Jangan bingung menghadapi aksi mencakar, mencubit, menggigit dan perilaku menyerang si 2 tahun Anda. Psikolog perkembangan dari Munich, Jerman, Ulrich Diekmeyer, menyebut empat situasi tipikal yang berkaitan dengan hobi baru anak 2 tahun. Empat situasi itu antara lain:
- Anak yang melakukan atas dasar kesenangan. Ketika anak memperoleh kesan bahwa perilaku mencubit, mencakar, atau memukul orang lain menyenangkan maka orang tua akan sulit meyakinkan anak untuk menghentikannya. Untuk mencegah ini jadi kebiasaan, beri anak pemahaman bahwa mencubit, menggigit, atau menjambak akan menyakitkan orang lain dan itu tidak benar.
- Terlalu bertenaga, sehingga dia menyalurkan energi dengan aksi memukul dan menyerang orang lain. Untuk mengatasinya, salurkan energi yang dia miliki dengan melakukan kegiatan positif seperti senam, les tari, renang, bersepeda, dan olahraga menyenangkan lainnya.
- Anak-anak yang merasa frustrasi. Aksi kasar yang dilakukan anak pada situasi ini terjadi hanya karena orang lain tak memahami apa yang diinginkannya. Ia melakukan agresi sebagai kompensasi rasa frustrasi.
- Anak-anak yang bosan. Anak-anak punya rasa ingin tahu yang tinggi, maka dalam situasi yang tidak memungkinkan dia untuk mengeksplorasi lingkungannya, rasa bosan bisa menghampiri. Saat bosan, ia akan mencari wahana untuk seru yang bisa membuat perhatiannya teralihkan. Sama seperti anak yang terlalu bertenaga, metode menangani anak seperti ini adalah dengan memberi ide permainan menarik dan mengikutsertakannya pada kegiatan baru yang memungkinkannya belajar banyak hal.
Pahami kondisi anak, bukalah mata dan telinga Anda, situasi tipikal mana yang tengah menimpa anak 2 tahun Anda. Tetap konsekuen. Sejak dini biasakanlah selalu berdiskusi dengan anak. Buat batasan tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Cobalah Anda diskusikan dengan anak, apa yang sebaiknya Anda lakukan jika ia melanggar. Jangan pelit memberi penghargaan saat ia mampu melakukan sesuatu dengan baik.
Jika kesepakatan telah Anda buat bersama anak, bersikaplah konsekuen,meskipun sekilas tampaknya sikap seperti ini terlalu keras untuk anak seusia ini. Tapi percayalah, justru dari peristiwa atau pengalamannyadi masa kecil, kepribadiannya terbentuk.