Membesarkan Anak Perempuan Tangguh

 



Setiap orang tua pasti ingin memiliki anak perempuan kuat, mandiri, dan selalu gembira. Banyak hal yang harus diperjuangkan oleh bunda dan ayah, tapi jangan pernah menyerah.
 
Dua tahun lalu, Elizabeth dan Barbara umurnya baru 9 tahun. Dua pesaing lainnya, Na’imah dan Sidney, usianya 10 tahun. Di hadapan juri Gordon Ramsey dan Christina Tosi – para celebrity chef, keempat anak itu bertarung merebut 2 buah celemek (apron) masterchef junior yang tersisa.
 
Dalam setiap pembukaan musim kompetisi ini, Christina memperkenalkan anak-anak perempuan itu: “Inilah anak-anak perempuan yang cantik-cantik, sangat percaya diri dan mandiri.” Anak-anak perempuan dari usia 8 sampai 13 tahun berkompetisi untuk merebut hadiah sebesar US$ 100.000 dan apron yang sangat bergengsi itu. Maju ke babak penyisihan dengan rasa percaya diri.
 
Pastinya mereka belum lama lepas dari usia balita. Tubuh mungil dan tangan-tangan mungil itu begitu terampil mengolah dan menyajikan  hidangan yang patut disajikan di sebuah resto yang baik.  Blender, food processor,  pisau, kompor, penggorengan, spatula, semua tidak dalam ukuran mini. Salah satu anak berkata, “Wow, berat sekali blendernya…”   
 
Sebagai ibu dari seorang anak perempuan, napas saya tertahan menyaksikan acara ini  dari TV cable. Ada anak yang serbetnya terbakar, atau wajannya dipenuhi api yang membubung tinggi. Apakah para juri langsung turun tangan? Tidak. Ketika kondisi  akan  semakin berbahaya, juri akan membantu.
 
Membesarkan anak perempuan yang kuat, mandiri, percaya diri, dan selalu gembira adalah dambaan setiap orangtua. Tak seorang pun ingin punya anak perempuan cengeng, manja, dan selalu tergantung orang lain.
 
Bunda dan Ayah, perlu waktu panjang untuk mendidik anak perempuan tangguh. Hasilnya pun akan tampak ketika ia dewasa seperti  Susi Pudjiastuti, Tri Rismaharini, Sri Mulyani, Retno Marsudi, dan ibu-ibu hebat lainnya di negeri ini.
 
Pahami Otak Anak Perempuan
Riset tentang otak sudah pernah dilakukan, dan memang betul ada perbedaan antara otak anak laki-laki dan otak anak perempuan. Otak perempuan memiliki banyak sekali sinaps (koneksi) dibanding otak laki-laki, meskipun otak laki-laki besarnya 6-10% lebih besar daripada otak perempuan. “Perbedaan itu sudah ada sejak di dalam kandungan,” kata JoAnn Deak, Ph.D, psikolog dan ahli riset otak dari Hawaii. Ini fakta lainnya:


- Otak perempuan memiliki area corpus callosum – yaitu area otak yang bertugas menghubungkan otak kanan dan otak kiri -  lebih luas dibandingkan laki-laki. Ini sebabnya perempuan dapat menggunakan kedua belahan otaknya untuk tugas-tugas tertentu secara konsisten dibanding laki-laki.
 
- Otak perempuan memiliki neuron lebih banyak
Anak perempuan lahir dengan jumlah neuron yang banyak di kedua belahan otaknya. Sementara anak laki-laki hanya ada di salah satu belahan otaknya. Tak heran, kan, Bunda, bila anak perempuan lebih cerewet?
 
Kata JoAnn Deak, anak perempuan kelak jadi lebih cepat dapat membaca dan menulis dibanding anak laki-laki. Tetapi anak perempuan kesadaran spasialnya lebih kecil dibanding anak laki-laki. Itu sebabnya anak laki-laki senang bermain balok. Di usia yang sama, kemampuan motorik anak laki-laki lebih cepat berkembang.


- Otak perempuan lebih fokus dan detail
Anak perempuan lebih mudah (dan mau) membicarakan perasaannya dibanding anak laki-laki. Otak anak perempuan dan laki-laki berbeda dalam hal memproses koneksi antara bahasa dan perasaan. Karena itu, menurut JoAnn Deak, anak perempuan lebih mudah membicarakan perasaannya.
 
Otak perempuan lebih fokus dan lebih baik dalam hal detail, itu sebabnya anak perempuan dapat mengekspresikan perasaannya lebih lama. Anak perempuan lebih peka pada suara dan nada, sehingga anak perempuan bisa mendengarkan nada tinggi pada suara bunda meski bunda tidak berteriak.
 
Ayah yang berbicara dengan suara keras, akan membuat anak perempuan merasa takut. Anak perempuan juga menanggapi kritik membangun sebagai hal yang negatif.


- Reaksi stres yang berbeda
Hormonlah yang memengaruhi perbedaan ini. Anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama melepaskan hormon epinephrine atau kortisol ketika stres, untuk menyiapkan tubuh apakah mau melawan atau menghindar.
 
Tapi pada perempuan juga muncul hormon oksitosin – hormon yang dilepas saat melahirkan – yang berkaitan dengan merawat dan bonding. Dalam hal menghadapi stres, hormon itu meningkatkan kemungkinan perempuan akan melindungi orang lain atau menghadapinya bersama. Ini membuat perempuan cenderung menghindar atau lari. Sementara laki-laki akan mendapatkan lonjakan testosteron yang mengubah rasa takut menjadi agresi atau menyerang.
 
JoAnn Deak mendorong para orang tua yang memiliki anak perempuan agar membantu anak perempuannya berani menghadapi risiko dan bersikap asertif dalam situasi-situasi yang menantang.


- Anatomi bukanlah takdir
Tidak ada peneliti yang mengatakan bahwa otak anak perempuan dan laki-laki bekerja dengan cara yang sama. Kalaupun ada, kata Catherine Steiner-Adair, Ed.D penulis buku Full of Ourselves: A Wellness Program to Advance Girl Power, Health and Leadership, presentasinya kecil, 1:5.
 
David Walsh, Ph.D, penulis Smart Parenting, Smart Kids, menekankan bahwa ilmu otak menjelaskan kepada kita adanya perbedaan antara otak anak perempuan dan otak anak laki-laki. Penting untuk dicatat bahwa tidak ada dua otak yang sama, dan tubuh itu bukan takdir.
 
Jangan ‘mengunci’ anak dalam harapan-harapan sterotipe, semacam anak perempuan tidak boleh jumpalitan - tetapi beri anak perempuan kesempatan untuk bereksplorasi seluas-luasnya dan melakukan banyak aktivitas. 

Imma Rachmani
 

 

 


Topic

#harikartini2021



Artikel Rekomendasi