karena ia tak hanya harus memberikan perhatian kepada tugas-tugas kantor, tetapi juga mendampingi anak belajar dan mengasuhnya. Dua orang anak Vania, Kafka dan Sheena duduk di bangku sekolah dasar, sedangkan si bungsu Shareen masih berusia 2,5 tahun. 

"Karena aku mengerjakan tugas kantor nyambi mengasuh anak, jadi enggak fokus dan akhirnya pekerjaanku enggak selesai-selesai. Itu bikin aku kerja sampai malam, sebab target satu hari kerja itu belum tercapai," cerita Vania.

"Sampai jam 12 malam aku masih ngetik. Dan Shareen yang masih tidur sama aku, mungkin mendengar suara ketak-ketik dari keyboard laptop-ku, akhirnya dia terbangun jam 11-12 malam. Kalau sudah bangun begitu, tengah malam dia bisa main, bukannya balik tidur lagi," ujar Vania. 

Sebagai ibu, Vania sebenarnya mengerti bahwa tidur malam itu penting di masa pertumbuhan anak. Namun ia tak dapat berbuat banyak dengan perubahan rutinitas yang terjadi di masa pandemi ini. Vania tidak mungkin seketika mengabaikan pekerjaannya, karena menyadari perusahaan membutuhkan dedikasinya sebagai karyawan. 

"Aku juga sempat khawatir, sih, dengan pola tidur malamnya yang kacau begitu. Pernah aku berpikir, 'Jangan sampai, nih, anakku enggak pintar gara-gara tidurnya enggak benar'," cerita Vania. 

Seiring berjalannya waktu, lambat laun Vania berusaha untuk sebisa mungkin menjaga agar Shareen tidur nyenyak di malam hari, yaitu dengan menciptakan suasana hening jauh dari suara ketikan tombol keyboard, tidak menyalakan tivi, dan tidak makan di dekatnya meski di malam hari itu ia sedang membutuhkan 'cemilan' untuk menemaninya bekerja. 
 
Foto ilustrasi (Freepik)

2. Beban sekolah
Alasan lainnya anak-anak tidur lebih lambat di masa pandemi Covid-19 adalah terbebani dengan tugas-tugas dari guru selama sekolah online. 

Ahli tumbuh kembang anak Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) mengamati anak-anak yang mengerjakan tugas-tugas sekolah online sampai malam, cenderung tidur lebih lambat. "Sekolah di rumah, dengan berbagai tugas yang dikatakan anak, sangat banyak jauh dari sebelum masa pandemi. Sehingga mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas-tugasnya," kata Prof. Rini. 

 
Foto ilustrasi (Freepik)


3. Gadget musuh nomor 1
Dalam survei sederhana yang Ayahbunda lakukan melalui Instagram Story Juni 2020 lalu, beberapa orang tua menuliskan bahwa anak-anak tidur lambat karena penggunaan gadget. Ini termasuk menonton tivi dan main gim.

Dokter anak bidang perkembangan perilaku Dr. Adiaha Spinks-Franklin dalam laporan The New York Times, 17 Agustus 2020, mengatakan gadget dan perangkat elektronik lainnya adalah musuh tidur nomor 1 bagi anak-anak. Gadget telah menjadi masalah besar bagi banyak pasiennya selama berbulan-bulan. Hal ini karena kemudahan akses terhadap berbagai platform hiburan seperti Youtube dan lainnya. 

Dr. Adiaha menekankan perlunya waktu untuk mengistirahatkan mata dan pikiran dari paparan layar gadget sebelum mulai tidur. "Karena butuh minimal satu jam bagi otak untuk menenangkan diri," katanya.

4. Tidur siang terlalu lama
Dengan anak-anak berada di rumah sepanjang hari, Anda mungkin meminta mereka untuk tidur siang, atau mereka tidur siang atas kesadarannya sendiri. Meski sebagian ahli berpendapat bahwa tidur siang baik untuk pemulihan energi, namun tidur siang yang terlalu lama dapat mengganggu tidur malam. 

Menariknya, Prof. Rini mengatakan, anak-anak di atas usia 4 tahun tidak wajib tidur siang. "Anak usia lebih dari 4 tahun seharusnya tidak perlu lagi tidur siang, tetapi tidur malamnya harus cukup," kata Prof. Rini.

5. Kurang aktivitas fisik di siang hari
Coba kita bayangkan sejenak ketika masa-masa sekolah dari rumah belum dimulai. Anak-anak memiliki rutinitas mulai dari bangun pagi-pagi sebelum jam 6, ganti pakaian seragam, sarapan, berangkat ke sekolah, dan melakukan berbagai aktivitas di sana - bukan hanya belajar tetapi juga bermain. Selesai sekolah, terkadang Anda sudah menjadwalkan ia untuk mengikuti beragam ekstrakurikuler maupun les, termasuk mengaji bagi yang beragama Islam. 

Sore saat anak sudah di rumah, ia masih memiliki PR dari guru yang harus ia kerjakan. Setelah magrib barulah ia selesai dengan tugas-tugas hariannya, dan di waktu ini ia mungkin tinggal memiliki sedikit energi. Setelah seharian sibuk beraktivitas di luar, tubuhnya kini mulai mengantuk. Sehingga belum sampai jam 9, anak sudah siap untuk tidur. 

Semua aktivitas tersebut terdengar cukup terstruktur dan membuat anak sibuk seharian. Namun begitu pandemi datang, tidak ada lagi berlarian-larian di sekolah, tidak ada main sepeda di taman, tidak ada les piano, bahkan sepanjang hari di rumah saja. Kondisi ini membuat anak-anak masih memiliki cadangan energi sampai malam hari, sehingga ketika tiba waktu tidur, mereka belum mengantuk, akhirnya masih 'melek' sampai larut malam. 

Ditambah lagi, orang tua yang mungkin kewalahan juga dengan tugas-tugas kantor, sehingga cenderung permisif dengan membiarkan anak-anak masih belum tidur. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. 

Situs Psychology Today menyebutkan banyak orang tua yang kelelahan setelah bekerja dari rumah, mendampingi anak belajar online, dan mengasuh selama 24 jam 7 hari. Survei American Psychological Association menunjukkan 46 persen orang tua memiliki tingkat stres yang lebih tinggi di masa pandemi Covid-19. 'Di malam hari kami sudah tidak memiliki energi lagi untuk mengondisikan anak-anak. Jadi kenapa tidak membiarkan mereka begadang saja?', begitu kurang lebih pemikiran orang tua dalam survei tersebut. 



ALI

 



Artikel Rekomendasi