Risiko Kehamilan di Usia 20, 30, dan 40 Tahun

 

Foto ilustrasi (Freepik)
Ada sebuah perumpamaan yang cukup menarik tentang kehamilan. Ini dikatakan oleh seorang dokter, bahwa kehamilan itu seperti parasit bagi tubuh ibu. Karena janin di dalam rahim ibu ikut 'makan' apa yang ibu makan, ikut mengisap sari-sari nutrisi yang ibu konsumsi, bahkan beberapa penelitian menyebutkan janin dapat memengaruhi mood ibu dan sebaliknya bisa merasakan pengalaman yang memengaruhi emosi ibu. 

Tentu saja perumpamaan bahwa janin itu seperti parasit, tidak dimaksudkan untuk menimbulkan persepsi negatif. Akan tetapi ini setidaknya dapat memberikan gambaran terkait kelangsungan hidup janin yang sangat bergantung kepada kondisi ibu. Termasuk kualitas tumbuh kembang janin di dalam kandungan, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat pada diri ibu. 

Usia ibu merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kehamilan. Ibu yang hamil di periode usia tertentu memiliki tantangan kehamilan yang berbeda. Dokter spesialis kandungan Dr. dr. Ali Sungkar, Sp.OG(K) menyebutkan tantangan itu sebagai risiko kehamilan. 

Dalam acara Webinar yang digelar oleh Ayahbunda bertajuk Tantangan Kehamilan di Usia 20, 30, dan 40, dr. Ali menjelaskan beberapa risiko kehamilan yang dapat terjadi pada ibu hamil.

"Secara umum, setiap kehamilan mengandung risiko, di antaranya apakah kehamilannya bisa lanjut atau tidak, risiko keguguran, hamil di luar kandungan, ari-ari menutupi jalan lahir, plasenta lepas, hamil anggur, risiko hipertensi, dan belum lagi terkait bayinya ada masalah atau tidak?" kata dr. Ali.

Namun, ada risiko kehamilan tersendiri yang terkait dengan usia. Kehamilan di bawah usia 20 tahun, memiliki risiko persalinan prematur, infeksi, berat badan bayi rendah, dan preeklampsia. 

 


Pada usia di bawah 20 tahun pula, biasanya pengetahuan ibu mengenai kehamilan dan persalinan masih kurang atau yang biasa disebut primiparitas.

Lain halnya jika kehamilan terjadi di usia 30an tahun. Pada usia ini, kata dr. Ali, kesuburan perempuan menurun, cadangan telur pun menurun. Risiko melahirkan anak dengan down syndrome juga muncul dengan prevalensi 1: 940 pada usia 30 tahun, dan 1: 353 pada usia 35 tahun ke atas. Selain itu, ibu yang hamil di usia 30an tahun juga berisiko mengalami tekanan darah tinggi. 

Sedangkan pada kehamilan di usia 40an tahun, risiko seperti di usia 30an bisa lebih meningkat. Di antaranya risiko melahirkan anak down syndrome dengan prevalensi 1:85, bertambahnya risiko tekanan darah tinggi, risiko diabetes mellitus gestational, risiko keguguran sampai 53 persen di atas usia 45 tahun, dan risiko persalinan prematur.

Meski begitu, menurut dr. Ali, perlu dicatat bahwa risiko-risiko tersebut bukan sesuatu yang pasti terjadi, melainkan adanya peluang bisa terjadi. Misalnya saja jika ibu hamil di usia 45 tahun berisiko melahirkan anak down syndrome dengan angka kemungkinan 1:85, artinya masih ada peluang normal sebanyak 84 kelahiran. 

Untuk menjalani kehamilan yang baik, dr. Ali menyarankan bahwa ibu harus melakukan persiapan. Maksud dari pesan ini adalah jika memang berencana hamil, sejak sebelum hamil harus sudah mengkondisikan diri sedemikian rupa, terutama mencukupi kebutuhan nutrisinya. Selain itu, sadari bahwa ada risiko-risiko tersebut yang menyertai kehamilan ibu di periode usia tertentu. 

"Siapkan nutrisinya, sadar betul bahwa risiko down syndrom meningkat. Persiapkan telur yang baik, dan konsumsi suplementa jika makannya tidak benar," kata dr. Ali. 

Terlepas dari itu, kehamilan adalah sebuah anugerah. Tidak semua perempuan diberi kesempatan untuk bisa hamil dan melahirkan buah hati. Karenanya, sudah selayaknya kehamilan itu disyukuri dan benar-benar harus dijaga. 

ALI. 


 

 



Artikel Rekomendasi