Teror Gaming Disorder

 



Bermain video game bisa sangat mengasyikan. Namun, jika ‘terlalu’ asyik, bisa menyebabkan kecanduan dan berbahaya bagi kesehatan mental kita. September 2018 lalu, pada pertemuan 11th Revision di International Classification of Diseases (ICD-11), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kecanduan game online sebagai gangguan kesehatan mental kategori gaming disorder. Apakah ini bisa terjadi juga pada anak-anak?
 
Sebenarnya, memainkan video game ‘terlalu sering’ saja tidak cukup dikatakan sebagai gaming disorder. Banyak hal yang harus dinilai pada seorang anak untuk dikatakan ia mengalami itu. Di antaranya, apakah pola perilaku anak terhadap game online memiliki tingkat keparahan yang cukup signifikan, dan apakah aktivitas itu mengganggu fungsi dirinya sebagai seorang pribadi, dirinya dalam keluarga, sosial, pendidikan, atau bidang-bidang penting lain dalam kehidupannya. Dan ini bisa membutuhkan waktu yang cukup lama, sampai12 bulan.
 
Dr. Kimberly Young, profesor psikolog klinis di University of Pittsburgh, pakar gangguan kecanduan internet dan perilaku online, serta Direktur Pusat Internet Addiction Recovery, mengidentifikasi tanda-tanda kecanduan game online sebagai berikut:
 
Bicara game melulu
Anak selalu membicarakan permainan video saat ia sedang tidak memainkannya.
 
Tidak bisa membagi waktu. Anak kesulitan mengurangi waktu bermain, sehingga ia absen belajar, malas makan, tidak mandi.
 
Kehilangan minat. Anak tidak lagi melakukan hal-hal yang disukainya sebelumnya.
 
Interaksi sosial bermasalah. Anak tak lagi suka mengobrol dengan Anda. Ia juga menarik diri dari teman-temannya.
 
Nilainya jelek. Anak sering tidak mengerjakan PR. Nilai tugas dan ujiannya juga menurun.
 
Agresif, suka marah, tersinggung, bersikap kasar, atau bahkan murung jika dilarang bermain atau Anda mengambil gadget-nya.
 
Suka berbohong soal waktu yang dihabiskannya untuk bermain. Beberapa kali anak juga ‘mencuri’ gadget yang sebelumnya Anda sembunyikan.
 

ATASI DENGAN…
  1. Cek gadget mereka. Apa gadget yang biasa digunakan anak? Tablet, smartphone, laptop, atau komputer? Cek isinya, apakah ada aplikasi permainan di dalamnya? Jangan-jangan, saat Anda mengira ia sedang belajar, sebenarnya ia sedang bermain.
  2. Cari dukungan. Sepakati dengan pasangan apa yang akan Anda lakukan kepada anak. Konsultasikan juga masalah anak pada terapis atau psikolog anak.
  3. Buat aturan baru. American Academy of Pediatrics merekomendasikan pembatasan video game menjadi satu jam per hari.
  4. Lebih spesifik. Misalnya, anak hanya bermain online game 1 jam, dan itu pun kalau ia sudah selesai belajar. Jika dimulai sebelum jam itu dan tidak belajar, sehingga waktu bermainnya menjadi lebih panjang, maka jam bermain esok hari dikurangi. Pastikan anak sadar akan hal ini.
  5. Berdayakan fitur. Sebagian besar perusahaan game memiliki situs web yang dilengkapi dengan fitur pengaturan parental guide. Atur program timer sesuai dengan waktu yang Anda inginkan. Dengan begitu, anak tidak bisa lagi bermain sesukanya.
  6. Adakan ‘waktu keluarga’ secara teratur dan mewajibkan seluruh anggota keluarga untuk ikut. Aktivitasnya bisa diskusi, berolahraga, atau makan di restoran.

Debbyani Nurinda

 



Artikel Rekomendasi