Tip Mengasuh Anak Kembar Agar Tumbuh Kembang Optimal

 

Membesarkan anak kembar, sama dengan membesarkan anak bukan kembar. Foto: Freepik

Kabarnya, Youtuber Atta Halilintar dan istrinya, Aurel Hermansyah, berusaha untuk memiliki anak kembar. Anak kembar, terutama kemiripan mereka, memang sering kali menggemaskan, ya. Tidak jarang, orang tua memberi mereka nama yang mirip, memakaikan pakaian sama, potongan rambut sama, mainan yang sama, dan menganggap mereka adalah anak-anak yang sama. Namun, sesungguhnya, mereka adalah 2 individu berbeda. Bagaimana pengasuhan yang tepat untuk anak kembar agar tumbuh kembang mereka optimal?
 
Membesarkan anak kembar pada dasarnya sama dengan membesarkan anak yang bukan kembar. Namun, ada beberapa hal yang membuat anak kembar menjadi istimewa. Psikolog Nessi Purnomo menyarankan orang tua yang memiliki anak kembar sebaiknya menahan diri untuk tidak selalu memberikan perlakuan yang sama kepada si kembar.
 
“Sebetulnya, yang (tampak) sama itu hanya casing-nya saja, sebagai pribadi, mereka tetap berbeda. Sehingga, tidak perlu diseragamkan, karena mereka memang berbeda,” ujarnya.
 
Lebih jauh, Nessi itu menjelaskan, dengan membiasakan anak kembar selalu tampil seragam, mereka bisa salah tangkap dan menganggap harus selalu sama dalam berbagai hal, termasuk dalam pencapaian prestasi. “Karena tiap hari selalu tampil sama, ketika mereka dihadapkan kepada hal yang berbeda, misalnya perolehan nilai di sekolah, mereka merasa ada yang salah,” jelasnya.

 
Apa yang mereka kenakan dan miliki tak harus sama. Foto: Freepik


Nessi menekankan pentingnya orang tua menonjolkan perbedaan antara si kembar, merayakan perbedaan mereka, termasuk dalam hal-hal kecil, seperti berpakaian. Tampilan berbeda bisa mempermudah si kembar memahami bahwa walaupun memiliki fisik yang hampir sama, mereka bisa berbeda dalam banyak hal. Pendekatan cara itu bisa membantu orang tua menjelaskan si kembar mengapa prestasi belajar mereka pun tak selalu harus sama.
 
Meskipun demikian, bunda yang senang mendadani anak kembarnya tentu tak perlu kecil hati. Bukan tak boleh menyeragamkan baju si kembar, atau memberikan tas ransel yang serupa. Jangankan untuk anak kembar yang jelas-jelas memiliki kemiripan fisik, untuk kakak adik yang berbeda umur pun sangat umum memakaikan baju serupa, kadang hanya dibedakan warnanya saja, bukan.
 
Yang penting, tidak melulu membuat si kembar selalu tampil sama persis, atau selalu harus memiliki benda-benda yang sama, sehingga terbentuk pemahaman yang salah bahwa sebagai anak kembar, mereka selalu harus sama dalam segala hal.

Selain itu, kompetisi anak kembar atau antar kakak-beradik sebenarnya hal yang umum, bukan hanya pada anak kembar. Bedanya, pada anak kembar, kompetisi lebih terasa, karena persaingan dimulai bersamaan sejak masih bayi – dari saat menyusu, hingga saat mendapatkan mainan pertama.
 
Kompetisi itu menyebabkan sering terjadi pertengkaran antara si anak kembar. Bila dibiarkan tanpa resolusi yang baik, di masa depan bisa berubah menjadi perasaan iri yang berlebihan. Misalnya, “Si A punya rumah bagus, kenapa saya tidak?”

Perasaan iri semacam itu bisa menyebabkan kemarahan dan insecurity. Pada usia anak sekolah, kompetisi biasanya ditandai dengan keinginan meraih prestasi tertinggi, baik di bidang akademis atau bidang lain, seperti olahraga. “Perasaan kompetitif seorang anak berbeda-beda. Ada anak yang sangat kompetitif, dia merasa harus setidaknya sama dengan yang lain. Ada juga anak yang – kalau istilah anak-anak sekarang ‘woles’ – artinya santai saja. Ini juga terjadi pada si kembar,” ujar Nessi.

 
Anak kembar punya keterampilan dan minat masing-masing. Foto: Freepik


Bila hal itu sudah terjadi, arahkan si kembar agar tak merasa selalu harus menyamai prestasi satu sama lain. Orang tua perlu menekankan bahwa tiap anak itu unik. Jadi, kalau nilai si A lebih bagus daripada si B, tak perlu terlalu dipermasalahkan. Nessi menyarankan, Anda bisa mengatakan, “Kembaran kamu nilai matematikanya lebih bagus. Kalau kamu mau mengejar nilai yang sama bagusnya, silakan. Tetapi kalau kamu sudah berusaha keras dan merasa tak mampu menyamai, jangan berkecil hati. Kamu punya kelebihan dalam hal lain, kejar saja di situ. Karena biarpun kembar, kalian masing-masing punya kelebihan dan kekurangan yang berbeda.”

Nah, yang mungkin sulit untuk dihindari adalah penilaian orang luar yang sering membanding-bandingkan si kembar. Komentar seperti, “Lho, kamu saudara kembar si A, toh. Dia hebat, ya, berprestasi sekali di sekolah.”
 
Penilaian-penilaian dan komentar seperti itu tak bisa dikontrol. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan orang tua adalah terus-menerus memberi pengertian tentang perbedaan anak yang satu dari yang lain. “Yang penting prinsip dasar bahwa tiap anak itu unik selalu harus ditekankan,” ujar Nessi.
 

(Sumber: Parenting Indonesia)

 

 



Artikel Rekomendasi