Syarat Penggunaan Alat Bantu Kelahiran

 

Tak jarang, proses kelahiran dengan normal menemui tantangan. Dokter pun memilih menggunakan alat bantu untuk persalinan. Agar aman, penggunaan alat bantu persalinan ada syaratnya, lho! 

Proses persalinan alami melalui vagina dengan menggunakan alat bantu biasa dilakukan pada tahap kelahiran bayi kala dua (masa selama berlangsungnya proses persalinan) yang mengalami masalah. Tahap kala dua yang bermasalah mengakibatkan bayi terlalu lama berada di jalan lahir. Kondisi ini berisiko tinggi buat bayi. Syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan dengan alat bantu adalah, tidak ada disproporsi sefalopelvik atau CPD (Cepalo Pelvic Disproporsi) Artinya, kepala bayi sudah turun sampai di dasar panggul ibu. Syarat-syarat lain adalah pembukaan sudah lengkap, kepala bayi sudah cakap, bayi hidup, dan ketuban sudah pecah.

Masalah pada kala dua bisa disebabkan oleh faktor ibu, bayi atau kegagalan kemajuan persalinan. Faktor ibu, bisa karena ibu tidak bisa mengejan. Misalnya, karena ibu sudah kelelahan. Atau, karena ibu tidak boleh mengejan seperti dialami Ibu Neneng. Selain pre-eklampsia, kondisi lain dari pihak ibu yang bisa menjadi penyebabnya antara lain adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi, asma, dan penyakit jantung.

Untuk faktor bayi, masalah yang bisa timbul adalah bayi mengalami distress dalam arti bunyi jantung janin melemah. Lalu, ada kemungkinan bayi mengalami kekurangan oksigen atau HIE ( Hipoksik Iskemi Encepalopathy), sehingga ia harus segera dilahirkan.

Sedangkan untuk contoh dari kegagalan kemajuan persalinan adalah masalah waktu. Misalnya, ibu yang menjalani operasi caesar pada persalinan sebelumnya dan pada persalinan berikutnya ini ingin melahirkan secara normal; maka hal itu bisa saja dilakukan namun ia dibatasi waktu, yaitu hanya boleh mengejan dalam waktu 20 menit. Bila lebih dari itu, proses persalinannya harus dibantu dipercepat dengan menggunakan alat bantu. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya robekan pada rahim.

Sejauh ini ada dua alat bantu yang sering dipakai dalam proses kelahiran, yaitu forceps dan vakum. Kalau yang dibutuhkan hanya tarikan, tanpa perlu memutar, misalnya posisi kepala bayi sudah menghadap ke bawah, maka dokter biasanya menggunakan forceps. Tetapi, kalau kita butuh memutar posisi kepala bayi yang agak melintang, maka dokter biasanya mengunakan vakum, atau forceps khusus seperti Kjelland forceps .

Forceps terbuat dari bahan logam dan tersedia dalam beberapa jenis. Ada yang hanya dapat digunakan untuk menarik saja, dan ada yang selain menarik juga bisa memutar. Prinsip kerja forceps adalah menjepit kepala bayi pada sisi kiri dan kanannya, lalu menariknya keluar. Sedangkan vakum, ada yang ujung penyedotnya berbentuk mangkuk terbuat dari bahan logam dan ada yang terbuat dari bahan yang elastis semacam karet. Yang logam biasanya lebih datar daripada yang karet. Prinsip kerja vakum adalah menciptakan udara kosong di permukaan yang menempel pada kepala bayi, sehingga kepala bayi bisa diputar lalu ditarik perlahan-lahan keluar. Tekanan yang biasa digunakan adalah minus 0,5 atau 0,6 kg per cm persegi.

Kadang-kadang, risiko trauma atau cedera yang terjadi pada ibu atau bayi bisa lebih besar pada persalinan dengan alat bantu forceps daripada persalinan dengan alat bantu vakum. Kedua bagian alat forceps itu dipasang satu demi satu. Kalau yang satu mudah tapi yang kedua sulit sehingga miring atau tidak bisa dikunci, maka tidak boleh ditarik. Itu artinya pemasangan forceps gagal dan perlu diulang lagi. Bila dipaksakan, kondisi ini dapat mencederai ibu, dan bisa mencederai atau merobek bibir, hidung, mata atau bagian lain dari kepala bayi.

Memang, cedera tersebut tidak permanen. Tetapi, kalau tekanannya kuat bisa juga menyebabkan perdarahan. Selain itu, karena forceps bersifat seperti pisau, bila tidak dipasang dengan hati-hati, alat tersebut bisa memotong atau merobek vagina. Sebaliknya, kalau pemasangannya baik, maka hampir tidak ada jejas atau bekas cedera.

Pada penggunaan alat vakum, trauma hanya terjadi di daerah kepala bayi. Selain caput succedanium atau tonjolan pada kulit kepala, kalau tarikan atau tekanannya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada pembuluh darah kecil yang putus saat vakum dilepas. Bila hanya caput succedanium yang terjadi, hal ini biasanya akan kembali normal dalam dua atau tiga hari. Proses ini bisa dipercepat bila kepala bayi tidak diangkat-angkat. Pemasangan vakum yang benar adalah benar-benar di puncak kepala bayi yang posisinya menunduk. Jadi, lebih dekat ke ubun-ubun kecilnya.

Masalah yang bisa terjadi pada penggunaan vakum adalah bila mangkuknya lepas, atau bocor. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan waktu kita memasang alat vakum adalah tidak boleh ada bagian ibu, misalnya sebagian vagina, yang ikut terjepit, sehingga saat ditarik akan robek. Umumnya, kalau pembukaan sudah lengkap, hal ini tidak terjadi. Bila pada penggunaan forceps tenaga ibu dialihkan sepenuhnya ke tenaga penolong, maka pada penggunaan vakum kita masih butuh tenaga ibu. Jadi, pada vakum, tarikan dimulai bersama-sama dengan kontraksi sambil ibu mengejan.

Untuk mengurangi risiko yang timbul akibat penggunaan forceps atau vakum, syarat pemasangannya dibuat lebih ketat. Bila dulu dikenal istilah forceps atau vakum tinggi, tengah dan rendah, maka kini yang tengah dan tinggi tidak dilakukan lagi. Jadi, yang sekarang dilakukan adalah forceps atau vakum rendah di mana kepala bayi sudah mau keluar atau sudah kelihatan. Bila dilakukan forceps rendah, tangan dari penolong persalinan bisa memegang kepala bayi lebih baik.

Selain itu, terjadinya robekan pada vagina, bahkan sampai ke mulut rahim, bisa diminimalkan risikonya. Bila dilakukan vakum rendah maka risiko perdarahan di bawah selaput otak, atau bahkan dalam otak, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan menjadi lebih kecil. Jadi, sekarang ini syarat-syarat yang harus dipenuhi sudah diperketat, sehingga penggunaan alat bantu persalinan lebih aman, baik untuk ibu maupun bayi. 

 



Artikel Rekomendasi