Lebih Dari Dua

 

Saya dan suami Niko Yonathan Nitiwaluyo (38),  bersyukur, di tahun ke-9 pernikahan, akhirnya saya dinyatakan hamil lewat program bayi tabung. Dan pada pemeriksaan USG, dokter mendeteksi  4 detak jantung. Wow, kami berdebar-debar senang dan bimbang, membayangkan akan memiliki 4 bayi sekaligus! 
Saya  mencoba melewati kehamilan dengan sepenuh hati sambil  merasakan sesak napas, sulit bergerak dan mencari posisi tidur yang enak.
Namun,  perjuangan itu berbuah manis,  keempatnya lahir sehat, meski dengan berat di bawah 2 kg dan harus dirawat di NICU.

Perjuangan ‘seru’  menjadi ibu dari anak kembar empat dimulai ketika pulang dari rumah sakit. Orangtua, saudara dan suami bahu membahu membantu.  Tantangan terberat yang kami rasakan adalah saat keempatnya menangis bersama. Kami pun  mencari cara bagaimana mendiamkan mereka. Akhirnya kami tahu,  tangis mereka tidak selalu menandakan emergency. Tapi bisa karena mendengar tangis saudaranya. 
Sekarang saya semakin merasakan serunya menjadi orangtua dari Naiara, Nathan, Priyanka, dan Gavriel.  Saya senang memeluk keempatnya jika mereka menangis. Sungguh seru menyaksikan keempatnya minum susu dan makan  bersama. Oh, ya, meski mereka kembar, saya tak pernah menganggap mereka pribadi yang sama.  Saya ingin keempatnya tumbuh sesuai kepribadiannya masing-masing.
Satu pagi, saya memergoki mereka membangunkan dengan cara mengusap-usap pipi.  Kemudian mereka duduk,  saling berhadapan dan bergumam seolah sedang mengobrol. Betapa senangnya melihat mereka  tampak saling menyayangi.

Agatha Giamsyah (37), bunda dari Naiara (11 bulan), Nathan (11 bulan), Priyanka (11 bulan), dan Gavriel (11 bulan).





Saya dan suami Pangeran Aira (32), berdebar cemas ketika dokter  mengatakan ada tiga kantung kehamilan,  namun janin yang tumbuh hanya satu. Seminggu kemudian, melalui USG ditemukan 2 detak jantung lagi. Berita itu sangat mengejutkan kami, yang sudah 4 tahun menikah dan belum dikarunia momongan, hingga kami memutuskan ikut  inseminasi, tapi gagal! Akhirnya kehamilan baru terwujud setelah kami ikut program bayi tabung ini.
Selama trimester pertama dan ketiga, saya beraktivitas menggunakan kursi roda untuk menghindari terjadinya kontraksi dan pecah ketuban sebelum waktunya. Beruntung pada trimester kedua keadaan saya semakin sehat, bahkan saya seperti memiliki energi yang tak kunjung habis. 
Dokter pernah mengatakan,  salah satu janin memiliki berat lebih rendah dibanding yang lain.  Sambil mengelu-elus perut  saya ‘bicara’ dengan mereka  agar berbagi makanan. Ajaib, di pemeriksaan selanjutnya dokter mengabarkan,  ketiganya  memiliki berat badan yang sama. Mereka akhirnya lahir dengan persalinan sesar,  dengan berat 2 kg lebih. Bahkan,  tak satu pun dari mereka harus tinggal di NICU. 
Semula saya bertekad akan merawat mereka sendiri. Tapi  baru seminggu sudah tak sanggup, hahaha. Akhirnya kami menggunakan jasa seorang baby sitter dan 2 ART. Sampai usia empat bulan keadaan rumah kami selalu ‘ricuh’.  Untuk memudahkan memantau perkembangan mereka, saya mencatat jam dan dosis pemberian susu. Di dinding kamar mereka, saya tempel poster tentang tumbuh kembang masing-masing. Ini agar siapa saja yang terlibat, bisa memahami jika sesuatu terjadi pada ketiganya.
Beberapa kali saya melihat mereka tengah berpandangan dan saling bergandengan tangan di tempat tidur. Sepertinya mereka mulai mengenali satu sama lain bahwa mereka bersaudara, ya! 


dr. I.G.A.N Apriyanti Shinta Dewi (33), bunda dari Olivia (6 bulan), Arthur (6 bulan), Arnold (6 bulan).




Hamil kembar memang tidak mudah. Di trimester pertama saya mengalami hiperemesis gravidarum, muntah berlebihan,  yang membuat saya diopname selama 4 hari. Saya hanya berdiam diri di kasur, tak banyak bicara atau bergerak agar  tidak mual. Namun,  saya tetap bertahan demi buah hati yang saya dan suami, Adityo Haryokusumo (27) nanti, setelaj 1,5 tahun menikah. Kondisi ini membuat saya memutkan berhenti bekerja.
Kami senang ketiganya lahir sehat, meski Fadhel harus dirawat di NICU selama satu bulan lebih,  karena  beratnya hanya  1,3 kg. Dua saudaranya  tinggal di inkubator selama kurang lebih satu minggu.  Kerepotan sesungguhnya baru kami alami saat membawa mereka pulang. Untungnya kami dibantu oleh saudara-saudara untuk terbiasa menjalani hari-hari pertama menjadi orangtua. 
 Kehadiran Fathan, Fadhlan, dan Fadhel membuat kehidupan kami lebih berwarna. Rasa khawatir membuat kami melakukan berbagai tes kesehatan untuk memastikan ketiganya dalam keadaan sehat. Kami juga merencanakan masa depan dengan menyiapkan asuransi kesehatan dan pendidikan. Mengasuh anak kembar memang tak mudah. Namun saya selalu berkata pada suami, “Lebih baik cape punya anak tiga, daripada tidak punya sama sekali”. 

Ayu Tessa Aspriani (27), bunda dari Fathan (3 bulan), Fadhlan (3 bulan), dan Fadhel (3 bulan)

 



Artikel Rekomendasi