Disiplin Tanpa Kekerasan, Terbukti Efektif

 

Foto: shutterstock

Mendisiplin anak bisa membuat orang tua frustasi, lelah, dan akhirnya membuat kita lebih mudah memahami.

Ketika kita ingin menanamkan kemandirian pada balita kita,  kita justru menyadari bahwa memberi makan dan menidurkan bayi saja sulit bukan main. Betul, Bunda?

Bagaimana sebaiknya menanamkan disiplin dan kemandirian pada anak, sebaiknya kita kenali dulu beberapa filosofi mendisiplin. Kalau Bunda sudah tahu, akan lebih mudah bagi Anda untuk menangani anak-anak, dan meminimalkan risiko traumatis pada anak akibat perlakuan yang tidak tepat. 

5 Filosofi dasar mendisiplin
Pada akhirnya Anda adalah ahlinya, apa yang paling sesuai untuk diterapkan. Para ahli hanya menyarankan, tetapi harus dikombinasi dengan intuisi Anda sebagai orang tua. 

Disiplin berbasis batasan: Anak butuh batasan untuk memberinya rasa aman. Kalau mereka tidak tahu batasan, mereka akan coba-coba terus sampai mereka menemukan sendiri. Anak kecil misalnya, akan mencoba melemparkan sendok atau malah piringnya saat makan. Anak yang lebih besar akan mencoba ‘kalau habis mewarnai gambar, pensil warnanya aku biarin berantakan, boleh nggak ya?’
Komunikasikan dengan jelas batasan yang Anda buat: ”Tidak boleh melempar alat makan.” “Simpan lagi alat gambarmu setelah selesai mewarnai.” Kalau anak berkali-kali tidak juga menjalani apa yang Anda kehendaki, ikuti dengan konsekuensi.

Buat konsekuensi logis untuk menunjukkan bahwa perilakunya salah. Jelaskan bahwa kalau dia meninggalkan peralatan gambar berserakan di lantai, dia akan kehilangan kesempatan mewarnai gambar.

Atau untuk anak Anda yang gemar memaksimalkan piano elektriknya, berikan pilihan batasan. “Kecilkan volumenya, atau bunda simpan pianonya sampai besok.” Pilihan ada padanya, dia harus bertanggung jawab atas pilihannya.

Disiplin dengan lembut: Anak-anak tidak dapat belajar perilakunya saat dia sedang marah atau teriak-teriak. Anda dan anak dapat membuat strategi untuk mencegah terjadinya perilaku buruk.

Buatkan rutinitas yang membuat anak merasa nyaman. Ini akan membuatnya merasa bisa mengendalikan diri dan lingkungannya. Misalnya, “Mau pakai piyama yang merah apa yang biru?” Setiap kali dia akan tidur.  Atau saat Anda menungguinya bermain di playground, berikan tenggat waktu kapan dia harus berhenti bermain. “Sepuluh menit lagi kita pulang. Ibu ingatkan nanti dua kali. Peringatan kedua, kita pulang.”
 
Kalimat yang Anda ucapkan diberi bingkai positif. Misalnya, “Tolong suaranya agak keras ya.” “Nanti setelah makan malam, kita jalan-jalan ya.”

Ketika anak berperilaku buruk, yang pertama harus dicari tahu adalah kondisi fisiknya. Apakah dia lelah, bosan, atau lapar. Perilaku buruk kadang bisa hilang begitu saja kalau kebutuhan anak dipenuhi.  

Kalau sulit, gunakan trik ‘kantong laundry’ ala Elizabeth Pantley – penulis buku best seller The No Cry Sleep Solution dan banyak lainnya. Triknya adalah, kumpulkan sebanyak mungkin cara untuk mendistraksi perilaku buruk. Mulai dari permainan konyol, instruksi ulang, sampai menenangkan anak dengan bujukan. Anda tinggal pilih kapan saja untuk membuat anak Anda kembali fokus.
Misalnya anak nggak mau mandi, nangis dan mengamuk, coba pakai mainan yang bisa diajak mandi. Tidak mempan, gunakan cara lain seperti meniup bola sabun, supaya anak fokus pada mandi.

