Banyak Ibu Hamil di Indonesia yang Kurang Makan, Ini Dampaknya

 

Foto ilustrasi ibu hamil (Freepik)


Faktor nutrisi memiliki peran penting dalam masa kehamilan dan tumbuh kembang bayi. Maka itu, selama hamil ibu diharuskan menjaga asupan gizi agar status kesehatan ibu dan bayi optimal. Akan tetapi, tak sedikit ibu hamil di Indonesia yang ternyata mengalami kurang energi kronis.

Menurut Ahli Gizi dan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH., secara sederhana kurang energi kronis disebut juga dengan kurang makan. Ini disampaikannya di acara virtual Media Gathering Kolaborasi untuk Ciptakan Generasi Unggul yang digelar oleh JAPFA, Selasa 22 Desember 2020.

"Wanita hamil di Indonesia umumnya mengalami kurang energi kronis. Bahasa gampangnya adalah kurang makan atau kurang asupan. Sekitar 17,3 persen dari seluruh Indonesia," kata perempuan yang akrab disapa Prof. Sandra mengutip data dari Riskesdas 2018.

Angka tersebut terbilang angka tengah dari seluruh Indonesia. Apabila mengerucut ke tingkat provinsi, ibu hamil yang mengalami kurang energi kronis bisa mencapai 40 persen, yaitu di provinsi Nusa Tenggara Timur. 

"Di provinsi lainnya, itu juga kita lihat masih lebih tinggi. Bahkan kalau di NTT itu kita lihat sekitar 40 persen ibu yang mengalami KEK atau kurang energi kronis," kata Sandra.

Kasus ibu hamil yang kurang energi kronis, menurut data tersebut, bukan hanya terjadi di pedesaan tetapi juga perkotaan. Kasus ini belum termasuk kurangnya asupan protein yang dikonsumsi ibu hamil. 

"Padahal kita tahu bahwa (protein) itu adalah modal kalau kita mau menghasilkan generasi yang baik. Karena pasti modal awalnya adalah gizi," kata Sandra. 

Dampak ibu kurang energi kronis (kurang makan)
Pada saat ibu hamil, dia akan kekurangan cadangan lemak. Lemak dibutuhkan untuk memproduksi ASI. Apabila lemak pada ibu tidak cukup, maka produksi ASI juga kurang optimal. Akibatnya, kualitas dan kuantitas ASI yang dibutuhkan bayi tidak dapat tercukupi. 

"Jadi ibu hamil jika status gizinya baik, pasti setelah melahirkan itu dia punya cadangan lemak. Tetapi kalau ibu yang kurus, dia tidak punya cadangan lemak. Cadangan lemak itu fungsinya untuk memproduksi ASI," kata Sandra.

"Kalau ibu hamilnya gizi kurang, bagaimana kita bisa melahirkan generasi yang unggul?" ujarnya. 

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil
Lantas bagaimana cara sederhana bagi ibu hamil dapat mengetahui status gizinya? Berikut ini panduan dari jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ditulis oleh Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes. 

- Memantau berat badan
Kenaikan berat badan pada ibu hamil harus dianggap sebagai sesuatu yang normal. Jadi ibu tak perlu 'parno' apabila timbangan terus bergeser ke kiri. Namun perlu diketahui juga bahwa ada batas normal kenaikan berat badan, yang artinya jangan sampai bobot bertambah melampaui itu. 

Dalam jurnal dijelaskan, pada akhir kehamilan kenaikan berat badan hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara untuk ibu dengan berat badan ideal cukup 10-12 kg dan untuk ibu yang tergolong gemuk cukup naik kurang dari 10 kg.

- Mengukur lingkar lengan atas atau LILA
Pengukuran LILA dilakukan untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein. Ambang Batas LILA adalah 23,5 cm, yang artinya wanita tersebut berisiko melahirkan bayi BBLR.

- Relative Body Weight (RBW) yaitu standar penilaian kecukupan kalori.

Cara mendapatkan gizi seimbang saat kehamilan:
- Makanlah dengan pola gizi seimbang dan bervariasi, 1 porsi lebih banyak
dari sebelum hamil.
- Tidak ada pantangan makanan selama hamil.
- Cukupi kebutuhan air minum pada saat hamil (10 gelas per hari).
- Jika mual, muntah dan tidak nafsu makan maka pilihlah makanan yang tidak berlemak dalam porsi kecil tapi sering. Seperti buah, roti, singkong dan biskuit.

Info 9 Bulan yang Menakjubkan klik di sini

ALI


 

 


Topic

#9BulanyangMenakjubkan



Artikel Rekomendasi