Disiplin positif: Konsep ini didasarkan pada perilaku buruk sebagai peluang untuk belajar dan melibatkan anak untuk membantunya mendapatkan solusi. Anak akan berperilaku baik kalau mereka merasa didorong dan punya rasa memiliki kendali dirinya. Perilaku buruk sering terjadi ketika anak merasa tidak didukung.
 
Bicara dengan anak dan cobalah menemukan penyebab utama perilaku buruknya. Misalnya, anak Anda yang berumur 3 tahun menolak membawa piring makannya ke tempat cuci piring, cari tahu sebabnya. Apakah dia takut menjatuhkan piringnya,  mencari perhatian, apakah dia terluka karena sesuatu dan menolak tanggung jawab.
 
  
Begitu Anda tahu alasannya, beri anak dorongan dan temukan solusi. Kalau dia tetap ngambek tidak bergerak, ucapkan “Kita harus membersihkan meja nih. Bisa bantu nggak, gimana caranya?”
 
Coach Emosi:  Ketika anak dapat mengenali dan memahami perasaannya, mereka akan membuat pilihan yang baik. Anda dapat mengajar anak untuk melakukan hal ini, untuk memperkuat hubungan Anda berdua.
Ketahui standar Anda sendiri untuk perilaku yang dapat atau tidak dapat Anda terima. Beri tahu anak sejak awal dan bicara dengannya tentang perasaannya terhadap situasi tertentu.

Misalnya, kalau balita Anda memukul adik bayinya karena frustrasi, jelaskan bahwa Anda paham kalau dia sedang jengkel. Kalau dia mulai merasa frustrasi, dia dapat menyepi dulu di kamarnya, teapi memukul orang lain itu tidak dapat diterima.
Fokus pada empati. Artinya, Anda harus bisa berada pada posisi anak untuk bisa memahami sungguh-sungguh perasaannya di balik perilaku buruknya.  Refleksikan lagi dengan berkata, “Memang sedih kalau kita ingin sesuatu tapi nggak boleh. Ibu yakin pasti kamu sangat kecewa.”
 
Ketika anak merasa dipahami, ia akan percaya pada Anda. Dalam konteks percaya ini, ia akan lebih terbuka ketika Anda mengajarnya pilihan tanggung jawab. “Kita nggak bisa sering-sering beli permen. Makan permen kebanyakan bisa bikin kita sakit perut.”
Modifikasi perilaku: Penguat yang positif dapat membantu anak meningkatkan perilakunya, sedangkan yang negatif dapat membantunya membatasi perilaku buruk.
Pendekatan ini sama dengan disiplin dengan batasan  dalam memberi tekanan pada batasan yang jelas, yang di back up dengan konsekuensi. Tapi dalam modifikasi perilaku, penekanan lebih pada peringatan dan hadiah.
Menggunakan peringatan untuk membantu anak memilih tanggung jawab menghentikan sendiri perilaku buruknya. Misalnya ketika anak bertengkar dengan Anda karena dia tidak boleh nyamil kue sebelum makan malam,  jangan terjebak dalam pertengkaran itu.
 
Minta anak untuk berhenti membantah, dan ini adalah peringatan pertama. Kalau dia bendel, beri peringatan kedua. Kalau dia masih membandel, berikan time out.  Berapa lamanya, tergantung usia anak. Kalau anak sudah cukup besar dan paham bahwa menyiksa kucing itu tidak benar, Anda dapat mengurangi jatah nonton film beberapa hari.

Hadiah (bukan benda) akan memotivasi anak untuk melakukan hal yang baik. Sesederhana memuji saja. Dalam beberapa kasus, Anda mungkin ingin membuat system kartu dengan berbagai stiker sebagai hadiah. (IR)
 

 

 



Artikel Rekomendasi